Dua gelas smoothies tersaji di meja kami. Itu menjelaskan kenapa dahi Alby penuh dengan kerutan sekarang. Dia tidak suka minuman manis ini. Oke, satu informasi baru tentangnya. Aku akan mengingat itu, entah agar aku tidak lagi memesan itu untuknya, atau untuk mengerjainya. Berada di sini dengan sisi terlemahnya lumayan menguntungkanku. Dia tidak melakukan perlawanan sedikit pun.
Aku tidak peduli apa yang Alby lakukan dengan minuman itu, tetapi aku sudah menyedot milikku beberapa tegukan. Selain itu, aku juga berhasil mengistirahatkan kaki yang sudah cukup lama berdiri untuk menemani Alby menyapa beberapa pengunjung yang datang tadi.
"Bagaimana mungkin kau bisa tahan dengan minuman semanis itu?" Dia menatapku dengan ekspresi yang aneh, seolah-olah aku baru saja meminum jus sayur yang rasanya seperti rumput.
"Ini akan memperbaiki suasana hatimu, cobalah sedikit." Aku mengangkat gelasnya dan menabrakkan ujung sedotan ke bibirnya. Tentu saja dia terus menghindar. Aku sampai menggeram rendah dan meletakkan kembali minumannya ke atas meja. "Kau tegang, Alby. Rilekslah sedikit."
"Kukira kau mau melakukan sesuatu untuk membantuku?" Oh, ternyata dia cukup mengerti apa yang sedang kulakukan.
"Of course, I did. Ini fase pertama, kau harus tenang. Mungkin bisa ceritakan apa saja yang kira-kira akan membuatmu lupa tentang sambutan." Aku melipat kedua tangan di atas meja, menanti satu atau dua kata keluar dari bibir kissable-nya. Dan rasanya aku seperti orang bodoh karena terlalu bersemangat. Bagaimana tidak? Aku sedang mengulangi hal baik yang Mom lakukan dulu.
"Ini konyol, Ava." Bahunya membentur sandaran kursi lumayan keras. Aku bisa mengerti, karena di saat seperti ini dia sedang tidak membutuhkan omong kosong--dan dia mungkin menganggap aku hanya sedang bermain-main.
Jadi kurasa, cara ini tidak berlaku pada semua orang. Terutama untuk seseorang yang tidak menyukai sesuatu yang terlalu manis.
"Dulu, aku juga sama sepertimu. Selalu bergetar saat berdiri di depan banyak orang. Well, tidak benar-benar sama karena aku masih kelas empat dulu."
Alisnya bertaut, kupikir sindiranku membuatnya kesal. Pria dewasa sepertinya dengan gadis kelas empat tentu saja berbeda jauh.
"Tatapan semua orang seperti sedang menikamku hidup-hidup tanpa ampun. Waktu itu aku masih bisa merengek karena ketakutan. Aku bisa mengerti tekanan yang kaurasakan saat ini." Aku bicara sok bijak. Sengaja, aku senang melihatnya makin gugup, apalagi Alby sedang menunjukkan sosok aslinya saat ini. Oh, dan kebersamaan tanpa sandiwara ini juga terasa menyenangkan, aku menikmatinya.
"Kau membuatku makin tertekan." Dia mengerang frustrasi. Kupikir kerongkongan agak serak saat dia melakukan itu, hingga meminum smoothies yang kupesan untuknya. Dia bahkan sama sekali tidak keberatan dengan rasanya yang terlalu manis.
"Aku belum selesai." Well, aku menyesap minumanku sebelum kembali berceloteh panjang. "Mom pernah memberi tips ini padaku. Untuk menghindari tekanan dari orang-orang yang berharap kau menunjukkan performa terbaik, kau hanya tidak perlu menatap mereka."
Alby tertawa. "Aku memberi sambutan sambil menunduk, begitu?" Dia menggeleng ringan. "Aku akan makin konyol dan semua orang akan menertawakanku."
"Tidak, tidak. Kau hanya perlu memindai penonton dengan cepat. Saat tiba di tanda titik--tunggu, sambutanmu spontan, atau dengan selembar kertas?"
Alby membuka satu sisi jaketnya untuk mengeluarkan selembar kertas yang dilipat dari saku yang ada di dalamnya. Jaket kulit yang dia kenakan tampak familier, sampai aku menyadari bahwa kami sedang mengenakan jaket yang sama. Aku juga pernah melihatnya saat mengerjakan poster untuk iklan mereka. Well, jaket couple.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart to Break [✔]
Romance[Song Series][Completed] Ava, seorang layouter majalah, tidak pernah sesial ini dalam hidupnya; kekasihnya setuju dijodohkan dengan wanita lain, dan dia juga harus kehilangan pekerjaan di saat yang bersamaan. Orang bilang, di balik kesialan, akan di...