109 - For the New Beginning

549 74 7
                                    

"Kau sudah tiga kali menghela napas, apa terjadi sesuatu di ponselmu?"

Aku menatap Troy yang sebelah alisnya terangkat karena penasaran. Padahal dari posisinya sekarang, di sebelahku, dia bisa melirik layar ponselku kapan saja, mengingat aku juga tidak benar-benar menyembunyikan itu darinya. Ini bukan sesuatu yang penting, hanya sedikit mengganggu sampai-sampai aku ingin memblokir nomornya juga.

"Bukan apa-apa." Aku membalik ponselku menjadi posisi tengkurap di pangkuanku, setelah sebelumnya mengganti bentuk pemberitahuan menjadi diam, tanpa nada dering atau getar.

"Maaf, aku sempat membaca sedikit, apa kau tidak mau memenuhi ajakannya?"

Saat aku menoleh, Troy sudah fokus dengan jalan di depan. Saat ini dia sedang mengemudi ke suatu tempat yang ingin dia tunjukkan padaku. Dia begitu bersemangat sampai aku tidak bisa menolak, apalagi membatalkannya karena ajakan orang lain. Apalagi orang itu adalah Claudia. Aku sungguh tidak ingin berurusan dengannya lagi, tetapi jika ditelaah kembali isi pesannya, dia ingin menyampaikan sesuatu yang penting padaku, dan aku tahu itu tidak akan jauh-jauh dari Alby.

Kalau dia berusaha untuk mendapatkan Alby lagi, aku tidak akan menghalanginya, bahkan sejak awal lampu hijau terus menyala untuknya. Aku juga tidak bisa menghalangi Alby bersama siapa pun, karena permintaanku waktu itu, tidak jauh berbeda dari melepaskannya dan memintanya untuk melepaskanku. Singkatnya, benar-benar berakhir. Namun, aku masih berharap setidaknya dia masih menunjukkan sedikit usaha untuk bertemu denganku. Dan ketika itu terjadi, aku akan membuka lebar lenganku untuk menyambutnya.

"Kalau memang penting, dia bisa mengirimnya lewat pesan."

Troy hanya mengangguk. "Claudia yang kau kenal itu, apa Claudia yang sama dengan yang kupikirkan?"

Ingin kubilang, bagaimana aku bisa tahu siapa yang kaupikirkan. Namun, aku tetap menyimpannya sendiri. Semua orang mengenalnya, tidak mungkin dia memikirkan Claudia yang lain lagi.

"Ya, Claudia si model. Kami saling mengenal saat di high school." Wajahku kecut saat mengakuinya. Beruntungnya, Troy tidak melihat itu. Dia bisa saja bertanya lebih banyak.

"Luar biasa. Pertama kali aku bertemu dengannya adalah saat menghadiri fashion show, mewakili Matthew, seperti biasa. Kami bertemu di belakang panggung dan dia sangat ramah. Apa dia memang sebaik itu?"

Dulu, aku akan langsung setuju kalau dia memang gadis yang baik. Keramahannya terkenal sampai ke kalangan senior¹, padahal saat itu kami masih sophomore². Bisa dibilang, sifat dan penampilannya berbanding lurus. Namun, setelah banyak hal terjadi, sulit sekali untuk bisa berkata 'iya' pada pertanyaan Troy. Kalau ramah saja sudah dikategorikan baik, bagaimana yang lebih buruk?

"Begitulah." Aku menjawab sekenanya. Tidak mengiakan, tidak juga mengelak.

Terlepas dari obsesinya, yang cenderung menggunakan segala cara untuk mendapatkan sesuatu, Claudia wanita idaman semua pria untuk dijadikan istri. Setidaknya begitu yang pernah kubaca dari sebuah postingan di sosial media. Aku tidak bisa menyalahkan orang lain yang menganggap selera Alby turun drastis dari mengencani Claudia, menjadi berkencan denganku.

"Tapi hubungan kalian tidak cukup baik, ya. Maksudku, helaan napas yang kau embuskan sejak tadi, seperti menunjukkan kalau kau merasa terganggu."

"Itu, dia mendesakku untuk bertemu sekarang, tapi aku tidak mungkin membatalkan janji denganmu, 'kan? Lagi pula, aku sudah bisa menebak apa keperluannya."

Troy mengangguk lagi. Satu hal yang kusuka darinya adalah, dia tidak berusaha untuk mengorek urusan orang lain terlalu dalam. Dia tahu batasan, dan aku mempelajari itu darinya. Aku sudah cukup menyesal karena ikut campur urusan proyek dan mengacaukannya. Aku bisa terima kalau Matthew enggan melihatku, tetapi dia justru bersikap baik padaku. Lihat, setiap orang selalu punya hitam dan putih pada dirinya.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang