63 - Is it over?

956 100 11
                                    

Ketika aku menyadari tentang paparazi yang membuntuti Alby dan Claudia sampai ke Hartford, yang kupikirkan hanya dua. Pertama, paparazi itu terlalu fanatik kepada Claudia. Kedua, Claudia sendiri yang membayar paparazi itu untuk membuntuti mereka berdua. Aku tahu itu prasangka buruk yang tidak berdasar sama sekali, tetapi aku terus memikirkannya. Terlebih lagi setelah Alby mengatakan kalau foto mereka di lobi hotel lain adalah foto lama yang hanya dia dan Claudia yang memilikinya.

Sejauh aku mengenal Claudia, dia tidak selicik itu. Pun tidak akan melibatkan orang lain dalam masalah ketika berusaha meraih yang dia inginkan. Namun, aku juga tidak menganggap Claudia selalu bersih. Dia juga punya cela, seperti hukum alam bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Selama beberapa jam aku terus diyakinkan oleh dugaanku sendiri kalau dia ikut andil dalam skandal ini.

Lalu dia meneleponku. Nada bicaranya kerap terdengar seperti ancaman untukku. Meski semuanya terpatahkan begitu dia tidak terdengar seperti orang yang tahu tentang hubungan palsu ini. Jeff agaknya juga tidak akan membeberkan itu karena dia masih dalam fase mempertimbangkan untuk menerima pernikahan, atau mencari jalan lain untuk menyelamatkan kerja sama perusahaan orang tua mereka.

Tentu saja mengetahui bahwa Alby sudah menemukan siapa pelaku yang membuat utas di Twitter itu membuat jantungku berdebar-debar. Aku berharap bukan Claudia pelakunya, tetapi rasanya akan lebih mudah menyelesaikannya jika Claudia terlibat di dalamnya.

Aku memandang wajah serius milik Alby dengan perasaan campur aduk. Kekhawatiran bercampur ketakutan tercetak jelas di wajahnya--sesuatu yang jarang sekali kulihat. Kalau itu tentang kemarahan sang ayah, maka aku akan percaya kalau Albert benar-benar serius dengan peringatannya yang sempat kudengar di Santorini.

Alby menarikku ke kamarnya. Tangannya dingin dan lembap, aku menduga itu karena keringat. Aku jadi mengurungkan rencana ingin memberi tahu soal bukti yang Jeff dapatkan karena yang Alby temukan jauh lebih berarti. Dia mengutak-atik laptopnya sebentar sebelum diperlihatkan kepadaku.

"Seseorang ingin menghancurkan kita." Dia mengatakan itu seperti berada di ambang keputusasaan. Kedengarannya seperti 'kita' atau kami, adalah satu-kesatuan yang teramat berharga untuknya. Sesuatu yang dia rela mati berjuang untuk mempertahankannya. Alby mungkin tidak menyadari apa yang dia ucapkan itu bisa berefek sangat besar untukku.

Aku membaca data yang ditampilkan oleh sebuah fail. Dia seorang pria bernama Dane. Aku terkejut saat tahu kalau dia benar-benar seorang paparazi dan merupakan ketua dari komunitas penggemar Claudia. Dugaanku selalu benar sejak tadi dan itu membuatku takut.

"Dia bekerja di perusahaan yang sama denganmu. Bagian fotografi. Apa kau pernah menemuinya?"

Aku menggeleng kuat untuk menjawab pertanyaan Alby. "Aku terlalu terkejut sampai tidak bisa mengingat apa aku pernah melihat wajahnya," sahutku sembari memandang fotonya yang hitam putih. Dane seorang pria berambut ikal dengan hidung besar. Di foto itu rambutnya diikat.

"Seseorang membayarnya untuk mengikuti kami."

Aku lemas dan terduduk di sisi ranjang. Aku menelan ludah susah payah karena memikirkan siapa kira-kira orang yang akan membayarnya untuk melakukan itu. Kuharap bukan Claudia meski aku memikirkannya sejak tadi.

"Kalau ini ditelusuri lebih dalam lagi, aku mulai mengendus bau-bau persaingan dalam bisnis. Tapi perusahaanku tidak ada keterkaitan apa-apa dengan Ander-Ads. Sayangnya dia tidak mau memberi tahu siapa pelakunya. Jacob sudah mendesaknya, tetapi dia tidak mau buka mulut. Kesetiaannya pada orang itu patut diacungi jempol." Alby menutup laptopnya dan duduk di sebelahku.

Kutatap Alby dari samping. Di saat seperti ini aku bahkan masih bisa mengagumi fitur wajahnya. Ini sama sekali bukan diriku.

"Lalu, apa yang akan kaulakukan setelah ini? Apa utas dari Twitter-nya sudah dibersihkan?"

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang