[Song Series][Completed]
Ava, seorang layouter majalah, tidak pernah sesial ini dalam hidupnya; kekasihnya setuju dijodohkan dengan wanita lain, dan dia juga harus kehilangan pekerjaan di saat yang bersamaan.
Orang bilang, di balik kesialan, akan di...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku memandang setelan jas untuk wanita berwarna ungu muda di depanku, sambil sesekali membayangkan akan seperti apa penampilanku dalam balutan baju yang kusewa itu. Ada tali di bagian pinggangnya, untuk aku ikat sesuai ukuran lingkar pinggang. Setelan itu kugantung di ruangan penyimpanan baju-baju Alby. Dia mungkin akan melihatnya, tetapi aku tidak peduli. Atau mungkin dia akan melarangku pergi karena tidak mengajaknya. Takada kewajiban untuk mengajaknya ke mana pun aku pergi.
Oh, dan hanya karena aku tinggal sementara di sini, bukan berarti dia berhak melarangku melakukan apa yang kuinginkan.
Aku keluar dari ruangan tersebut dan saat berbalik setelah menutupnya, aku berjengit kaget karena menemukan Alby ada di hadapanku. Aku bahkan tidak mendengar dia datang setelah mengantar kedua orangtuanya ke apartemen milik mereka di Upperside. Iya, mereka tidak tidur di sini. Alby terlalu berlebihan sampai memintaku menginap, seminggu pula.
Namun, aku tidak benar-benar heran juga kenapa Alby memintaku tetap di sini, karena dua orang yang sudah berumur itu suka datang tanpa tahu waktu. Tahu-tahu muncul, bahkan pernah satu kali saat kami sedang berdebat. Parahnya, mereka hanya memaklumi itu dan mengatakan kalau pasangan akan sangat awet jika saling bersikap jujur, kalau marah, ya, marah; kalau ada yang ingin diungkapkan, ya, ungkapkan.
Tentu, kami akan awet sampai kesepakatan kami berakhir.
Kembali pada Alby yang belum beralih dari hadapanku. Tubuhnya yang tinggi membuat pandanganku sejajar dengan lehernya. Ketika jakunnya bergerak, tatapanku terpaku sesaat.
"Apa yang kaulakukan di sana?"
Tatapanku segera naik ke wajahnya dan menelan ludah setelah tahu matanya tersorot tajam ke wajahku. Aku menghela napas dan merotasikan kedua mataku. Seperti biasa, menunjukkan reaksi tidak suka setiap kali dia hendak bersikap bossy.
"Aku tidur di kamarmu, otomatis aku juga menyimpan baju-bajuku di sana." Aku membalas tatapannya, tanpa ragu.
Dia hanya mengangguk. Sungguh sesuatu yang langka menemukannya tidak terlalu banyak bicara seperti ini. Biasanya dia akan menginterogasi sampai aku muak.
"Ada pesta di bar, aku akan pergi ke sana dan kau harus ikut sebagai kekasihku."
Aku berdecak keras, terang-terangan menunjukkan betapa aku tidak senang pada rencananya. Dia bahkan tidak bertanya apa aku bisa ikut, tetapi langsung memerintahkan agar aku ikut. Ini perasaan yang aneh, aku menyukainya, tetapi membencinya juga. Aku ingin langsung mengiakan, tapi di satu sisi aku tidak ingin dia terlalu banyak mengontrolku.
Apa menyukai seseorang semerepotkan ini?
Selagi Alby belum melakukan apa-apa-seperti menahanku agar tidak pergi, aku melesat menjauhinya. Duduk di kasurnya jauh lebih nyaman daripada terus-menerus menahan napas agar tidak terbuai oleh aroma parfumnya. Oh, di bahkan sudah berpenampilan keren, siap untuk pergi ke bar yang dimaksudnya tadi.