39 - Alby

828 112 9
                                    

Sebelumnya, aku tidak pernah tahu kalau restroom rumah makan bisa jadi tempat perenungan yang baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelumnya, aku tidak pernah tahu kalau restroom rumah makan bisa jadi tempat perenungan yang baik. Tidakkah kalian sadar aku sering melakukannya jika sedang bersama mereka berdua? Claudia dan Alby adalah dua orang yang seharusnya bersama, tetapi Tuhan tidak membiarkannya terjadi semudah itu.

Dan semuanya makin rumit setelah aku menyukai Alby. Aku tidak benar-benar yakin, tetapi aku merasakan perbedaan yang besar ketika aku bersamanya saat ini dengan ketika dulu aku selalu merasa kesal meski hanya melihat wajahnya. Muncul rasa tidak rela kalau akhirnya mereka berdua kembali bersama. Aku tahu itu gila, tetapi benar kata orang-orang, sulit untuk mengontrol perasaan itu jika sudah datang.

Setidaknya, masih ada akal sehat yang terus-menerus mengingatkanku kalau tidak pantas jika mengharapkan Alby akan melihatku--sebagai perempuan tentunya, bukan sebagai alat untuk balas dendam.

Mom selalu bilang, suatu saat kita akan mencintai orang yang tepat. Dulu kupikir orang itu adalah Jeff. Dia melakukan segalanya untukku, sebisa mungkin membuatku nyaman, dan tidak pernah memaksa ketika kubilang tidak. Semua itu selalu mengingatkanku kalau tidak semua pria sejahat Dad.

Aku mencarinya dalam diri Jeff, kupikir jika aku sudah merasa nyaman, aku akan baik-baik saja. Namun, aku merasa kurang, seolah-olah Jeff tidak memenuhi semua yang kubutuhkan. Dia penuh kasih sayang--meski setelah berpisah semua itu menjadi memuakkan saat diingat, tetapi aku tidak bisa membalasnya. Aku tidak merasakan apa pun selain rasa nyaman.

Suara wastafel menyadarkanku kalau aku sudah cukup lama berada di bilik toilet. Ini bukan sesuatu yang menyenangkan tentunya, tetapi kalau tidak kulakukan, Claudia tidak akan mendapat kesempatan untuk bicara serius berdua saja dengan Alby. Padahal itu seharusnya tujuan mereka sering bertemu.

Akhirnya kuputuskan keluar dari bilik, tetapi mampir sebentar untuk memeriksa penampilanku. Oh, masih sama kacaunya. Tidak masalah, toh aku bukan sedang ingin merayu siapa-siapa. Aku tidak akan berusaha melakukan apa-apa ketika aku sudah tahu hasilnya akan sia-sia. Dan yang kutahu, aku bukanlah tipe Alby, takpeduli seberapa besar keinginan untuk bersamanya saat ini.

Kupikir hari ini sudah cukup buruk, bahkan sama sekali tidak pulang ke rumah sejak pagi. Seharian kuhabiskan di kantor Alby--tanpa melakukan apa-apa selain mengerjakan desain grafis--dan sekarang aku juga harus melewatkan makan malam bersama Nate lagi. Dari semua hal tidak menyenangkan itu, aku juga harus menabrak seorang pria yang sedang membawa segelas minuman. Dia ingin memasuki kamar kecil untuk laki-laki, dan aku keluar dari bagian perempuan. Pintunya berhadap-hadapan dan jaraknya lumayan dekat. Tahu yang terjadi? Minuman itu sukses membasahi kemejanya yang berwarna putih.

"Maaf, aku tidak melihatmu." Tentu saja aku yang meminta maaf lebih dulu, karena kupikir aku yang tidak melihat ke depan saat berjalan tadi.

Aku menatap pria yang masih menunduk untuk memandang bagaimana cairan berwarna keunguan itu mulai memperluas wilayahnya, menginvasi warna putih dari kemejanya.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang