85 - Getting to Know Them Better

698 95 20
                                    

"Kasihan sekali. Itu ... pasti sangat sakit."

"Sayang, kau sedang bergurau? Itu sampai dibungkus, berarti mata kakinya sudah mau lepas."

"Bisakah mengatakan sesuatu yang terdengar lebih halus? Aku jadi tidak sanggup melihat Ava sekarang."

"Sayang, aku hanya bercanda. Itu untuk menopang kakinya saat berjalan."

"Astaga! Dia hanya terkilir dan kebetulan sangat parah, tidak sampai patah seperti ketika aku menendang bola dulu. Oh, dan kalian malah mengomeliku karena dianggap bermain tidak hati-hati." Pete akhirnya bicara setelah menyaksikan perdebatan pasangan pengantin baru kami. Wajahnya tertekuk, seandainya ada minuman beralkohol di sini, pasti dia akan menjadi orang pertama yang menenggaknya.

"Joo, kau menatap seperti kakiku sudah membusuk." Aku menegur wanita itu karena tidak berhenti menatap kakiku yang diselonjorkan di sofa dengan wajah ngeri.

"Aigoo ... aku sedang membayangkan bagaimana kau terjatuh." Akhirnya wanita Korea itu menatap wajahku. "Siapa yang membuatmu seperti ini?"

"Pertama, mari kita interogasi prianya."

Pete, disusul Hyunjoo dan Dave, melayangkan tatapan mereka pada Alby yang baru dari dapur. Tangan pria itu membawa nampan yang terisi penuh meski penampilannya sama sekali tidak terlihat seperti asisten rumah tangga. Maksudku, well, sulit untuk tidak memujinya jika terus berpenampilan baik. Aku yakin bukan hanya aku yang melihatnya seperti model pria yang baru keluar dari majalah, mengingat Hyunjoo juga kesulitan berkedip meski ada sang suami di sampingnya.

Lagi pula, Hyunjoo yang lebih dulu terpesona padanya. Jadi aku tidak akan menganggap rasa kagumnya sebagai ancaman atau menjadikannya alasan untuk merasa cemburu.

"Apa maksudmu aku harus diinterogasi?" Ada sedikit nada tidak terima di suaranya ketika merespons ucapan Pete. Dan begitu dia berada di hadapannya untuk meletakkan nampan di meja di antara mereka, Pete hanya mengangkat tangan sebagai tanda damai.

Satu hari setelah kepulanganku dari Jackson Hole—dan itu adalah hari ini, ketiga temanku memaksa ingin bertemu. Aku sudah setuju ke mana pun kami akan bertemu, sayangnya Alby mengetahui rencana kami dan menawarkan rumahnya sebagai tempat berkumpul kami. Dia tidak membiarkanku pergi meski aku masih sanggup berjalan menggunakan tongkat.

Aku benar-benar harus membiasakan diri dengan perhatian berlebihannya. Bahkan Jeff yang mengaku sangat mencintaiku tidak sampai seposesif itu. Awalnya aku sulit memercayai dia akan sebaik ini mengundang teman-temanku ke rumahnya, tetapi dia berhasil meyakinkanku dengan alasan bahwa kemajuan hubungan kami mengharuskannya untuk mengenal mereka juga.

Dua hari lalu aku mempertanyakan tentang kesepakatan dan poin-poin di dalamnya—tentu saja aku ingin hubungan yang normal tanpa obsesi atau ambisi untuk sesuatu yang lain—dan diputuskan bahwa kami tidak akan membicarakannya lagi. Terserah rencana itu akan berhasil atau tidak. Dan seandainya Claudia memang datang dan memohon, dia akan menganggapnya sebagai bonus. Setelah itu barulah aku benar-benar percaya bahwa dia mencoba serius padaku.

Walau rasanya situasi ini terasa sedikit aneh. Aku melihat Alby yang tanpa ambisi itu seperti hidangan tanpa bumbu. Hambar.

"Ava selalu menolak bermain ice skating, bisa jadi ada unsur paksaan dan berujung dirinya terjatuh. Yah ... walau ice skating mirip seperti memakai sepatu roda, akan tetapi di lintasan yang berbeda—semudah itu."

Aku tahu Pete hanya sedang menunjukkan sisi protektifnya sebagai sahabat, bukan untuk memancing emosi Alby. Namun, dia juga tidak menyembunyikan rasa tidak sukanya—untuk ini mungkin hanya aku yang menyadari, terlebih lagi dia tahu bagaimana hubungan kami berawal. Dan yang lainnya sama sekali tidak menaruh curiga padanya. Justru Hyunjoo dan Dave mengangguk, turut mendukung ucapan Pete.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang