(77) Jejak Rekam

29 9 6
                                    

Hari itu cerah namun angin bertiup sangat kencang hingga membuat mereka menggigil. Yume menarik sebatang rokok menjauhi bibir Kazuki. "Kupikir kau tidak merokok lagi, Sensei."

"Aku hanya ingin berpikir."

"Kalau begitu gunakan kepalamu bukan ini," ucap Yume dengan sungguh-sungguh.

Agaknya Kazuki terpesona dengan sikap itu yang belum pernah dia lihat sebelumnya dari Yume. Sambil tersenyum ia bertanya, "Ada hal apa yang membuatmu jadi sangar begini?"

Yume menghembuskan nafas dengan berat. "Bukan apa-apa, Sensei."

Yume terpaksa berbohong walau kebohongan itu tampak jelas di wajahnya, melihatnya Kazuki tidak ingin memaksa gadis itu jika dia memang tidak mau menceritakan masalahnya. "Baiklah," kata Kazuki.

"Tapi jika ada yang memberatkanmu, tolong libatkan aku juga."

"Aku tidak tahu kalau kau punya banyak waktu kosong, Sensei."

"Setelah kembali kesini, ya, tidak banyak yang perlu kulakukan."

"Kalau begitu apa yang tadi kau pikirkan?"

Kazuki ingin menjawab bahwa dia memikirkan Yume, namun dia merasa deja vu pada situasi yang mirip di masa lampau antara mereka berdua dan hal itu tidak berakhir baik bagi keduanya. "Aku harus berpikir karena sebentar lagi aku akan kembali mengajar. Setidaknya kepala ini harus dipanaskan dari sekarang."

Mata Yume terbuka antusias, "Benarkah?!"

"Bidang studi yang sama, hanya saja untuk tingkat yang lebih tinggi."

"Jangan-jangan... Universitas Tokyo?! Kau serius, Sensei?"

Kazuki mengangguk. "Kenapa kau terlihat lebih antusias dibandingkan aku?"

"Bukankah itu baik untukmu? Daripada menganggur begini-"

"Hei!" Sela Kazuki "Aku bukan pengangguran."

"Aku hanya bercanda, aku tahu kau mengerjakan bukumu dengan sungguh-sungguh. Aku tidak sabar ingin membacanya."

"Tidak perlu," kata Kazuki sambil melambai ringan. "Dicari dimanapun tidak ada namamu disitu. Hanya ada semua angka-angka membosankan itu."

Yume memincingkan matanya. "Sensei, lelucon apa itu? Aku ingin membacanya karena aku suka, jangan-jangan itu saja kau sudah lupa?"

"Bukannya lupa, tapi seingatku yang kau sukai itu bukan matematika, tapi-"

"Oke, oke, stop!" Yume menutup telinganya. "Sepertinya pembicaraan kita jadi melenceng."

"Aku hanya tidak ingin kau terlalu serius memikirkan segala sesuatu, walau itu bagian yang paling menggemaskan darimu."

"Sensei, apa mulai sekarang aku harus memanggilmu Profesor?" tanya Yume mengalihkan pembicaraan.

"Kenapa? Panggil saja namaku, kita tidak lagi di sekolah, kan?"

Wajah Yume memerah, walau yang dikatakan Kazuki adalah fakta, tapi bagi Yume memanggil nama Kazuki berarti bahwa hubungan mereka sudah lebih dekat dari sebelumnya, hal itu membuatnya merasa senang tapi juga takut akan perubahan yang mendadak setelah sekian tahun terombang ambing dengan perasaannya sendiri.

Yume butuh waktu untuk memproses semuanya. Seperti menaiki tanjakan roller coaster, Yume harus mempersiapkan diri mengumpulkan keberanian untuk terjun dari ketinggian, apa yang akan menantinya dibawah sana, perasaan lega atau ketakutan.

***

Awalnya apa yang ditunjukkan Reiji kepada Yume baru-baru ini hanya diketahui oleh mereka saja, namun peselancar dunia maya bukan hanya orang-orang yang ingin mencari apa yang mereka butuhkan, terkadang banyak orang sibuk yang menemukan hal-hal yang tidak penting namun menyenangkan bagi mereka bahkan terkadang mereka ikut menyebarkannya.

"Kau sudah lihat ini?"

"Gila! Apa-apaan itu, gila banget!"

"Lucu banget kan?"

"Apanya yang lucu, ini menyeramkan."

"Aduh, jangan dibawa serius begitu. Ini semua kan cuma akting. Akting!"

"Oh, tunggu. Sepertinya aku pernah lihat dia disuatu tempat."

"Baru ingat sekarang?"

Yume masuk ke toilet, berkaca sebentar disamping kedua perempuan itu lalu masuk ke salah satu bilik toilet yang kosong. Salah satu dari kedua perempuan itu tampak sibuk membenarkan make up diwajahnya, dan temannya masih terkaget-kaget melihat video gila yang ditunjukkan untuknya.

"Memangnya siapa dia? Kenalanmu ya?"

"Bukan! Idih." Perempuan yang memakai make up itu cepat-cepat menghentikan polesan lipstiknya.

"Sini, kubisikkan padamu," katanya sambil mendekati kuping temannya.

"Hah?!" Reaksi temannya tampak berlebihan.

"Ssshhh..." Kedua tatapan mereka diam-diam menatap pintu bilik yang digunakan Yume.

"Kau serius?"

"Serius! Kau ingat kan, dia itu temannya yang pernah bantu-bantu di persiapan fashion show Michiru Senpai."

"Ya ampun! Aku baru ingat sekarang, cewek pengantar kopi itu?"

"Nah! Padahal waktu itu dia yang selalu mengantar kopi ke staff kita."

"Kelihatannya polos dan lugu begitu, ternyata..."

"Yah, memang gak bisa mengandalkan gaji dari kerja di cafe kan? Harus ada kerja tambahan kalau mau makan dua kali sehari di Tokyo."

"Tapi masa jadi artis video dewasa?"

Yume yang sedari tadi tidak sengaja mendengar tiba-tiba terdiam saat hendak membuka pintu di depannya. Ingatan tentang video itu dan kata-kata Reiji kembali, membuat kedua tangan Yume gatal ingin segera keluar dan menghapus video itu dari siapapun yang memilikinya. Namun kaki Yume tetap diam, dia tahu itu tidak akan merubah apapun.

"Katanya bayarannya oke lho. Kalau kepepet ya pastinya gak ada pilihan lain kan?!"

"Wah, jangan-jangan kau ada niat mengikuti jejaknya ya?"

"Hahahaha! Kalau lawan mainnya oke, namanya bonus diatas bonus kan?!"

"Gila!"

Keduanya tertawa sambil meninggalkan toilet. Yume akhirnya bisa keluar. Gadis itu mencuci tangannya, sengaja membiarkan air dingin mengalir lama di permukaan kulitnya, menunggu rasa dingin itu menenangkan rasa panas aneh yang muncul dari dalam dirinya.

Bayaran? Kalau saja mereka tahu yang sebenarnya, apa mereka bisa berkata seperti itu?! Kesal Yume dalam hati.

"Ini bukan video yang direkam atas persetujuan Nao. Bukan, bahkan tindakan mereka juga. Nao dipaksa melakukannya, dan orang-orang ini, mereka yang mengancam Nao dan bisa saja salah satu sari mereka juga yang menyebarkan video ini." Kata-kata Reiji membuat Yume semakin ingin menemukan orang yang harus bertanggung jawab kepada Nao.

"Nyawa seseorang hampir melayang, dan mereka bilang dia senang melakukannya?! Ini gak bisa dibiarkan lebih lama lagi."

***

Setelah sekian lama akhirnya bisa update lagi.
Aku dengan segenap kesadaran akan kealpaanku meminta maaf untuk teman-teman yang setia menunggu dan menanti lanjutan ceritaku.
Maafkan aku yang sangat gak jelas ini guys.
Padahal tahun udah berganti tapi kebiasaan malas dari tahun lalu masih terbawa-bawa juga :')
Aku gak bisa janji untuk selalu update secara konsisten, tapi aku akan berusaha agar bisa update setidaknya dua minggu sekali.
Mohon pengertiannya guys.

Terima kasih masih membaca sampai saat ini. Sampai jumpa di chapter selanjutnya.
Jangan lupa cuci tangan, selalu pakai masker dan jaga jarak. Sehat-sehat selalu ya guys !

Notice me, Sensei !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang