Yume telah membulatkan tekad sejak dia berada di dalam kereta tadi malam. Ia merasa sudah cukup terus menerus lari dari kenyataan, sudah saatnya menghadapi ketakutannya.
Teringat kembali betapa mungil tangan Jun, mata setengah terpejam yang benar-benar mirip Azusa. Betapa ajaib ketika melihat senyum Azusa yang begitu cerah, seorang yang pernah kehilangan bayinya sendiri, yang telah membenci segalanya di dunia.
Namun ketika pada akhirnya dia mememaafkan, ketika segala hal yang membelenggu wanita itu dalam keputusasaan dia tinggalkan, Jun hadir dalam hidupnya.
Yume bertanya-tanya, apa yang akan dia dapatkan jika dia mampu berbuat hal yang sama. Memutuskan benang yang melilit dirinya selama ini memang bukan hal mudah.
***
Lari. Rasanya Yume ingin segera melarikan diri. Kemanapun. Dimana saja asal bukan disini.
Jantungnya berdegup disetiap langkah, namun ada dorongan dalam hatinya agar tidak berhenti. Kakinya terus melangkah maju, tidak peduli seberapa besar degup jantungnya yang tak karuan, atau segemetar apa dia saat itu.
Yume menatap nanar ke depan dimana bayangannya di cermin balik menatapnya dengan lelah. Sambil memandangi dirinya sendiri, Yume berpikir hal gila apa yang membawanya ke tempat ini. Bukankah semua hal memang dimulai dari sebuah kegilaan? Beberapa pun berakhir dengan gila, pikir Yume.
Gadis itu menarik napas dalam-dalam, menyentuh kalung berharganya untuk beberapa detik seakan menyerap keberanian dari benda itu. Apa yang akan Sensei lakukan?
"Pertanyaan bodoh," Gumam Yume.
Yume tahu apa yang akan Kazuki lakukan. Sebagaimana ciri khas guru matematikanya itu, Kazuki akan selalu menyelesaikan suatu persoalan dengan cepat sehingga hal itu tidak berlama-lama membebaninya. Sama seperti saat Kazuki membantu angkatan Yume untuk melaksanakan penggalangan dana Christmas Party dahulu.
"Tachibana-san, anda sudah ditunggu." Seorang petugas memanggil Yume.
"Baiklah," Yume segera mengikuti si petugas dengan langkah kakinya yang panjang.
"Yume,"
Suara lembut itu memanggil.
"Ayah!" Yume kecil berlari kencang menuju ayahnya.
Dengan kedua tangan terbuka dia memeluk ayahnya erat. "Ayah, Yume sangat merindukanmu."
"Benarkah?"
Yume mengangguk. "Sungguh!"
"Tapi Yume kelihatan bersenang-senang tanpa ayah."
"Aku menemukan kumbang badak, Yah! Sangat besaaaaar sekali!"
"Benarkah? Lalu apa itu? Apakah Yume menangkap kumbang itu?"
"Salah! Ini sesuatu yang lain. Kupu-kupu!" Yume kecil mengangkat botol minumnya dan memperlihatkan beberapa kupu-kupu kecil yang terperangkap di dalamnya.
"Woooaah!! Bukankah Yume tidak menyukai kupu-kupu?"
Yume menggeleng. "Memang tidak suka. Tapi kupu-kupu ini cantik sekali kan?"
"Sangat cantik, seperti Yume-chan."
"Kutanggkap untuk ibu."
"Kalau begitu mari kita pulang dan kejutkan ibu di rumah."
"Ayo kita pulang ke rumah. Pulang, pulang, pulaaaang..."
Pulang...
Yume terdistraksi dari kenangan yang tak dia sangka masih dapat diingatnya. Ingatan yang begitu jelas itu membuatnya gelisah. Perasaan hangat yang sudah jauh ditinggalkan seakan ingin kembali, namun perasaan itu bukan miliknya lagi. Yume sadar sepenuhnya bahwa baik dia maupun ayah yang dulu, mereka telah lama mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Notice me, Sensei !
RomanceYume Tachibana, gadis polkadot yang jatuh cinta pada guru matematika. Yume gadis yang tertutup, selalu terlihat lelah dan tampak tidak menarik. Menjalani masa sekolah tanpa gairah anak muda, dia melanjutkan hidup seperti sebuah kewajiban hingga suat...