[Song Series][Completed]
Ava, seorang layouter majalah, tidak pernah sesial ini dalam hidupnya; kekasihnya setuju dijodohkan dengan wanita lain, dan dia juga harus kehilangan pekerjaan di saat yang bersamaan.
Orang bilang, di balik kesialan, akan di...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
⚠️ Warning Bab ini mungkin saja berisi pemahaman yang tidak cukup menyenangkan untuk dibaca, mengingat cerita ini berlatar luar negeri. Please be wise. ⚠️
🎶
Kepalaku mulai pusing sejak aku kembali menghampiri Alby. Entah itu pengaruh sampanye, atau kehadiran Jeff yang tidak pernah kuharapkan, atau mungkin gabungan keduanya. Apa yang kupikirkan saat menandaskan sampanye tadi di hadapan Jeff? Ingin membuktikan bahwa aku keren dan baik-baik saja meski meminum anggur putih itu?
Aku hanya tidak senang dengan bagaimana Jeff membicarakan tentang aku dan Alby. Setelah membuatku mengakhiri hubungan kami, lalu Jeff merenggut karier yang sudah kutekuni selama bertahun-tahun, sekarang dia datang dengan rasa peduli. Dia bahkan tidak memiliki keharusan untuk memperhatikan apa saja yang kulakukan. Dia hanya mantan. Dammit!
Perjalanan pulang benar-benar sunyi. Sebenarnya aku suka saja seperti ini. Satu-satunya yang tidak ingin kulakukan sekarang adalah berdebat dengan Alby. Kurasa dia mengerti kondisiku, bahkan mobilnya melaju lambat. Dan, ya, dia cukup baik mengantarku pulang, bukan ke penthouse mewah miliknya. Aku hafal jalan yang kami lalui, dan ini menuju ke rumahku.
Sayangnya, aku harus menarik kembali kata-kataku tadi ketika dia memberhentikan mobil di Jembatan Williamsburg. Tentu saja mobilnya sudah menepi, di dekat pagar pembatas. Alby tidak mengatakan apa pun dan keluar begitu saja setelah mematikan mesin mobilnya. Tidak ada yang dia lakukan selain berdiri di sana, menghadap sungai yang memantulkan cahaya kota di malam hari.
Aku tahu di luar dingin, tetapi aku tetap menyusulnya, meninggalkan tas beserta ponselku tetap di dalam mobil. Setidaknya agar aku tahu apa alasannya berhenti di jembatan seperti ini. Dia bukan ingin terjun ke sungai, bukan? Karena itu kedengarannya mustahil bagi orang yang hidupnya nyaris sempurna tanpa kesulitan.
"Kau oke?" Aku bertanya setelah tiba di sebelahnya. Angin berembus lumayan kencang, aku sampai memeluk diriku sendiri.
Dia tidak segera menjawab, tetapi melepas jasnya untuk kemudian disampirkan ke pundakku. Alby sepeka itu. Manis sekali perlakuannya kepadaku. Aku mencicitkan terima kasih setelahnya.
"Harusnya aku yang bertanya begitu."
Aku mengernyit, dari sekian banyaknya reaksi yang bisa kuberikan kepadanya, hanya itu yang bisa kulakukan. Rasanya aneh melihatnya tampak setulus itu saat mengatakannya.
"Tidak ada apa-apa," jawabku, kecuali pertemuan dengan Jeff tadi bisa jadi sesuatu yang menarik untuk diceritakan.
"Aku melihatmu bicara dengan Jeffrey." Dia bicara dengan tenang, sembari meletakkan lipatan tangannya ke atas besi pembatas jembatan. "Apa dia mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan? Kau meminum sampanye sampai dua gelas, walau aku tidak tahu sebesar apa kadar alkoholnya. Bagaimana kalau kau pingsan di sana?"