83 - Truth or Drink

691 96 14
                                    

 Mereka benar-benar serius tentang mendekorasi pohon Natal yang sudah ada di vila ini. Kemarin Jeff dan Claudia pulang dengan taksi bersama sekotak besar penuh barang-barang untuk menghias. Hari ini, kami semua berkumpul di ruang tengah karena posisi pohonnya memang ada di sana. Aku tentu ikut menemani mereka meski lebih banyak diam di sofa. Lagi pula, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan saking lamanya tidak menghias pohon Natal. Saat di rumah orangtua Pete pun, aku jarang ikut membantu karena harus bekerja.

Oh, andai kantor tidak libur, aku pasti punya kegiatan sekarang.

Claudia dan Jeff entah bagaimana tampak sangat kompak. Mereka lagi-lagi tidak memperlihatkan tanda-tanda akan berakhir. Dan aku belum melupakan fakta kalau Claudia sudah dibuat menangis kemarin karena dipaksa Jeff mengakui sesuatu yang tidak dia lakukan. Jadi, sebenarnya apa yang terjadi di antara mereka berdua? Apa mereka juga memainkan peran di depan kami?

"Kau seharusnya mengurai kabel lampu, bukan malah membiarkan pikiranmu ikut kusut."

Alby datang menghampiriku setelah dari dapur untuk mengambil camilan dan minuman. Dia duduk terlalu dekat denganku, sampai lengan kami bertemu. Aku tidak bisa protes atau memintanya bergeser sedikit karena tidak ingin menarik perhatian pasangan lain di sini—Claudia dan Jeff terlalu serius sekarang, entah karena mereka memang bersemangat ingin membawa semangat Natal di tempat ini, atau karena keperluan vlogging karena Claudia akan mengeluarkan handycam-nya sesekali untuk merekam progres menghias pohon.

"Kau baik?" Alby meraih bagian lain kabel lampu dari tanganku dan ikut mengurainya. Karena tidak bisa banyak berdiri, aku hanya mampu membantu mereka melakukan ini.

Jeff membuat kabel lampu menjadi kusut karena meletakkannya sembarangan saat mencari sesuatu dari kotak. Namun, kecerobohannya itu memberiku sesuatu untuk dikerjakan tanpa harus bolak-balik berdiri untuk ikut memasang ornamen.

"Ya, aku baik." Aku tersenyum padanya. "Hanya merasa asing dengan situasi ini."

Mulai liburannya sampai momen menghias pohon Natal, aku tidak yakin ini adalah suasana yang benar-benar bisa kunikmati.

"Aku bisa mengantarmu ke kamar kalau tidak tahan lama-lama di sini." Suaranya terdengar lebih pelan, hanya agar Claudia dan Jeff tidak mendengar.

"Aku tidak bisa selamanya menghindar. Mungkin saja di masa depan nanti, aku harus merayakannya bersama pasanganku." Aku mengernyit ketika Alby tersenyum mesem-mesem. "Kau pikir itu dirimu?"

Aku terpaksa menyikut pinggangnya karena makin menempel padaku. Senyumnya masih bertahan di sana. "Apa kau menginginkan pria lain?"

Kalau dia bertanya sekarang, tentu saja aku belum menemukan satu. Namun, aku juga tidak bisa dengan gamblangnya menyebutkan bahwa aku menginginkan hubungan yang lebih normal bersamanya. Karena itulah, aku tidak bisa lama-lama membalas tatapannya, khawatir dia menyimpulkan sendiri melalui ekspresi wajahku. Tanpa sengaja, aku justru melayangkan tatapan pada Claudia. Wanita itu baru saja memalingkan muka setelah memandang kami berdua. Aku baru sadar kalau dia mencuri-curi pandang ke arah kami.

"Aku mungkin akan menemukan satu suatu saat nanti." Aku menepuk sebelah pipinya dengan pelan—yang tentunya sangat tidak berhubungan dengan apa yang kami bicarakan, demi menciptakan adegan yang sedikit romantis untuk dipertontonkan pada Claudia.

"Jangan lupa ada aku yang bisa kaumiliki." Bisikan Alby meninggalkan jejak napas yang hangat di telingaku. Aku sampai bergidik, refleks menjepit udara di antara bahu dan sisi kiri kepalaku. Namun, itu justru memberinya akses untuk mendaratkan kecupan di pelipisku. Itu menggelikan, tetapi aku tidak membencinya.

Alby mungkin akan melanjutkannya andai seseorang tidak berdeham saat ini. Kami berdua spontan menoleh pada Jeff, sumber suara dehaman itu. Dia sudah menaiki tangga lipat yang diletakkan dekat dengan pohon Natal—kurasa sejak tadi dia memang berada di sana untuk menghias bagian atas pohon.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang