[Song Series][Completed]
Ava, seorang layouter majalah, tidak pernah sesial ini dalam hidupnya; kekasihnya setuju dijodohkan dengan wanita lain, dan dia juga harus kehilangan pekerjaan di saat yang bersamaan.
Orang bilang, di balik kesialan, akan di...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🎶 "Pernahkah kau dipaksa untuk mengakhiri makanmu padahal belum kenyang?" -Claudia 🎶
"Nate, aku sedang dalam masalah besar."
Nate baru selesai mandi, dia berjalan menghampiriku di ruang tengah sambil mengetikkan sesuatu di ponselnya. Handuk terkalung di leher dan salah satu ujungnya dia pakai untuk mengusap rambut yang masih basah. Aku bergidik membayangkan kalau aku yang mandi, aku akan kedinginan.
Sejak diantar pulang oleh Alby, aku tidak melakukan apa pun selain menonton film dan membungkus tubuh dengan selimut tebal. Bahkan hanya mengganti baju tanpa mandi—tetapi aku masih mencuci tangan, kaki, dan wajahku. Mengenakan baju yang basah terlalu lama membuatku berakhir menggigil. Aku tahu maksudnya baik, untuk berteduh, tetapi percuma saja karena kami sudah sama-sama basah kuyup. Alby membuang-buang waktu cukup lama saat di phone box. Dia seperti berusaha membunuhku pelan-pelan.
"Jangan katakan kalau ini tentang Alby?"
Tebakan Nate benar dan aku membenarkan dengan kedua alis yang bergerak naik. Mulutku sedang sibuk meniupi cokelat panas yang tak kunjung terlepas dari tanganku. Cara paling ampuh untuk menghangatkan tangan adalah menggenggam sesuatu yang hangat, kurasa.
"Apa dia melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan?"
Keningku spontan berkerut karena caranya merespons. Dia seperti seorang ayah yang bersiap ingin memberi pelajaran pada siapa pun yang mengganggu putrinya, dan lupa kalau orang itu bisa melakukan sesuatu untuk menghancurkan hidupnya.
"Kenapa? Kau mau dipecat?"
"Aku hanya bertanya. Memangnya aku tampak seperti ingin menghancurkan tulang-tulangnya?"
"Saat kau mengatakannya, ya, benar."
Nate hanya berdecih dan meraih remote dari pangkuanku. Tumben sekali dia tidak bermain game hari ini. Namun, aku tidak menyinggungnya, itu bisa dianggapnya sebagai suruhan untuk bermain. Dan aku sedang tidak ingin diabaikannya saat ini.
"Kau bisa hentikan sandiwaranya kalau merasa tidak nyaman." Nate melirikku sebentar sebelum kembali pada TV. Jempolnya tak berhenti menekan tombol di remote, mencari-cari siaran yang menurutnya layak ditonton.
"Lalu? Kita berutang padanya?" Aku bahkan benci mengatakannya. Nominal utang Dad tidak akan terbayar hanya dengan waktu setahun. Kalau dibandingkan dengan menjadi kekasih palsunya, setahun menghabiskan waktu dengannya dan takada beban untuk mencicil membayar utang, terdengar lebih baik.
"Tinggal membayar saja, 'kan? Apa susahnya?"
"Memangnya dia bersedia kita bayar cicil?" Aku sudah skeptis meski itu baru kupertanyakan.
"Pikirkan saja, Ava, dia bersedia mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk mantan kekasihnya. Dia pasti tidak akan memikirkan berapa banyak uang yang tersisa di kantongnya."