(15) Kelas Tambahan

218 36 2
                                    

"Yume Tachibana." Suara Choko Yamashita mengisyaratkan suatu kekejian. Dia menyeringai.

"Kau pikir kenapa aku melanjutkan perbuatanku pada Tachibana?? Karena aku ingin mendapatkan perhatian dari guru matematikaku! Aku ingin dipuji olehmu!! Aku ingin kau hanya melihatku!"

"Aku yang selalu berusaha!! Aku!! Seharusnya aku yang kau perhatikan!! Nilaiku bagus! Aku cantik! Kaya!! Apa kurangku?!!"

"Kenapa bukan aku??? Kenapa dia??!!" Teriak Yamashita.

"Aku perlu jawabannya!! Kenapa Sensei menyukai dia!!!"

Menyukai dia? Aku?

Setelah kejadian itu, baik aku, Iida maupun kepala sekolah kembali melakukan aktivitas seperti biasa seakan tidak ada sesuatu yang terjadi. Kami tidak melupakannya. Kami tidak bisa. Kami hanya menjalani aktivitas seperti biasa, menjadi lebih sibuk dari yang biasa, supaya kenangan hari itu bisa terlupakan.

Tapi hari ini, diatap ini, kata-kata Yamashita terdengar lagi ditelingaku. Bagai film lawas yang diputar ulang dilayar lebar, peristiwa itu terpampang jelas. Asap rokok yang tertiup angin kencang di atap membuyarkan gambaran itu. Ya. Semua sudah berlalu. Setidaknya untuk saat ini.

Seperti asap rokok ini. Angin membawanya terbang, lalu menghilang dengan sendirinya. Rumor tentang Choko Yamashita hampir gila karena cemburu Kazuki Takahashi bertunangan dengan Aiko Iida menyebar disekolah. Lalu diam-diam reda dengan sendirinya.

"Kenapa Sensei menyukai dia!!!"

Dia. Bagi kepala sekolah, bagi kedua orang tua Yamashita, dan bagi setiap staf yang mencuri dengar peristiwa itu, dia adalah Aiko Iida, guru bahasa inggris sekaligus 'tunangan'ku. Tapi aku dan Iida tahu siapa dia yang dimaksud Yamashita hari itu.

Dia, bagiku dan Iida, adalah murid kelas 2-D. Yang selalu memakai kaos kaki bolong-bolong. Yang selalu terlihat lelah. Dan yang tidak tahu sudah dicurangi selama ini.

Setelah puas merokok di atap, aku kembali dan langsung menuju kelas 2-D. Seperti yang aku duga, Yume Tachibana ada disana. Duduk di kursinya sambil memandangi lapangan diluar dengan tenang sembari menunggu kelas tambahan dimulai. Sudah empat hari sejak libur musim panas dan kelas tambahan dibuka untuk mereka yang nilainya jelek. Setiap hari Tachibana tidak pernah absen. Selalu datang lebih awal dari yang seharusnya. Hari ini dua jam lebih cepat.

"Tachibana." Aku menghampirinya.

Dia menoleh saja. Tidak terkejut, tidak terusik. "Takahashi Sensei."

Tachibana belum tahu tentang perbuatan Choko Yamashita padanya, namun Iida berpendapat bahwa Tachibana harus tahu semua kebenarannya. Aku pun berpikir demikian. Bukan karena aku ingin Tachibana membenci atau menyimpan dendam kepada Yamashita, tapi aku tidak ingin Tachibana mengira bahwa usahanya belajar keras selama ini tidak membuahkan hasil. Aku tidak ingin dia menderita karena menerima kegagalan yang bukan miliknya.

"Boleh aku duduk disini?" Tanyaku sambil menunjuk kursi disampingnya.

"Aku tidak tahu, Sensei. Itu bukan tempatku," Ucap Tachibana.

Aku terkekeh. "Ya, ya. Tapi karena pemilik tempat ini sedang berlibur-ria di luar sana, jadi kita anggap saja bisa, oke?!"

Tachibana mengangguk. Aku duduk disana lalu menatap lapangan yang diperhatikan Tachibana. Klub baseball sibuk berlatih, di luar garis lapangan ada klub lari yang berlutar-putar dalam lintasan oval lapangan.

"Ada gebetanmu disitu ya, Tachibana?" Tanyaku.

Tachibana menggeleng. "Oh, syukurkah." Tanpa sadar kata-kata itu keluar sendiri dari mulutku.

Notice me, Sensei !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang