58 - Second Date

973 92 2
                                    

Aku baru selesai mandi. Keluar dari kamar mandi masih mengenakan jubah mandi yang kupakai tidur semalam. Tetesan air dari rambutku membasahi bahu sampai punggung, yang beberapa kali akan membuatku bergidik karena dingin. Saat mandi, aku memang memakai air hangat, tetapi suhu di ruangan ini, atau karena pengaruh dingin dari luar, cepat sekali mendinginkan air hangat. Dan aku memang tidak memakai handuk untuk membungkus rambutku, sengaja agar udara mengeringkannya lebih cepat. Menggunakan hair dryer akan membuat rambutku yang jarang dirawat ke salon ini jadi cepat rusak. Aku harus ekstra hati-hati.

Begitu pintu berbahan kaca buram kulewati, Alby yang duduk di meja makan untuk dua orang langsung menyambutku. Dia memperhatikanku yang terlalu terbuka ini dengan intens. Tatapannya terasa membakar sampai aku tidak lagi berpikiran untuk membenahi belahan jubah yang mungkin terlalu rendah, nyaris di antara kedua asetku yang tidak terlalu besar.

Namun, kali ini aku justru membiarkan Alby memanjakan matanya. Aku menyibukkan diri dengan mengirim pesan pada Hyunjoo—sekadar bertanya bagaimana kondisinya dan memberi tahu kalau aku baik-baik saja, lalu bersikap seolah-olah tidak menyadari kalau Alby sedang menatapku sarat akan keinginan untuk memenuhi kebutuhannya. Aku pernah mendengar kalau penampilan seperti ini selalu berhasil menggoda pria, dan aku baru saja membuktikannya meski bukan satu kali Alby melihatku seperti ini.

Kurasa lama-lama dalam keheningan seperti ini juga tidak baik. Aku meletakkan ponsel di atas meja yang membatasiku dengan Alby. Selesai mengirim pesan dan tinggal menunggu balasan. Kendati aku sudah membalas tatapan Alby, tetapi dia masih bergeming. Aku tidak tahu bagian mana yang tampak sangat menarik di matanya.

"Kau serius kita akan pergi?" Pertanyaan itu menjadi pembuka obrolan sekaligus tombol untuk mengembalikan kesadaran Alby. Dia berdeham dan melarikan tatapannya ke wajahku. Aku bahkan tidak benar-benar tahu sejak tadi dia melihat ke bagian mana. Memikirkan itu membuat perutku tergelitik.

Alkohol rupanya membuat pikiranku makin liar.

"Selagi ada waktu. Kenapa tidak? Ini adalah momen di mana kau tidak akan bisa menolak." Seperti biasa, Alby yang tidak suka dibantah. Keseriusan yang dia pamerkan justru membuatku merotasikan mata.

"Aku tidak punya pakaian selain yang kupakai hari Jumat kemarin saat berkunjung ke rumah Hyunjoo. Dan tentu saja sekarang ada di apartemennya."

"Kau bisa pakai lagi baju yang semalam. Punggungmu bersih, sayang kalau terus disembunyikan."

Punggungmu bersih? Apa-apaan maksudnya itu? Wajahku mendadak panas setelah sadar dia sudah melihat tubuh polosku. Sial, dia menang banyak.

"Tidak. Aku tidak suka pamer di depanmu. Apalagi ini musim gugur, aku bisa mati kedinginan." Sebenarnya ada jaket berbulu milik Hyunjoo juga, tetapi itu sudah seperti baru dicuci sebagian dan aku tidak ingat apakah itu karena muntahanku atau hal lainnya.

"Tapi kau membiarkan orang lain melihatmu berpakaian seksi. Kenapa pacarmu tidak boleh?"

"Aku memakai jaket berbulu dan tidak kulepaskan sedetik pun di sana."

Aku tidak tahu kenapa sekarang justru bersikap seolah-olah aku harus mengklarifikasi hal itu. Dia mungkin pacarku, tetapi bukan di posisi di mana kami berhak mengatur apa yang satu sama lain kenakan. Dalam kasus ini, aku tidak bersalah, tetapi Alby membuat itu seolah-olah adalah salahku.

"Ah, benar juga. Jaket itu kotor dan kuserahkan ke pihak hotel untuk dicuci."

Seharusnya dengan begitu dia mengerti kalau aku tidak bisa pergi ke mana-mana selain pulang. "See? Aku tidak punya baju untuk pergi denganmu." Suaraku terdengar agak memelas agar dia membatalkan rencananya.

Alby menyesap segelas teh yang entah dari mana dia dapatkan, tetapi matanya tidak kunjung beralih dariku. Rasanya seperti dia tidak hanya meminum teh itu, tetapi sedang menelanku juga.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang