67 - Hesitate

815 93 10
                                    

Sekarang aku ingat. Benar-benar baru ingat siapa pria yang bertabrakan denganku dua hari lalu. Hari ini aku melihatnya lagi, dia baru saja melewati ruanganku ketika aku tidak sengaja melihat ke luar pintu. Ada keributan kecil di sana dan berhasil menarik perhatian orang-orang di ruangan kami. Dari gerak-geriknya, kurasa dia juga baru bertabrakan dengan seseorang. Pria itu kebanyakan menunduk atau apa?

Dane. Pria itu adalah pria yang waktu itu menulis utas tentang skandal Alby dan Claudia. Benar kalau dia adalah pegawai di perusahaan ini. Dan, ya, kurasa Alby cukup baik tidak meneruskan kasus itu ke jalur hukum. Maksudku, dia masih berkeliaran di kantor, padahal sudah mencemarkan nama baik orang lain.

"Hei, Ava. Desainmu mendapat respons bagus dari para reviewer." Suara Lauren terpaksa membuatku mengalihkan perhatian. Dia memutar tabletnya agar bisa kulihat.

"Terima kasih. Aku belum sempat memeriksanya langsung. Terkadang aku merasa masih banyak kekurangan dari hasil pekerjaanku."

Lauren turut tersenyum dan mendaratkan tangannya di lenganku. "Terkadang kita memasang standar yang terlalu tinggi untuk karya kita sendiri. Tapi sesekali cobalah mengapresiasi karyamu. Troy tidak salah merekrutmu." Dia menepuk lenganku dua kali dan kembali ke posisi awalnya, menghadap komputer.

Aku jadi penasaran tentang pria itu. Kemarin dia memasuki ruangan Matthew. Pikiranku mulai menduga-duga hal buruk, apalagi setelah Troy bilang kalau tidak sembarang orang bisa masuk ke ruangannya.

Aku tahu ini bukan urusanku, tetapi orang-orang membuatku penasaran. Pertama, aku tidak tahu apakah Alby sudah menemukan siapa sebenarnya yang membuat Dane melakukan itu. Alby tidak lagi membicarakannya sampai aku menyimpulkan dia sudah tahu pelakunya. Kedua, Jeff selalu menyebutnya dengan 'orang itu' jika membicarakan si pelaku, padahal dia tidak langsung terlibat skandal tersebut. Kalau untuk Claudia, rasanya sulit dipercaya. Selain itu, Jeff juga belum menceritakan detail dari informasi yang dia dapat.

Sekali lagi, kenapa aku harus pusing memikirkannya?

"Ava." Lauren memanggilku lagi. "Pulang nanti kami mau mampir ke Starbucks, kau mau bergabung? Sudah beberapa minggu kau bekerja di sini, tetapi belum pernah ikut keluar bersama kami."

Aku berusaha mengingat rencana apa yang akan kulakukan hari ini bersama Alby--tentunya melalui media komunikasi, dan setelah yakin tidak ada yang rencana apa-apa, aku mengangguk.

"Boleh, terima kasih sudah mengundangku."

Kurasa itu akan jadi salah satu cara untuk menyingkirkan masalah orang lain berkeliaran di kepalaku.

•••

AvaClair - Jangan telepon aku sekitar satu jam ke depan, aku sedang pergi bersama orang-orang kantor.

Aku harus mengirim pesan itu8 dulu kepada Alby. Sudah menjadi kebiasaannya menghubungi ketika aku pulang bekerja. Tidak peduli kalau waktu di sana lima jam lebih awal. Awalnya risi, padahal kupikir akan biasa saja saling memberi kabar seperti saat aku berhubungan dengan Jeff. Namun, kesannya jauh berbeda.

Alby jauh dari bayanganku. Kupikir dia tipe yang cuek, memberi kabar hanya jika perlu, atau setidaknya satu dua kali saja dalam sehari. Sayangnya, tiga hari pertama dia di Eropa, dia selalu mengirim pesan hampir di tiap waktu senggang, mungkin satu jam sekali? Karena waktu itu aku sampai kewalahan membalas pesannya satu per satu.

Apa yang dia bisikkan waktu itu serius?

Aku sudah di Starbucks sejak sepuluh menit yang lalu, menunggu pesanan sambil menyedot aroma kopi yang memenuhi ruangan. Sore ini lumayan sepi, sangat berbeda dari biasa aku mengunjungi Starbucks di tempat lain. Entah memang sesepi ini sejak awal berdiri, atau karena hari ini orang lebih banyak berada di tempat lain. Ini adalah kali pertama aku ke gerai Starbucks di sini.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang