Apapun yang terjadi sebelum ini tidak lagi terpikir dalam benakku. Apa yang sesungguhnya terjadi bukanlah masalah bagiku. Semua itu tidak penting. Waktu seakan berhenti tepat saat itu. Satu-satunya hal yang kulihat saat itulah yang menjadi perhatian terbesarku.
Kudorong pria itu menjauh dari Tachibana, menghantamnya dengan pukulan-pukulan telak. Mengabaikan rasa perih yang juga bertambah seiring pukulanku menyentuh wajahnya.
Entah apa yang dikatakan pria itu, pembelaan mungkin, atau juga makian, sumpah serapah dan pukulan balasan yang tak seberapa. Segalanya melebur tidak jelas. Satu-satunya hal yang jelas bagiku hanya pikiranku yang seakan kosong dan hanya terdengar gema dingin dalam lorong-lorong sepi pikiranku, akan kuhabisi orang ini.
Aku tidak ingat lagi apa yang terjadi setelahnya. Bunyi sirine ambulans, lampu-lampu merah berkelip mobil polisi, kegaduhan tetangga, semuanya berlalu bagai adegan dalam sebuah film yang diputar tanpa suara. Segalanya lewat bagai bagian-bagian tidak berarti dari keseluruhan adegan kehidupan.
"Anda keluarganya?"
Baru pikiranku kembali jernih ketika melihat Tachibana duduk di pintu belakang ambulans sambil dibantu oleh petugas kesehatan untuk mengganti perban di kepalanya.
"Tachibana!" Aku menghampirinya sesegera mungkin.
"Sensei-" Tachibana duduk dengan kepala bersandar di bahu petugas ambulans. Matanya terpejam perlahan-lahan.
"Maaf, anda harus menjawab beberapa pertanyaan disini dulu, pak."
Salah seorang petugas kepolisian menghampiriku. Beberapa pertanyaan ditanyakannya padaku dan juga Tachibana. Dari situlah aku tahu bahwa pria yang mencekik dan hampir membunuh Tachibana adalah ayahnya sendiri.
"Tolong biarkan dia beristirahat." Kata petugas yang menjaga Tachibana.
"Apa anda adalah keluarganya?" Polisi itu bertanya padaku.
Aku mengangguk saja. Ingin semua formalitas ini segera berakhir, belum lagi kami sudah terlalu lama menjadi pusat perhatian. Orang-orang menonton, berkerumun dan saling menunjuk kearahku.
"Apa yang akan terjadi padanya?" Tanyaku.
Petugas yang mengamankan ayah Tachibana mengangguk. "Dia akan kami tahan. Dia adalah salah satu buronan yang sudah dicari sejak lama."
"Buronan?"
"Cabang kepolisian di kota A sedang gencar mencarinya. Dia adalah salah satu pengedar narkoba yang identitasnya baru diketahui sebulan yang lalu."
"Dan sepertinya dia juga turut mengkonsumsi narkoba." Timpal polisi lainnya.
Aku menatap siluet ayah Tachibana di dalam mobil patroli, lalu kulihat Tachibana sudah tidur dipundak petugas yang menjaganya. Beruntung aku datang diwaktu yang tepat, kalau tidak Tachibana bisa tidak dapat diselamatkan lagi.
"Bagaimana kondisinya?" Tanyaku.
Petugas wanita yang menjaganya mengangguk. "Dia perlu perawatan, tapi kondisinya baik."
"Apa kalian akan membawanya ke rumah sakit?"
"Sampai orang tuanya datang, sebaiknya dia ikut ke rumah sakit."
"Baiklah-"
"Sensei..." Tachibana tiba-tiba menggenggam tanganku.
Dengan mata setengah terbuka dia menatapku. "Ada apa?" Aku mendekatkan telinga padanya.
Dengan suara halus Tachibana berkata, "Jangan tingkalkan aku."
"Sayang, kau harus dirawat dirumah sakit." Kata petugas wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Notice me, Sensei !
RomantikYume Tachibana, gadis polkadot yang jatuh cinta pada guru matematika. Yume gadis yang tertutup, selalu terlihat lelah dan tampak tidak menarik. Menjalani masa sekolah tanpa gairah anak muda, dia melanjutkan hidup seperti sebuah kewajiban hingga suat...