97 - Heartbreaker

545 93 25
                                    

Aku hanya ingin menyambut kedatangan Alby dengan membuat kejutan kecil, tetapi justru aku yang mendapat kejutan luar biasa. Sekuat apa pun keinginanku untuk keluar dari ruangan ini, masih tidak mampu mengurungkan keputusanku untuk melihat lebih banyak. Padahal aku sendiri tahu, makin banyak tahu, makin menyakitkan pula rasanya. Telingaku sudah tidak bisa mendengar apa-apa lagi selain detak jantung yang sarat akan rasa frustrasi.

Ada sebuah meja besar di tengah ruangan ini, yang kupikir awalnya adalah sebuah papan tulis yang kemudian diberi empat kaki. Coretan-coretan, tempelan-tempelan kertas, dan foto-foto itu menunjukkan pribadi Alby yang sesungguhnya. Dia pria yang punya obsesi besar pada apa yang ingin diraihnya. Namun, obsesi itu membuatnya menjadi seseorang yang tidak berperasaan. Semua cara dilakukan untuk mendapatkannya. Dia bahkan lebih buruk dari Matthew.

Alasanku tetap berada di sini, alasan kenapa aku tertarik untuk tahu lebih banyak, adalah fotoku. Posisinya berada di tengah-tengah meja. Aku tidak tahu kapan dia mendapatkan foto itu, tetapi aku yakin dia mendapatkannya sebelum aku bertemu dengannya. Di sisi kanan ruangan juga terdapat sebuah papan tulis dengan isi yang serupa, tetapi foto Claudia yang ditempel di sana.

Di antara semuanya, kenapa harus aku? Ini memberiku rasa tidak aman. Tidak peduli seberapa banyak aku mengurangi publikasi di media sosial, menutup lingkaran sosial dengan tidak mudah dekat pada orang-orang baru, tetapi masih ada saja orang-orang yang berhasil menemukanku. Tidak ada yang menonjol dari diriku.

"Ava! Apa yang kau lakukan di sini?"

Melalui pantulan lemari kaca di seberang meja, aku bisa melihat betapa panik wajah Alby saat ini. Meski buram, tetapi melihat wajahnya saja sudah membuatku merasa jijik. Tanganku terkepal di sisi kiri dan kanan tubuh, berusaha sekuat tenaga menyembunyikan tremor, sampai-sampai aku tidak tahu bagaimana cara membuka kepalan ini.

Dia mendekat, satu tangannya terulur ingin menyentuhku, tetapi aku buru-buru berbalik dan tanpa bisa dikontrol, tanganku melayang ke wajahnya. Kemarahan membuat tenagaku berkali-kali lipat lebih banyak. Namun, tenagaku terkuras habis setelahnya. Sampai pinggulku harus bersandar pada meja agar tidak ambruk di lantai. Sesak sekali rasanya.

"Bangkai yang disembunyikan lama-lama akan mengeluarkan bau." Mataku sudah sangat panas, tetapi aku tidak boleh menangis. Tidak di depan pria berengsek ini. "Bagaimana? Seharusnya itu tamparan, bukan tinju. Tanganku sakit sekali." Aku mengangkat tangan kanan yang masih terkepal.

Pipinya sangat merah dan lubang hidung sebelah kirinya mengeluarkan darah. Aku mungkin akan dituntut atas tindak kekerasan, tetapi itu bahkan tidak sebanding atas apa yang sudah dia perbuat. Aku juga bisa melaporkan tindakannya. Sayangnya, hukum akan kalah dengan uangnya yang banyak.

Dia menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Itu mungkin akan membuatku terharu, tetapi tidak hari ini.

Permainan takdir macam apa yang sedang kujalani ini?

"Aku bisa jelaskan, Ava." Ketakutan tergambar jelas di wajahnya. Namun, ketakutan pada apa?

"Semuanya sudah sangat jelas di sini." Kutepuk meja di belakangku sambil tertawa miris. "Aku ... umpan yang sangat bagus, 'kan? Dibandingkan Claudia, aku memberimu lebih banyak keuntungan, bukankah begitu?"

Aku ingin menangis, tetapi yang kukeluarkan adalah tawa yang keras. Betapa mengerikannya itu. Aku seperti orang gila.

"Benar. Awalnya seperti itu." Alby berjalan mendekat dan berhenti di hadapanku. Ini jarak yang dekat sampai deru napasnya terdengar jelas. Aroma ketakutan, bercampur parfum yang memuakkan, bercampur menjadi satu, membuat sekelilingku berputar. Aku membuang muka karena tidak ingin melihat wajahnya. "Tapi sekarang aku sudah keluar dari rencana, Ava. Aku benar-benar jatuh cinta padamu."

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang