Yume tertawa mendengar guyonan Presdir Mori yang saat itu sedang berbicara diatas panggung yang dia lihat dari lantai dua. Dari tempatnya duduk, Yume bisa melihat bahwa orang-orang sangat mengagumi presdir Crown Mori itu.
Gelas anggur diantar ke tangan masing-masing tamu. Michiru berdiri bersama-sama dengan Presdir Mori, Shachou mengangkat gelasnya dan memandu mereka bersulang untuk kesuksesan peragaan busana Michiru.
"KANPAI*!!"
"Kanpai!" Yume, Kento saling menabrakkan gelas sebelum meneguk isinya.
Saat Shachou kembali bicara dia memanggil Kento untuk bergabung bersamanya. Tentu saja, Kento adalah pusat perhatian semua orang di perusahaan itu sejak kemunculannya kemarin. "Ayo," Kento menyodorkan tangannya kearah Yume.
"Apa?"
"Kau juga harus ikut denganku."
"Apa?! Tidak, tidak, aku disini saja."
"Hei, jangan buat aku memanggil namamu dari atas panggung."
"Tapi kan hanya kamu yang dipanggil."
"Ayolah, jangan buat Shachou menunggu, kasian tuh dia malu."
Akhirnya Yume berdiri, Kento mengaitkan lengan gadis itu di lengannya dan berjalan turun ke bawah. Yume sesekali tersenyum namun lebih banyak menunduk, beruntung tema acara itu sangat trendi dan lebih banyak menampilkan warna neon daripada tipe glamor sehingga pencahayaan pun tidak terlalu terang.
Saat tiba di tangga panggung Yume otomatis melepaskan gandengannya. Kento berhenti dan bertanya apa dia baik-baik saja. Yume merasa dia akan lebih malu kalau berdiri disana, dia bersikeras menunggu di samping panggung.
"Pergilah," Kata Yume sambil mendorong Kento.
***
Tepuk tangan riuh terdengar saat Kento bercakap-cakap dengan Shachou dan Michiru. Beberapa tamu memotret dengan ponsel dan antusias melihat Kento diatas panggung. Yume tahu bahwa Kento telah sukses menjadi model dan aktor yang dicintai masyarakat, tapi dia tidak tahu bahwa Kento juga sangat populer di kalangan selebriti.
Sekali lagi pelayan membagikan gelas baru yang berisi anggur seusai aba-aba Michiru, Shachou mengangkat gelasnya untuk bersulang namun kali ini mereka bukan hanya bersulang untuk Kento tapi juga untuk anak gadisnya yang baru saja tiba.
Gelas-gelas berdenting, Shachou melihat Yume dan tersenyum kepadanya sebelum mengangkat gelasnya dan mereka minum.
Suasana yang hangat atau karena efek minuman, Yume bisa merasakan senyum merekah dipipinya. Dia melayangkan pandangan mengikuti tatapan Shachou kearah putrinya. Gadis itu terkenal cantik, Yume pernah bertemu dengannya dan dia memang sangat cantik, tapi malam itu dia lebih dari cantik.
Seperti yang dikatakan Shachou, perusahaan berniat untuk mulai memproduksi kembali parfum, ide itu datang dari Kanna Mori yang belakangan aktif mengikuti pertemuan-pertemuan penting perusahaan. Ambisi Kanna akhirnya bisa diwujudnyatakan sebentar lagi, dia sendiri yang menginginkan Yume bekerja pada timnya. Karena itu Yume berpikir setidaknya dia harus menyapa calon atasannya.
Di bagian panggung Dj di lantai dua, musik mengencang, lampu-lampu berubah ungu dan biru. Yume melihat Kanna Mori tertawa dan menikmati pesta, sangat cocok berada di tempat itu, sangat alami seakan dia terlahir untuk menghadiri pesta-pesta ini. Yume bergerak menghampirinya.
"Kau tidak minum bukan?"
"Sekali saja, ini acara ibuku. Biarkan aku minum sedikit saja."
Suara mereka cukup terdengar karena mereka berbicara melawan volume musik yang memekakan telinga. Getaran bass kian terasa dibalik alas sepatu heels yang Yume kenakan. Benar pikirnya, semuanya keren dan modern, orang-orang berpakaian modis dan pembicaraan bisnis, dia tidak cocok untuk tempat seperti ini.
"Terserah sajalah,"
"Hei kau mau kemana?"
"Merokok di luar."
"Disini saja lah,"
Yume berhenti, tidak ingin mengganggu Kanna dengan pasangannya. Sementara itu Kento mencari-cari Yume di tengah kerumunan. Musik semakin kencang. Yume terperangkap di tempatnya, bermandikan cahaya lampu yang berputar-putar membuatnya kembali mual.
"Hei!"
"M-maaf, maaf," Yume tidak sengaja menginjak sepatu orang lain.
"Apa-apaan!"
"Maaf!" Yume menabrak orang yang lainnya. Dia membuat sedikit kekacauan disitu. Yume mencari-cari Kento, dia melupakan tas dan handphone di lantai dua, sehingga ia tidak bisa menghubunginya.
"Akh!" Lagi-lagi Yume menabrak orang lain.
Yume berbalik hendak mengucapkan maaf, tapi dia terdiam ketika melihat Kazuki berdiri tepat disana. Yume membeku dan tidak bisa memproses pikirannya, tapi disaat kepalanya tidak berfungsi sebagaimana semestinya, hati Yume mendorong dirinya untuk bersuara.
"Takahashi Sensei?"
Apakah dia mengucapkannya? Atau apakah itu hanya suara yang berada dalam kepalaku? Tidak ada yang tahu, pikir Kazuki.
Mereka sama-sama terkejut. Musik yang begitu kencang seakan hilang. Kerumunan yang sesak disekitar mereka lenyap. Hanya ada mereka berdua, berdiri saling berhadapan. Kenangan bau musim semi dan kelopak merah muda bunga sakura mulai berjatuhan di sekitar mereka.
"Sensei..."
Berapa tahun lamanya Yume tidak pernah mengucapkan kata itu? Berapa tahun lamanya Kazuki tidak pernah lagi mendengar kata itu? Bertahun-tahun silam terasa seperti kemarin. Mereka ingin tersenyum dan menggapai satu sama lain untuk memastikan bahwa mereka nyata dan bukan bayangan nostalgia.
"Bisa kita pergi saja sekarang?! Tiba-tiba tempat ini jadi memukkan!" Kanna Mori terlihat sangat gusar.
Kanna menarik lengan Kazuki dan menempel padanya saat merasa Yume memandangi Kazuki terlalu lama dari yang seharusnya. Dia seakan berkata bahwa Kazuki bersama dengannya, Kanna tersenyum dan menarik Kazuki pergi.
"Aku akan menyusulmu sebentar lagi."
Kanna heran saat Kazuki bergeming dari tempatnya. Dengan kesal dia melepas genggamannya. "Baiklah, jangan lama ya."
Sekarang Yume yakin bahwa Kazuki nyata. Bukan hanya dia yang melihatnya, Kanna bahkan mengguncang lengan Kazuki. Senyata itulah dia, pria yang sangat dirindukan Yume.
"Yume! Hei!" Kento akhirnya bisa melihat Yume. Dia berusaha menggapai Yume sesaat sebelum seorang wanita menabraknya.
"Kau baik-baik saja?"
***
Kanpai : tradisi di Jepang saat bersulang
KAMU SEDANG MEMBACA
Notice me, Sensei !
RomanceYume Tachibana, gadis polkadot yang jatuh cinta pada guru matematika. Yume gadis yang tertutup, selalu terlihat lelah dan tampak tidak menarik. Menjalani masa sekolah tanpa gairah anak muda, dia melanjutkan hidup seperti sebuah kewajiban hingga suat...