Jeff tidak berbohong kalau akan datang terlambat, tetapi juga tidak memberi tahu kalau membuat kami harus menunggu lama. Sudah hampir setengah jam aku dan Alby duduk di sini, di satu meja rumah makan ditemani alunan musik Jazz. Ada beberapa pelayan yang menyinggahi kami sejak tadi, sekadar menanyakan apa yang akan kami pesan. Hingga akhirnya Alby memesan satu botol wine tanpa kandungan alkohol.
Ada satu perbedaan yang kentara yang kurasakan ketika mengunjungi rumah makan biasa dengan rumah makan mewah. Saat mendatangi rumah makan biasa, orang-orang tidak hanya menikmati makanan, tetapi juga momennya. Mereka tidak akan ragu mengobrol dengan satu sama lain, tertawa bersama, atau menciptakan kekacauan kecil yang tidak disengaja.
Di sini, rumah makan mewah yang tidak pernah terpikir akan kudatangi, orang-orang lebih suka berbisik dengan rekan satu mejanya, lalu tertawa dengan elegan. Aku tidak tahu apa yang menyenangkan dari kesunyian itu, tetapi mereka benar-benar sangat menikmatinya.
Apa enaknya memiliki batasan dalam bertingkah laku?
Bola mataku bergulir menyapu seisi ruangan yang didominasi dengan furnitur berkilau. Para pelayannya berseragam sangat rapi. Tatanan rambut pelayan wanita bahkan jauh lebih rapi daripada penampilanku. Semuanya menakjubkan. Aku benar-benar menjadi pemerhati selama menunggu Jeff dan Claudia datang.
Pandanganku tiba di pemberhentiannya, yaitu wajah Alby. Tepatnya, aku tidak sengaja menoleh ke sebelah kiri dan menemukan dia sudah lebih dulu menatapku. Bahkan meski sudah kubalas, dia tidak kunjung berhenti menatapku.
"Apa ada yang aneh di wajahku?" Telunjuk kananku ikut bergerak memutari bentuk wajahku.
Gelengannya berhasil membuatku mengernyit heran.
"Lalu kenapa menatapku seperti itu?"
"Hanya ingin." Dia membalas singkat dan tersenyum tipis, seolah-olah ada sesuatu yang menarik di wajahku.
"Kau membuatku tidak nyaman." Tentu saja itu adalah alibi untuk menutupi kalau jantungku jadi berdebar. Rasanya ada sesuatu yang menggelitik yang memancing kesenangan tersendiri. Mulutku bisa berbohong, tetapi tidak dengan reaksi tubuhku.
Aku membuang muka demi menghindari tatapannya, lalu menyelipkan beberapa helai rambut ke belakang telinga seperti orang salah tingkah. Dan aku tidak perlu menderita terlalu lama dengan sensasi yang mendebarkan ini karena yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.
"Maaf kami sangat terlambat." Jeff bersuara lebih dulu sembari menarik kursi untuk Claudia, dan dia menyusul duduk di sebelahnya kemudian.
"Tidak masalah." Alby membuatku berjengit kaget ketika dia melingkarkan tangan di bahuku. "Kami menikmati kebersamaan kami." Kelanjutan ucapannya menyadarkanku kalau kami harus kembali bermain peran.
Senyumku mengembang ketika menangkap sekilas rasa cemburu berkilat di mata Claudia. Namun, dia berhasil menutupinya dengan menempel pada Jeff. Di momen ini, aku mulai merasa kasihan pada pria itu.
"Kalian sudah memesan makan?" Claudia bertanya.
"Belum, kami menunggu kalian." Alby membalas sebelum memberi isyarat jentikan jari kepada seorang pelayan terdekat.
Pelayan itu mengerti dan menghampiri meja kami. Dia meletakkan dua buku menu, satu untukku dan Alby, satu lagi untuk Jeff dan Claudia.
Kami tidak banyak bicara lagi sampai makanan yang dipesan tiba dan sekarang sudah dihabiskan. Paling hanya pembicaraan tentang apakah makanannya mau ditambah, atau ada sesuatu yang diperlukan untuk melengkapi sajian di hadapan kami. Tersisa dessert dan aku belum siap untuk langsung menyantapnya. Alby pun sama. Sementara Jeff dan Claudia sudah menghabiskan semuanya, tersisa minuman di gelas mereka. Mereka benar-benar lapar dan aku bisa melihat itu dari cara mereka makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart to Break [✔]
Romansa[Song Series][Completed] Ava, seorang layouter majalah, tidak pernah sesial ini dalam hidupnya; kekasihnya setuju dijodohkan dengan wanita lain, dan dia juga harus kehilangan pekerjaan di saat yang bersamaan. Orang bilang, di balik kesialan, akan di...