112 - Ever After [End]

1K 85 35
                                    

Tiga tahun kemudian.

'Hidup itu seperti permainan catur. Kita tidak bisa mengembalikan pergerakan bidak, tetapi kita bisa memperbaiki pergerakan selanjutnya.'

Aku menutup buku di tangan setelah membaca halaman yang terakhir. Tidak, sebenarnya masih ada beberapa lembar lagi, tetapi itu bukan isi lagi isi dari tulisannya, melainkan biodata dari sang penulis dan lembar promosi untuk membaca karyanya yang lain. Aku tidak perlu membaca itu karena sudah sangat mengenal si penulis, dan buku yang kubaca ini adalah karya terbarunya yang ketujuh, enam lainnya sudah kumiliki meski bukan membelinya. Troy si penulis akan mengirimkan cetakan kedua disertai tanda tangannya.

Sedikit banyaknya, kata-kata di sana cukup membuatku lega. Apa yang terjadi kemarin, memang akan selalu menyisakan sesal. Kenapa aku kemarin malah begini dan bukan begitu? Seolah-olah semua orang sedang melayangkan tuduhan, menghilangkan kepercayaan diri dalam mengambil tindakan kembali. Ketika menghadapi sesuatu yang belum sepenuhnya kita bisa proses, anggap saja situasi yang sulit, secara naluriah kita akan menekan memori tersebut untuk melindungi diri sendiri. Namun, aku juga terus mengingat kalau seandainya hari ini gagal, aku akan memperbaikinya besok. Aku terus mencoba, meski selalu ada percobaan yang gagal. Setidaknya tiga tahun di Anchorage, Alaska, aku tidak benar-benar merasa kesulitan. Hanya saja di sini jauh lebih dingin.

Alaska memberiku kehidupan yang cukup baik, sesuai rencanaku, meski beberapa kali akan ada kejadian yang tidak mengenakkan. Seperti yang kita tahu, jalan tidak selalu lurus dan mulus. Beberapa bulan pertama aku aktif sebagai freelancer, penghasilanku cukup untuk membayar sewa bulanan, membeli apa-apa yang kubutuhkan, dan sedikit untuk ditabung. Aku terus percaya kalau saat ini tidak ada target khusus yang ingin kucapai, yang juga memerlukan uang banyak, tetapi aku perlu punya pegangan jika sesuatu yang buruk terjadi padaku. Kemudian Troy ingat janjinya dan menawarkan pekerjaan secara remote sebagai ilustrator untuk kover buku-buku terbitannya, sekaligus untuk desain halaman-halaman buku sesuai permintaan. Boleh kubilang Ander's Publishing House terus menunjukkan progres yang baik meski tidak terlalu signifikan. Yang pasti jumlah karyawan yang bekerja di sana sudah naik dua kali lipat.

Buku tadi kuselipkan di antara buku-buku yang lain di rak yang menempel pada dinding di atas mejaku. iPad kembali kunyalakan, aku harus mengerjakan beberapa ilustrasi dengan tenggat waktu besok pagi. Tinggal sedikit lagi, jika bisa selesai sore ini, aku akan tidur lelap malamnya. Kali ini untuk sebuah cerita fantasi. Imajinasiku dipaksa untuk bekerja keras demi memenuhi kebutuhan cerita. Stylus Pen-ku sudah di tangan, tetapi tidak jadi menggambar ketika kuterima panggilan masuk dari Facetime. Hyunjoo meneleponku. Aku tanpa pikir panjang langsung menerimanya.

"Hai, Tante sibuk, apa kabar?"

Suara Hyunjoo dibuat-buat imut seperti suara anak-anak, agar seolah-olah putrinya yang sedang bicara. Dua tahun beberapa bulan yang lalu dia melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Davina Kim Rivers, dengan menggabungkan kedua nama belakang orangtuanya. Wajahnya sangat mirip Dave, tetapi dengan kulit sebagus Hyunjoo. Rambut dan alisnya tidak terlalu lebat, tetapi dari fotonya aku tahu warna aslinya adalah hitam. Lahir dengan berat 2,9 kilogram dan sekarang sudah sangat berisi, dia seperti boneka yang menggemaskan. Hyunjoo memangku putrinya yang tampak baru selesai mandi. Rambut tipisnya lembap dan wajah bayi itu tampak begitu segar. Sayangnya, Hyunjoo masih terlihat kacau dengan rambut yang diikat asal-asalan--mungkin itu yang menjadi alasan kenapa wajah putrinya memenuhi separuh layar. Dengan perbedaan waktu empat jam lebih lambat di sini, di sana tentu sudah sore.

"Halo, Sayang. Kabar Tante baik di sini. Eomma menjagamu dengan baik, 'kan?" Aku tidak biasa mengobrol dengan anak-anak, jadi yang tadi itu pasti terdengar kaku dan canggung. Belum lagi dengan sebutan ibu yang Hyunjoo pakai untuk putrinya, terasa aneh saat keluar dari mulutku. Davina tidak merespons tentunya, tetapi hanya memandangku penuh rasa ingin tahu dengan mata kecilnya yang bulat dan berkilau.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang