(59) Senyum Palsu

121 18 6
                                    

Kurumi menggeser pintu pengawas lab bahasa dan keluar dari ruangan itu. Dia tersenyum malu-malu pada Yume yang duduk di antrian menunggu gilirannya. Kurumi langsung duduk di samping Yune dan menyandarkan kepalanya ke bahu sahabatnya itu.

"Haaa~ membicarakan masa depan itu menyeramkan," Ucap Kurumi.

Yume tertawa pelan. "Apa sesulit itu?"

"Tidak juga sih... Yoshida Sensei sangat mendukung pilihanku untuk menjadi mangaka, tapi tetap saja. Merencanakan masa depan sungguh menakutkan."

"Kenapa menakutkan?" Tanya Yume.

"Soalnya, bagiku masa depan sebaiknya dibiarkan datang tanpa perlu banyak perencanaan. Aku tidak ingin menaruh terlalu banyak harapan yang sia-sia, itu saja."

"Kurumi, aku rasa kau terlalu pesimis."

Kurumi tertawa. "Kata orang yang tingkat pesimisnya level 100!"

"Tachibana-san, giliranmu." Ketua kelas memanggil Yume.

Yume memasuki ruangan kecil dalam laboratorium bahasa. Yoshida Sensei duduk di sofa dan mempersilahkan Yume menempati sofa di depannya.

Bimbingan karir dilakukan 2 kali selama 3 tahun. Pertama saat pembagian jurusan dikelas dua, dan yang kedua adalah saat kelas tiga sebelum ujian akhir nasional. Kuisioner karir yang diisi para siswa akan mereka diskusikan bersama guru pembimbing yang telah menilai jejak prestasi selama tiga tahun disekolah itu.

Konsultasi itu tidak berlangsung lama bagi Yume. Karena seminggu sebelumnya, dia telah memutuskan apa yang dia inginkan dan telah memantapkan hati untuk melakukannya.

"Jadi begitu, ya.." Yoshida Sensei tersenyum lembut pada Yume.

Yume membungkuk berterima kasih sebelum keluar. "Saya permisi," Ucapnya.

"Tunggu, Tachibana," Kata Yoshida Sensei.

"Bagaimana dengan seleksi beasiswa fakultas matematika yang kau ikuti itu?" Tanya Yoshida Sensei.

***

Yume mengikat tali sepatunya dengan kencang. Matahari sudah terbenam dua jam yang lalu, saatnya dia berangkat. Azusa menyeduh air panas dalam cup mie instan dan menutupnya, membiarkannya selama beberapa saat sebelum mengaduk isinya untuk segera dinikmati.

"Hei," Panggil Azusa.

"Kau akan bekerja lagi malam ini?" Tanya Azusa.

Yume menatap wanita itu dan mengangguk. "Aku tidak akan pulang terlalu larut."

"Begitu, ya. Kau pun sudah membuat pilihanmu sendiri..." Ada jeda panjang sebelum Azusa kembali bersuara. "Aku juga."

"Sudah kuputuskan. Aku akan menceraikan ayahmu."

Yume terkejut. Kedua mata mungilnya membesar kaget untuk beberapa detik, kemudian matanya melembut saat kedua pipinya merona sambil perlahan sudut-sudut bibirnya terangkat.

"Ka-kau... tersenyum?" Azusa terkejut.

Yume mengangguk lagi. "Itu artinya, lamaran Kakeru-san telah diterima."

"Ya. Besok dia akan menjemputku untuk menemui orang tuanya. Lalu lusa..." Azusa menatap cup mie instan yang mengeluarkan asap karena dia tidak sanggup menatap Yume.

"Aku akan pindah ke tempat Kakeru," Katanya.

Azusa masih menatap kepulan asap samar itu saat tiba-tiba Yume membungkuk kepadanya. "Terima kasih atas semua yang telah kau lakukan padaku selama ini."

Notice me, Sensei !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang