(81) Dua Sisi Kazuki

56 9 7
                                    

Yume dengan kepala berat dipenuhi pikiran dan ketidakpercayaan atas apa yang didengarnya, berjalan keluar kantor. Mobil Kazuki terlihat mendekat, tiba-tiba Yume merasa tubuhnya maju lebih cepat dan tiba-tiba sudah berada diatas aspal. Yume refleks melindungi kepalanya, ban mobil berdecit saat Kazuki menginjak rem secara mendadak. Bunyi tabrakan itu cukup memekakan telinga. Yume terjatuh, Kazuki langsung berlari keluar dengan cemas.

"Yume!"

"Aku baik-baik saja, Sensei." Yume segera berdiri.

"Kau yakin?" Kazuki membantunya, mencari-cari dimana gadis itu bisa terluka.

"Ya, tidak apa-apa," kata Yume sambil menepuk-nepuk celananya.

Kazuki menatap orang-orang yang terkejut tapi berangsur-angsur pergi meninggalkan mereka. Dia yakin dia tidak salah melihat ada orang yang mendorong Yume. "Ayo kuantar kau kembali ke dalam, mungkin saja ada luka yang tidak terlihat."

Luka yang tidak terlihat, ya. Dada Yume nyeri, tetapi bukan akibat ditabrak,

"Sensei," panggil Yume. "Aku tidak ingin berada disini."

Kazuki ingin bersikeras membawanya kembali ke dalam gedung kantor, namun melihat ketakutan dan kebingungan yang tidak seperti Yume sama sekali, Kazuki akhirnya menyerah dan menurutinya.

"Baiklah, aku tahu apotik terdekat dari sini."

Tanpa perlu mendengar jawaban Yume, Kazuki langsung membopongnya ke dalam mobil. Walau terlihat seperti dia hanya fokus kepada Yume, tapi matanya secara teliti mencari orang yang mendorong Yume.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Kazuki.

"Aku hanya sedikit terkejut."

***

Yume duduk mendunduk, nenatap kakinya yang terluka, Kazuki keluar dari apotik dan ditangannya terdapat plester dan obat merah. Berjongkok di depan Yume, Kazuki tidak membiarkan gadis itu menghentikannya.

"Aku saja. Oke?" Kazuki meraih kaki kecil Yume mendekat.

Dia membersihkan luka kecil itu dengan air dingin, mengelap kaki Yume dengan tisu antiseptik dan memoles obat merah ke permukaan kulitnya yang terluka. Saat Yume mengernyit perih Kazuki meniup luka kakinya dengan perlahan.

Kazuki menoleh keatas, wajah Yume terlihat sangat tidak tenang. "Bolehkah aku menanyakan sesuatu?" kata Kazuki sambil menempelkan plester pada luka Yume.

"Apa ada masalah pada pekerjaanmu?" tanya Kazuki.

Yume mengalihkan pandangan dari Kazuki, menatap kakinya yang terlihat mungil diatas telapak tangan pria itu. "Tidak ada apa-apa, Sensei."

"Benarkah?"

Yume masih tidak ingin menatap Kazuki, dia menggeleng sebagai jawabannya. Kazuki tahu ada yang Yume sembunyikan, apapun itu dia ingin tahu, dia merasa punya kewajiban untuk melindungi gadisnya apalagi saat dengan jelas dia melihat Yume hampir celaka tepat didepan matanya.

"Yume," Kazuki menyentuh pipi Yume agar gadis itu menatap langsung padanya. "Aku harus tahu, apa yang membuatmu sampai didorong ke tengah jalan seperti tadi? Apa yang tidak kuketahui?"

Saat itu ponsel Yume bergetar dalam saku celananya. Dua pesan yang datang bersamaan, pesan Michiru yang mengingatkan Yume tentang makan malam bersama Presdir dan pesan berisi undangan langsung dari Presdir Crown Mori, atau yang saat ini masih tidak bisa Yume percayai sebagai ibu kandungnya.

"Sensei, aku lapar."

Kazuki tidak ingin Yume mengalihkan penbicaraan untuk menghindari pertanyaannya, namun Yume menyentuh lengan Kazuki dan cahaya matanya telah kembali. Seakan-akan Yume telah melupakan luka dikakinya atau serangan orang asing di trotoar tadi.

"Baiklah, mau makan dimana malam ini?"

Yume tersenyum, "Di rumah Sachou."

***

Walau berkendara menuju rumah Presiden Direktur Crown Mori, tapi Kazuki tidak yakin itu adalah ide bagus. Pertama, dia merasa ada yang janggal saat Yume tersenyum padanya. Kedua, Kazuki tidak ingin Yume memaksakan diri menghadiri makan malam formal dan kaku yang akan membosankan dengan kondisi kakinya yang terluka.

Dan ketiga, seharian ini Kazuki memang menyibukkan diri agar dia tidak direpotkan Kanna Mori di hari ulang tahun gadis itu seperti yang terjadi dalam lima tahun terakhir hidupnya di luar negeri.

"Kau tahu kan Mori-san tidak akan memaksa jika dia tahu kau terluka." kata Kazuki.

"Aku tidak ingin dikira tidak sopan, Sensei. Kata Michiru Senpai seharian ini Sachou mencariku, mungkin dia ingin membahas pekerjaan penting."

Sebelah alih Kazuki naik. "Dia mencarimu seharian ini? Bukannya seharian ini kau ada di kantormu?"

Yume tidak menjawab. Jika Kazuki belum tahu tentang video itu, artinya mungkin video itu masih bisa dihapus, walau mustahil menghilangkan jejaknya sekali tersebar di dunia maya, dunia tanpa rahasia.

Mereka semakin mendekati perumahan mewah tempat Kanna Mori dan ibunya tinggal. Kazuki membelokkan setir tapi berhenti tepat sebelum mobil masuk ke gerbang rumah raksasa di depan mereka.

"Ada apa, Sensei? Bukan ini rumahnya?"

Kazuki membuang muka, menghindari tatapan Yume dia berkata, "Aku tidak ingin berpikir sejauh ini, tapi jika ada rahasia yang tidak aku tahu, aku hanya berharap kau tidak membaginya dengan pria lain."

Yume terkejut dan hampir tertawa. Adalah hal yang paling langka, pertama kalinya Kazuki yang dewasa dan tenang bisa terdengar merajuk dan cemburu saat ini. "Jangan tertawa, aku serius."

"Kalau begitu, maaf aku mengecewakanmu."

"Hah? Tunggu, apa maksudnya itu?"

"Sensei, bukankah rumah Sachou besar sekali? Lihat, Sachou dan Kanna-san sudah menyambut kita."

***

Terima kasih sudah setia membaca cerita Notice Me, Sensei !
Kira-kira apa yang akan Yume lakukan setelah ini? Sekuy langsung aja tekan tombol ☆Star☆ biar aku semakin semangat nulis.

Notice me, Sensei !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang