[Song Series][Completed]
Ava, seorang layouter majalah, tidak pernah sesial ini dalam hidupnya; kekasihnya setuju dijodohkan dengan wanita lain, dan dia juga harus kehilangan pekerjaan di saat yang bersamaan.
Orang bilang, di balik kesialan, akan di...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🎶 Angel eyes, tell me lies Gonna give you my heart to break 🎶
Namanya Paula, wanita yang baru saja tiba di penthouse Alby dan memergoki kami dalam posisi yang tidak senonoh-bagiku. Namun, tampaknya wanita itu sama sekali tidak merasa risi, bahkan bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa. Mungkin aku yang berlebihan merasa tidak enak atas insiden itu, atau si Paula ini sudah sering mendapati Alby dengan posisi seperti tadi dengan kekasihnya dulu.
Awalnya dia ingin pergi, tetapi Alby segera menyusulnya dan meminta wanita itu untuk tetap tinggal. Dari cara mereka mengobrol, kupikir topiknya akan sangat penting dan takada alasan untuk aku tetap tinggal. Namun, begitu aku berusaha pergi, Alby juga menahanku. Ya, selalu seperti itu. Waktuku banyak terbuang bersamanya hari ini.
Aku duduk tak nyaman di salah satu kursi di meja makan, wanita yang masih kutebak-tebak statusnya itu duduk di seberangku. Aku bisa leluasa memperhatikannya karena dia sangat fokus dengan ponsel dan sesekali menyesap minuman buatan Alby-padahal awalnya kukira untukku.
Makin kuperhatikan, makin tampak sosok Alby di wajahnya. Bentuk hidung, dagu, dan warna mata mereka sama. Keangkuhan juga tercetak jelas di wajahnya. Aku sempat mencurigainya sebagai saudara Alby, tetapi rasanya wanita bernama Paula ini tidak tampak tiga lima.
"Kudengar proyekmu berjalan lancar." Alby yang lebih dulu bicara. Dia baru saja selesai mandi dan menghampiri kami dengan handuk yang terkalung di leher. Dia duduk di sebelahku hingga aku dapat mencium aroma sampo yang menguar dari rambutnya yang basah.
Paula mendelik seperti orang kesal. Aku tidak tahu apa dia memang tidak seramah itu, atau Alby sempat membuatnya kesal. "Daripada membahas itu, kenapa tidak perkenalkan wanita ini kepadaku, hm?"
Aku dan Alby menoleh berbarengan tanpa disengaja, hingga tatapan kami pun bertemu. Namun, aku cepat-cepat membuang muka sebelum Paula menyimpulkan sesuatu yang tidak-tidak tentang kami. Lagi pula, aku tidak tahu apakah kami perlu berpura-pura padanya juga atau tidak.
"Dia kekasihku."
Paula tersedak minumannya sendiri. Dia tampak sangat tersiksa dengan itu sampai aku memandangnya miris. Tangannya tak berhenti menepuk dada, mengira itu akan meredakan air yang merembes di perbatasan kerongkongan dan tenggorokan. Aku ingin menolong, tetapi aku tidak yakin dia akan senang mendapat perhatian dari orang asing. Jadi aku hanya memandang Alby, memberi isyarat agar dia melakukan sesuatu untuk wanita itu.
"Dia bisa mengatasinya sendiri," sahut Alby tanpa ada rasa kasihan sedikit pun.
"Ekhem. Pria di sebelahmu itu memang kurang ajar." Paula akhirnya bisa bicara lagi setelah batuknya reda. "But, kalian sungguh berkencan?"
Oke, jadi hari ini ada dua orang yang tidak percaya bahwa kami berkencan. Mungkin akting kami masih kurang baik. Setidaknya berhasil bagi Claudia. Tak masalah, kurasa.