(49) Perubahan Arah Angin

143 21 9
                                    

Miya-chan!! Yume hampir saja melupakan janji temunya dengan Miya sore itu. Yume menepuk jidatnya dengan kuat, agak terlalu kuat sampai-sampai dia mengaduh dengan sendirinya. Yume pun melupakan lab kimia dan orang didalamnya secepat dia datang lalu berlari pergi.

Bertemu dengan Miya di ruang klub fashion, Yume pun diperkenalkan kepada teman-teman Miya dari klub itu. Karena festival sekolah semakin dekat dan kesibukan Miya yang semakin bertambah membuatnya kewalahan membagi waktu antara kegiatan-kegiatan ekskulnya.

"Kompetisi orkestra regional ternyata berbenturan dengan festival sekolah, jadi aku benar-benar tidak bisa membagi diri lagi." Ujar Miya.

"Karena itu, aku meminta bantuan Yume. Untuk sementara dia akan menggantikanku di klub ini sampai komprtisi selesai."

Setelah menjelaskan duduk perkara, Miya memperkenalkan Yume pada anggota klub itu sebelum keluar dari ruangan. Tugas Yume jelas, sebagai anggota sementara dia hanya akan membantu sebisanya dari sekian banyaknya pekerjaan yang harus disiapkan jelang festival sekolah.

Yume merasa lega karena pekerjaan yang harus dia lakukan bukanlah sesuatu yang baru baginya. Jahit menjahit adalah kelebihan lain yang tidak pernah dia perlihatkan, namun dengan adanya kesempatan ini Yume merasa dapat melatih lagi bakatnya itu.

"Tachibana-san, maaf ya merepotkanmu."

"Aku akan berusaha,"

"Mohon bantuannya ya."

Sementara Miya sibuk berlatih dan Yume sibuk menggantikannya, Kento jarang terlihat lagi di sekolah, Haruto dan Kurumi menjadi lebih sering pulang tanpa Yume.

"Lagi??" Ucap Kurumi dengan wajah tidak percaya.

Yume mengangguk singkat. "Maaf ya, aku harus membantu klub fashion, mungkin kita bisa pergi bersama lain kali."

"Yume, teganya kau meninggalkanku pergi sendirian." Rengek Kurumi.

"Maaf sekali ya, Kurumi."

"Baiklah kalau begitu," Kurumi menurunkan pundaknya dengan lesu. Kalau begitu aku batalkan saja.

Kurumi ingin sekali mencicipi crepes edisi terbatas bersama Yume, namun dia agak kecewa karena Yume terlalu sibuk dan tidak bisa diajak pergi sore itu. Kurumi bisa saja pergi sendiri atau dengan teman-temannya yang lain, namun dia tidak ingin terlihat bersenang-senang sementara Yume sedang bekerja keras sendiri.

"Sampai jumpa besok!" Seru Kurumi

"Sampai jumpa, kalian berdua." Yume melambai dan berlari kembali ke lantai tiga.

Haruto mengikuti langkah Kurumi dengan tenang, matanya masih fokus pada permainan daring yang sejak tadi dimainkannya. Haruto bahkan tidak membalas sapaan teman-temannya saat keluar dari gerbang sekolah karena ponselnya.

"Dengarkan aku dong," Kurumi merampas benda ajaib itu dari tangan Haruto.

"Hei! Ugh, ada apa lagi sih?"

"Sebenarnya apa sih ini?" Kurumi memeriksa layar ponsel Haruto dan mengutak atik benda itu sesukanya.

Haruto baru saja akan protes, namun dia menarik tangan Kurumi bukan ingin mengambil kembali ponselnya.

"Berjalan sambil main handphone itu bahaya." Kata Haruto setelah menyelamatkan Kurumi dari jalan yang berlubang di depannya. "Hampir saja, kan?"

"Beruntungnya kau karena aku yang tidak fokus. Kalau saja tadi itu kau, aku tidak akan menolongmu tuh."

"Oh, begitu ya?" Gumam Haruto.

"Lho? Mau kemana kau?" Tanya Kurumi, heran melihat Haruto mengikutinya. "Haltenya di sebelah sana, lho."

"Handphone,"

"Oh, oops." Kurumi mengembalikan ponsel Haruto dengan senang hati. "Hati-hati di jalan, jangan menatap benda itu terus, ya. Sampai jumpa!"

"Lihat siapa yang bicara."

"Hei, pulang sana. Kenapa kau terus mengikutiku?"

"Jangan terlalu besar kepala, ya. Hari ini giliranku kerja "

"Lho? Bukannya hanya sabtu dan minggu?"

"Salah seorang karyawan sakit, jadi aku yang menggantikannya."

Haruto bekerja paruh waktu disebuah kafe pastry ala eropa, awalnya Kurumi dan Yume sangat terkejut, membayangkan seorang mantan atlet judo dalam balutan seragam putih dan topi koki membuat mereka merinding, namun kenyataannya sudah lebih dari dua minggu Haruto bekerja di tempat itu tanpa ada masalah sama sekali.

"Sepertinya pekerjaan itu cocok untukmu, ya. Baguslah, sekalian saja curi semua resepnya lalu ajarkan padaku."

"Mampu bayar berapa kau?"

"Cih, kau gak ingin mencoba kue buatan tanganku?"

"No, thank you. Aku sudah tahu cara membuatnya sendiri sekarang."

"Kalau begitu buatkan padaku, dong!"

"Tidak ada yang gratis di dunia ini."

***

Kurumi berlari turun dari kamarnya di lantai dua saat mendengar bunyi bel pintu. Dia agak terkejut mendapati Haruto berdiri di luar, saat dipersilahkan masuk, Haruto menolak dengan alasan telah larut.

"Aku hanya ingin membawa ini."

"Apa ini?" Kurumi menerima bingkisan yang mengeluarkan bau harum dari dalamnya. "Hmmm.. Wanginya membuatku lapar."

"Makannya harus di depan pintu apa?"

"Aku gak sabar pengen coba."

"Ya sudah, aku pamit. Sampai jumpa besok."

Kurumi hanya mengangguk saja, dia ingin segera membuka makanan dalam genggamannya itu dan melahapnya. Bau harum roti yang manis, dan rasa hangat yang menggelitik diatas telapak tangannya membuat perut Kurumi merengek manja.

"Wuuah!!" Mata Kurumi dengan cepat berbinar-binar saat melihat isi bingkisan itu.

Namun dengan cepat pula dijatuhkannya makanan itu keatas meja dan berlari keluar mengejar Haruto. Beruntung Haruto masih belum terlalu jauh dari rumahnya.

"Haruto!!" Seru Kurumi.

Haruto berhenti dan kaget, dia berbalik dengan alis berkerut. Jangan-jangan dia mau nambah? "Hm?"

"Arigatou!"

"Hmp." Haruto hanya mengangguk. "Makanlah sampai kenyang."

"Makasih banyak lho! Lain kali bawanya yang banyak ya!"

"Gak akan ada lain kali!"

"Pelit!" Seru Kurumi.

"Sampai jumpa! Hati-hati di jalan!" Serunya sebelum Haruto menghilang dari pandangannya.

Kurumi melangkah kembali ke rumahnya, saat itu dia berpapasan dengan Kento. Masih dengan seragan sekolah, Kurumi berasumsi bahwa Kento baru saja pulang, anehnya dia tidak terlihat datang ke sekolah selama beberapa hari.

Berpapasan begitu saja membuat paru-paru Kurumi sesak. Dia tidak tahan dengan situasi aneh itu dengan sahabat baiknya, namun dia juga tahu bahwa dia lah yang paling salah dalam hal ini

"Aku tidak ingin ikut campur dengan urusanmu." Kata Kurumi pada Kento. Kento terkejut karena untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan lamanya Kurumi akhirnya berbicara padanya.

"Apapun itu, tetaplah datang ke sekolah." Kata Kurumi dan berlari masuk ke pekarangan rumahnya.

Kurumi membanting pintu dibelakangnya dan menghentak-hentakkan kaki dengan gemas. Apa-apaan itu? Apa yang aku bicarakan? Kenapa berkata begitu? Aku bertingkah bodoh lagi!

Tiba-tiba alarm kebakaran rumahnya berbunyi. Saat itu Kurumi tersadar akan bau gosong dan kabut asap yang samar-samar mengusik penciumannya. Bunyi alarm semakin kuat, begitu pun detak jantung Kurumi. Dia segera berlari ke dapur, Kurumi teringat, dia lupa mematikan microwave setelah memanaskan makan malamnya.

"Sial."

***

Notice me, Sensei !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang