96 - Strange Room

522 76 20
                                    

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?"

Pembuka obrolan yang ramah, tetapi tidak menyenangkan untuk diteruskan. Paula baru saja membuatku mengingat kembali hal-hal tidak menyenangkan yang terjadi hari ini. Pekerjaanku? Tidak pernah ringan semenjak mantan suaminya membenciku. Dan begitu aku tersadar bahwa dirinya yang sekarang bermula karena tekanan dari orangtua Paula dan Alby, aku tidak tahu harus berdiri di sisi yang mana.

"Semuanya lancar."

Meski Paula adalah saudara Alby, dan suatu saat nanti mungkin akan menjadi seseorang yang memiliki hubungan erat denganku, tetapi aku tidak bisa lebih terbuka padanya. Aku merasa dia akan seperti Alby, jika sesuatu tidak berjalan sesuai harapan, maka tinggalkan. Dan itu jelas bukan solusi yang kuperlukan atas masalah-masalahku.

Ada alasan kenapa aku jarang sekali, bahkan enggan untuk pergi jalan-jalan bersama Paula. Aku harus kerepotan mengimbangi langkah kakinya yang lebar. Orang-orang akan percaya jika dia mengaku sebagai model. Bergelut di bidang fashion membuatnya tidak kalah modis dari model-model yang mengiklankan majalah. Bajunya selalu bermerk, tidak ketinggalan zaman. Dua hal itu saja sudah membuatku keberatan untuk menerima ajakannya untuk berbelanja. Sedangkan hari ini, aku sudah kehabisan alasan untuk menolak ajakannya berkeliling 5th Avenue, apalagi Matthew membiarkanku pulang tepat waktu.

"Kau sering lembur. Pria itu tidak melakukannya karena melampiaskan kebencian pada kami, 'kan?" Paula menarik lenganku karena aku berjalan terlalu dekat dengan jalan besar.

"Tidak. Itu terjadi karena aku adalah pegawai baru. Bukankah selalu seperti itu?" Dia akan memaksaku berhenti jika tahu bagaimana situasi di kantor saat ini.

"Apa kau sungguh tidak ingin menyusul Alby ke Inggris?"

Ah, pertanyaan itu lagi. Tawaran yang menggiurkan memang, aku tidak perlu bekerja lagi dan punya banyak waktu luang untuk melakukan hal-hal yang kusuka sambil menunggu Alby pulang. Menghabiskan lebih banyak waktu bersama orang yang kucintai, katanya itu sesuatu yang menyenangkan.

Mungkin seperti pasangan yang baru keluar dari sebuah toko dari merk terkenal beberapa meter di depan kami sambil bergandengan tangan. Si pria membawakan tas belanjaan tanpa merasa keberatan sedikit pun. Senyum keduanya terkembang lebar, seolah-olah ingin menunjukkan pada dunia bahwa mereka adalah pasangan paling bahagia di dunia. Aku tidak bermaksud membandingkan, tetapi aku tidak pernah tahu seperti apa yang mereka rasakan bahkan ketika aku melakukannya bersama Jeff dulu. Dia membuatku tertawa, tetapi karena dia harus melontarkan guyonan terlebih dahulu. Sedangkan dan Alby juga belum pernah benar-benar melakukan hal-hal yang dilakukan pasangan lain pada umumnya.

Lalu jika aku menyusulnya ke Inggris, meninggalkan semuanya di sini padahal aku belum benar-benar siap melepaskan, apakah hal-hal semanis itu akan terjadi? Mari berpikir sedikit lebih realistis. Kepergian Alby ke Inggris sifatnya hanya sementara, untuk mengurus pekerjaan. Ketika dia kembali, dia tidak akan kehilangan apa pun. Namun, jika aku menyusulnya dan harus berhenti bekerja, semuanya tidak lagi sama begitu aku kembali.

"Ada terlalu banyak yang dikorbankan hanya untuk seorang Alby. Dan aku tidak tahu apakah dia sepadan dengan semua yang kutinggalkan di sini."

Aku tidak peduli Paula akan kecewa atau tersinggung. Memiliki lebih banyak uang bukan berarti aku harus menyegani mereka. Sebagai manusia, baik aku, Alby, atau para pejalan kaki di sepanjang trotoar ini, memiliki harga yang sama. Kebebasan untuk mempertimbangkan sebuah keputusan juga adalah hak semua orang.

"Kau mengejutkanku. Kejujuranmu, aku menyukainya."

Aku tersenyum, menganggap itu adalah reaksi yang baik meski tidak tahu bagaimana ekspresinya sekarang.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang