(3) Murid yang merepotkan

372 39 5
                                    

Sekali lagi Tachibana terkejut saat Aoi -gadis berkacamata yang duduk dibangku sebelahnya- memanggilnya untuk meminta bantuan Tachibana.

"Tachibana-san, bisa tolong ambilkan penghapus dibawah mejamu? Itu punyaku." Kata Aoi.

Tachibana melihat ke bawah mejanya, memang benar sebuah penghapus jatuh tak jauh dari kakinya, diantara bangku murid yang ada didepannya dengan mejanya sendiri. Tachibana berusaha meraihnya dengan menggunakan sepatunya, namun malah membuat penghapus itu menggelinding menjauh.

"Ya ampun, sudahlah biarkan saja. Aku bisa mengambilnya sebelum pulang." Kata Aoi.

Tachibana ingin mengatakan sesuatu, namun Aoi sudah kembali memperhatikan wali kelas mereka. Merasa gagal, Tachibana berpikir satu-satunya kesempatan untuk mengobrol dengan Aoi sudah hilang.

Sementara kelas menjadi riuh entah karena apa, Tachibana diam-diam menyelinap masuk ke bawah meja. Tubuhnya muat berjongkok disana, namun sulit meraih penghapus Aoi karena terhalang kaki meja.

Ding-dong... Ding-dong..!

Bel pulang sudah berbunyi, dengan serentak murid-murid kelas 2-D itu berlarian keluar dari kelas. Tidak ada yang memperhatikan Tachibana dibawah meja, berhasil mengambil penghapus namun terjebak di tempat sempit itu. Rambutnya tersangkut rel laci meja, dan entah bagaimana roknya tertancap pada ujung paku cacat dikaki meja.

"Aoi! Ayo cepat! Tempat crepesnya akan segera tutup!"

"Tapi-"

"Ayo Aoi!" Ritsuka menarik lengan Aoi sebelum gadis itu sempat berbicara.

Melihat kepergian Aoi, Tachibana ingin menyusulnya untuk menyerahkan penghapusnya, namun dia tidak bisa segera keluar dari bawah meja. Semakin dia berusaha menarik beberapa helai rambutnya yang tersangkut itu, semakin perih kulit kepalanya.

Kelas berangsur-angsur kosong. Pintu-pintu dibiarkan terbuka, membawa angin sore dari koridor yang dipenuhi murid-murid. Langkah-langkah kaki yang berlari, suara-suara yang saling menyapa perlahan menjauh meninggalkan Tachibana dibawah meja.

***

Dibawah laci kelas 1-A tempatku mengajar siang juga tidak ada. Yang berarti map itu harus ada di dalam laci meja kelas 2-D. Kalau tidak, berita menghilangnya hasil ujian matematika kelas 2 akan menjadi masalah yang besar.

Pintu kelas 2-D masih terbuka, dua siswa yang mengikuti kegiatan klub menyapaku di koridor. Suara teriakan dan lemparan bola terdengar dari lapangan. Klub tenis? Mungkin juga klub baseball. Aku tidak tahu.

Yume Tachibana.

Melangkah masuk ke ruangan itu sambil melihat murid badung yang duduk dipojokkan dengan pandangan keluar jendela, awalnya kupikir itu ilusi. Sampai sepatuku terbentur meja guru.

"Sensei?" Tachibana melihatku.

Ternyata asli, bukan ilusi. "Menunggu kegiatan klub?"

Tachibana menggeleng saja. "Kenapa Sensei kembali ke kelas?"

"Ya, ya." Teringat map yang penting itu, aku segera membuka laci meja. "Dapat."

"Apa itu hasil ujian matematika?"

Aku memicingkan mata padanya. "Kau tidak diam-diam melihatnya kan, Tachibana?"

Tachibana menggeleng. "Baguslah." Ucapku lalu berjalan keluar. Namun baru dua langkah diluar kelas, aku kembali masuk.

"Kenapa rambutmu itu?"

"Oh ini." Tachibana mengelus rambutnya yang acak-acakan. "Sepertinya putus, Sensei."

Notice me, Sensei !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang