Aku hamil.
Aku, wanita tiga puluh tahun, seorang istri dari presdir perusahaan ternama, ibu dari seorang gadis yang jelita. Aku hamil. Ini akan jadi kabar yang begitu menyenangkan bagi seluruh keluarga.
Usia kandungan memasuki empat minggu, perutku mulai membesar walau tidak terlihat karena aku bukan wanita yang bertubuh langsing, bersamaan dengan usia kandungan yang semakin bertambah, keinginan untuk menggugurkannya juga semakin kuat.
Bagaimana aku harus mengatakannya? Hamil ditengah-tengah karir yang sedang menanjak, aku begitu buta dan terlena hingga kesalahan fatal ini bisa terjadi. Selama minggu pertama kehamilanku, satu-satunya hal yang kulakukan adalah mencoba untuk menggugurkan kandungan, aku tidak menginginkan ini.
Setiap perbuatan selalu ada resikonya. Bukankah anak yang baru tahu cara membaca dan menulis pun tahu akan hal itu? Aku tidak percaya aku hamil dengan orang itu. Bukan suamiku.
Ini sampah. Bagaimana bisa aku menganggap mahkluk ini sampah? Aku bersenang-senang, tidak, itu sebuah kesalahan, tapi aku melakukannya karena aku tidak bisa mendapatkannya dari rumahku bukan? Tapi aku selalu berhati-hati, jadi bagaimana bisa ini terjadi? Mungkin ini adalah karma. Hukuman langit untukku.
Aku melarikan diri ke luar negeri, menggunakan berbagai alasan untuk menghilang dari keluargaku. Tidak sulit untuk melakukannya, mertua dan saudara-saudari suamiku tidak perduli padaku, jadi aku melarikan diri. Pergi berlibur dengan beban berat diperutku, liburan apa yang menimbulkan mual dan memuakkan seperti itu?
Aku ingat, saat itu perutku membengkak besar, seperti segudang masalah yang akan pecah kapan saja jika disentuh. Aku kembali ke Jepang setelah membuat janji dengan dokter kandungan, bukan masalah besar untuk menyamar sebagai orang lain dan melakukan persalinan gelap. Aku sudah mempersiapkan segalanya. Aku akan melahirkan, membuang anak ini dan kembali ke rumah dimana keluargaku menunggu. Semua akan kembali seperti semula.
Tapi lihat yang aku lakukan? Aku pergi menemui orang itu. Aku datang membawa perutku dan meminta pertanggung jawaban, mungkin saat itu aku menjadi gila sesaat, tapi jawaban yang kuterima lebih memualkan. Orang itu mengiyakan, dia menginginkanku dan juga anak itu. Kupikir dia akan menolakku, jadi aku bisa mengutuknya seumur hidupku, tapi dia membawaku masuk ke rumahnya, menjamuku dan mengatakan bahwa dia akan menjagaku dan anak itu.
Aku pikir aku sudah cukup bodoh, hamil dengan laki-laki tak berduit atas nama cinta monyet. Tapi ternyata aku masih bisa lebih bodoh lagi. Saat aku melahirkan, aku tidak bisa berpikir akan apapun selain untuk membawa bayi itu keluar dari tubuhku, aku tidak bisa menyangkal bahwa aku ingin melihat seperti apa wajah keras kepalanya, aku ingin menggendongnya. Tangan kecil dan jemari halus yang merah itu meraihku, menggenggamku erat seakan berkata dia tidak akan melepaskanku. Jadi aku tinggal bersamanya alih-alih pulang ke rumahku.
Aku sudah berkali-kali jatuh cinta. Cinta kekanakan, cinta yang jahat dan nakal, cinta yang memabukkan, yang menyedihkan, semua orang yang pernah membuatku jatuh cinta sudah berlalu. Kupikir aku tidak bisa jatuh cinta lagi, tapi aku jatuh cinta lagi, bukan kepada orang itu, tapi kepada atmosfir hangat yang ada dalam rumah itu, bersama dia dan bayi dalam pelukanku, saat itu aku berpikir mungkin pada akhirnya aku menemukan keluarga yang selama ini kuimpikan, mungkin pada waktu yang tepat aku bisa membawa anak pertamaku dan kami bisa hidup bahagia selamanya.
Saat itulah aku terbangun dari mimpiku. Kecelakaan terjadi, anakku membutuhkanku. Aku punya dua anak. Dan hidupku seluruhnya kuserahkan untuk mereka berdua, namun saat itu, dengan rasa bersalah yang luar biasa, aku tidak bisa memilih namun harus meninggalkan salah satunya. Hanya untuk sementara, hanya untuk sebentar saja, kupikir demikian. Aku pikir aku akan pergi sebentar saja, aku hanya perlu menjemput putriku, aku akan kembali.
Aku pasti akan kembali. Tidak tahu berapa ribu kali aku mengulang janji itu dalam kepalaku, aku tidak pernah kembali. Sampai anak itu yang mendorong pintu dan masuk sendiri kembali kedalam ruang hidupku, dia datang sebagai gadis yang bukan milikku, tapi sungguh aku sangat menginginkan dia, tidak peduli jika aku hanya bisa mengatakan bahwa aku membiayai hidupnya secara diam-diam, aku bisa bergantung pada hal itu jika itu bisa membuatnya datang padaku.
Setelah makan malam awkward, mereka menghangatkan tubuh dengan menyisip anggur. Hanya alasan klise untuk menahan anak itu lebih lama di dekatku.
Aku sudah curiga hubungan Yume dengan Kazuki. Bagiku, itu bukan sesuatu yang cukup serius, baik dia dan Kazuki tidak punya hubungan darah, namun aku terganggu, fakta bahwa Kazuki pernah menjadi guru Yume, bukankah itu sedikit melanggar moral? "Aku tidak tahu kalau... hubungan kalian serius?" tanyaku.
Kazuki hanya tersenyum, sepertinya dia malu sekaligus merasa bersalah. Yume menatap lurus kearah gelas, ekspresinya tidak terbaca. Anak itu, bagaimana dia bisa berbeda sekali dengan Kanna?
"Karena memang banyak sekali hal yang tidak anda tahu."
Jawaban Yume membuatku terpukul. Sungguh, aku hanya menginginkan hidup yang mudah, aku ingin menangis dengan rasa bersalah yang meluap-luap dalam hatiku. Aku pernah ingin membunuhmu, tapi aku mencintaimu, karena bagaimanapun juga kau adalah kehidupan yang lahir dari hidupku. Tapi aku bukan bagian dari hidup Yume sejak hari aku pergi meninggalkannya. Satu-satunya hal yang kutinggalkan adalah namanya diatas kertas rumah yang kuhadiahkan untuk Yume dan orang itu. Jadi bagaimana aku pantas mendapat ampun darinya sekarang?
Aku tidak biasa lemah terhadap anggur, maupun minuman keras apapun, namun kali ini kepalaku terasa berat dan aku takut aku akan menangis didepan anak-anakku dan mengacaukan segalanya. Aku harus berbicara dengan mereka, aku harus meluruskan semuanya karena saat ini aku tidak mampu lagi menyembunyikan dosa-dosaku dari mereka.
Kazuki mengantar Yume pulang. Kupikir itu yang terbaik, aku tidak bisa menahan mereka lebih lama, tapi jelas aku sudah yakin bahwa Yume tahu tentang siapa sebenarnya aku untuknya. Aku ingin tahu bagaimana pendapatnya, apa yang dia pikirkan tentangku, apa aku bisa mendapatkan kesempatan kedua untuk merangkulnya, apa aku pantas menjadi ibunya lagi?
Malam itu, aku tertidur dalam genangan air mata penyesalanku. Aku memikirkan semua hal yang bisa dan tidak bisa kulakukan, aku memikirkan setiap langkah yang boleh kuambil untuk mendekati anakku tanpa menyakitinya, namun satu hal yang pasti, bahwa apapun yang kulakukan nanti itu tidak merubah fakta bahwa aku pernah meninggalkan Yume.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Notice me, Sensei !
RomanceYume Tachibana, gadis polkadot yang jatuh cinta pada guru matematika. Yume gadis yang tertutup, selalu terlihat lelah dan tampak tidak menarik. Menjalani masa sekolah tanpa gairah anak muda, dia melanjutkan hidup seperti sebuah kewajiban hingga suat...