Mood Yume perlahan membaik setelah ngobrol dengan Kento. Suatu keajaiban bahwa Kento bisa dihubungi di saat yang paling dibutuhkan, lebih lagi dia bersedia menjadi model pengganti dadakan dengan alasan klise yaitu karena mereka teman. Yume sangat berterima kasih dan ingin mentraktir Kento jika dia punya waktu luang. Tapi daripada ditraktir, Kento meminta bantuan Yume terhadap sesuatu yang lebih simple tapi kompleks.
"Aku.. Astaga, aku tidak bisa."
Kento tertawa di sebelah Yume. "Tidak perlu cemas, bukankah kau sudah bermandikan flash kamera yang jauh lebih banyak kemarin?"
"Tapi ini beda, Kento. Aku merasa... tidak pantas."
"Aku akan menyampaikan apa yang kau katakan keapda Michiru, dia harus tahu bahwa ternyata kau memandang rendah dirinya."
"Apa hubungannya dengan Michiru Senpai?"
"Bukankah acaranya sukses besar kemarin? Jika sesukses itu saja kau masih merasa tidak pantas, berarti kau merendahkannya kan? Oh, dan aku juga merasa direndahkan."
Yume merasa bersalah, "Aku hanya gugup, maaf."
"Nah sekarang aku akan keluar, jangan buka pintumu sebelum aku yang membukanya." Kata Kento.
"Tunggu!" Yume mencegatnya. "Apa yang harus aku lakukan?"
Kento tersenyum dan berkata, "Percaya padaku." Dia membuka pintu mobil dan keluar.
Kaca mobil Kento cukup gelap hingga para wartawan diluar sana pasti tidak bisa melihat Yume, dia merasa aman di dalam mobil itu dan tidak ingin keluar. Tapi Kento telah membantunya saat dia begitu kesulitan, dia bahkan melakukannya pada acara Michiru, seseorang yang belum pernah dia kenal, hanya karena dia adalah kenalan Yume dan Yume adalah sahabatnya.
"Bukan saatnya menjadi pengecut." Gumam Yume pada diri sendiri.
Pintu terbuka. Yume tersenyum. Kamera terus memotret, dan semakin ganas bunyi kamera-kamera itu saat Yume merangkul lengan Kento sesuai instruksinya. Yume tahu bahwa tanpa dikatakan pun dia akan tetap menggandeng lengan Kento. Bukan karena etika atau apapun, tapi dia tidak yakin bisa berdiri sendiri diatas karpet merah ditengah-tengah lautan kamera.
"Kau baik-baik saja?" Bisik Kento.
"Hampir pingsan. Kenapa kau berjalan lama sekali?" Balas Yume.
"Aku ingin mengulur waktu untukmu."
"Mengulur waktu untukku? Untuk apa?"
"Uh-oh, sepertinya tidak banyak waktu yang terulur ya."
Seorang wanita yang begitu cantik tersenyum begitu lebar dan berjalan begitu cepat menuju Kento dan Yume. Akhirnya Yume mengerti maksud Kento saat melihat wanita itu menggenggam mic dan seorang kameramen mengikutinya.
***
Yume hanya mampu tersenyum sepanjang wawancara, niatnya untuk membantu Kento seakan salah tempat karena malah Kento yang menyelamatkannya dari pertanyaan-pertanyaan reporter. Rasa mual dan pusing membuat Yume hampir kehilangan pijakannya, pakaian mahal yang dia kenakan dari rambut hingga kaki adalah topengnya malam ini, dan lengan Kento tidak akan jauh darinya sampai malam ini usai.
"Kau tentu bisa melihat bahwa semua orang sangat penasaran sespesial apa hubungan kalian. Seseorang tidak mungkin membawa gandengan jika hanya sahabat SMA, bukan?" Tanya si reporter.
Kento terkekeh sambil berkata, "Tentu saja spesial, kami sudah seperti keluarga."
"Oh!" Wanita itu menunjukkan ekspresi terkejut yang berlebihan. "Apa ini sebuah pertanda untuk segera berkeluarga?"
"Masih banyak mimpi-mimpiku yang belum tercapai, saat ini aku ingin fokus berkarir dan berusaha mencapai mimpi-mimpiku."
Setelah itu Kento mengakhiri wawancaranya dan mereka masuk ke gedung aula yang bebas dari wartawan dan reporter. Yume akhirnya bisa bernafas lega, saat memasuki gedung barulah dia bisa melonggarkan cengkramannya di lengan Kento.
"Maaf, kau pasti kesakitan. Aku sampai tidak sadar terus mencengkrammu."
"Kau butuh minum." Kento hampir tertawa melihat wajah Yume.
"Jangan tertawa, aku hampir pingsan tadi."
Seorang pelayan mengantar mereka masuk lebih jauh ke dalam aula. Pelayan itu membawa mereka ke lantai dua, dipersilahkannya Kento duduk di sofa mewah yang diatasnya terdapat kertas dengan nama Kento. Si pelayan tampak ragu saat melihat Yume, sepertinya tidak ada pemberitahuan bahwa dia akan membawa gandengan malam ini.
"Aku akan berdiri saja, dibawah mungkin ada rekan-rekan kerjaku." Ucap Yume.
Kento mengambil minuman yang dibawa pelayan itu dan menyuruhnya pergi. "Duduklah disini, dan minum."
"Tempat duduk ini ada namanya," Yume hendak mengambil kertas didepannya tapi Kento lebih cepat, dia meremas kertas itu dan membuangnya begitu saja. "Hei,"
"Tidak ada lagi. Siapa cepat dia dapat."
"Rasanya agak memalukan, tidak bisakah kita berdiri di bawah saja?"
"Serius deh, kau harus berhenti berhubungan dengan Kurumi, kau semakin terdengar persis dengannya."
"Seharusnya kau ajak dia saja."
"Yume Tachibana," Michiru menghampiri mereka. "Aku hampir menelpon dan menceramahimu karena kupikir kau tidak datang. Siapa yang menyangka kau datang bersama Kento Kuriyama."
"Selamat malam, Michiru-san."
Michiru melambaikan tangan lalu duduk di kursi di samping Yume. "Senpai, kursi itu milik orang lain."
"Oh, ups." Michiru mengambil kertas nama itu lalu melipat dan menyimpannya dalam saku. "Sekarang milikku."
Yume tersenyum, sepertinya sudah menjadi kebiasaan bagi orang-orang ini untuk tidak mengindahkan peraturan. Sebelum Yume mengatakan apapun, sepasang pembawa acara memasuki aula dan musik mulai terdengar.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Notice me, Sensei !
RomanceYume Tachibana, gadis polkadot yang jatuh cinta pada guru matematika. Yume gadis yang tertutup, selalu terlihat lelah dan tampak tidak menarik. Menjalani masa sekolah tanpa gairah anak muda, dia melanjutkan hidup seperti sebuah kewajiban hingga suat...