(14) Dibalik Nilai Merah

224 33 0
                                    

Sejak kepala sekolah memutuskan untuk mengeluarkan Yamashita dari sekolah ini, murid-murid perempuan yang tadinya sering berulah sekarang tidak lagi menunjukkan batang hidungnya. Skandal itu menyebar dengan sangat cepat.

"Yamashita yang itu?"

"Aku juga sudah sering melihatnya menggoda Takka Sensei."

"Menjijikan."

"Sudah dengar apa yang dia lakukan saat karyawisata?"

"Mencoba menjebak Takka Sensei?!!"

"Keterlaluan."

Seisi sekolah membicarakannya. Baik para murid maupun guru. Bersamaan dengan skandal itu berita tentang hubunganku dengan Iida Sensei pun ikut tersebar. Bahkan saat di ruang guru, beberapa rekan guru mengucapkan selamat kepadaku atau kepada Iida atas hubungan kami.

Hari ini, aku selaku mantan wali kelas Yamashita bertemu dengan Yamashita dan kedua orangtuanya. Saat pertemuan itu selesai, kepala sekolah memintaku dan Yamashita keluar sementara beliau berbicara dengan orangtua dari Yamashita.

Ruang kepala sekolah ada di lantai empat gedung tertutup yang terpisah dari gedung kelas, auditorium dan gedung olahraga in door. Seluruh lantai itu adalah fasilitas untuk kepala sekolah. Ketika keluar dari lift kita akan disambut sekretarisnya, diruangan berdinding kaca tembus pandang adalah ruang rapat guru, dibelakangnya ada ruangan wakil kepala dan staf dibawahnya. Disisi lain ruangan kepala sekolah terletak dibagian kanan. Untuk masuk ke sana kita harus memasuki pintu ruang tamu dan menunggu disitu sampai sekretaris keluar dari ruangan kepala sekolah baru bisa dipersilahkan masuk.

Jadi aku dan Yamashita keluar ke ruang tamu itu dan duduk di sofa saling berhadapan. Iida masuk dan duduk bersama kami. Saat aku bertanya apa yang dia lakukan, dia berbisik padaku bahwa dia harus ada bersama kami karena dia tidak tahu apa yang bisa Yamashita lakukan saat kami sendirian tanpa ada yang mengawasi.

"Hm." Yamashita menyeringai.

Aku dan Iida memandangnya heran. "Apa ada yang lucu, Yamashita?" Tanya Iida.

"Lucu?" Yamashita menatapku dan Iida bergantian. "Ini konyol! Aku sudah mendengarnya. Gosip itu. Tentang kalian berdua yang berkencan dan sudah bertunangan."

"Oh, jadi kau sudah mendengarnya." Iida berkata datar.

Yamashita menatapku. Ada tatapan terluka dimatanya. "Omong kosong. Aku tahu yang sesungguhnya, Takka Sensei."

"Itu tidak mengubah apapun." Kataku dengan tenang. Sungguh aneh, sejak kejadian saat karyawisata, aku sama sekali tidak membenci Yamashita. Padahal apa yang dia lakukan bisa saja menghancurkan kehidupanku. Tapi walaupun mengingatnya berulang kali, aku tidak dapat membencinya.

Sekarang saat duduk berhadapan dengannya, melihat wajahnya yang marah dan benci padaku. Aku semakin merasa kasihan. Tapi di dalam hati, aku merasakan sakit juga. Sejak awal aku bisa menduga hal semacam ini akan terjadi. Tapi aku gagal mencegahnya. Aku tidak berhasil menjadi wali kelas yang baik untuk Yamashita.

Yamashita tertawa pendek. "Takka Sensei. Mereka bisa saja tertipu dengan omong kosong itu. Tapi aku tidak akan percaya. Karena aku tahu perasaan Takka Sensei yang sesungguhnya."

"Yamashita, aku selalu bilang bahwa aku tidak memiliki perasaan apapun padamu,-"

"Yume Tachibana."

Aku terdiam saat nama itu disebut olehnya. Yamashita tersenyum saat melihatku terdiam. Iida Sensei menatapku dan Yamashita bergantian, bingung apa yang dia maksud dengan membawa-bawa Tachibana. Aku sendiri pun tidak mengerti kenapa saat ini nama Tachibana diseret ke tempat ini. Gadis itu tidak ada hubungannya dengan masalah yang sedang kami coba selesaikan.

Notice me, Sensei !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang