72 - Detention

1.4K 118 14
                                    

Mungkin aku akan dibilang nekat, atau lancang. Namun, siapa yang akan tahan jika orang-orang di sekitarmu sibuk dengan proyek besar dalam pekerjaan tanpa tahu apa yang mereka kerjakan? Bisa jadi tidak semua orang merasakannya, tetapi aku benar-benar gelisah saat ini.

Aku memandang Troy yang menunjukkan wajah penuh keraguan. Mungkin proyek itu adalah sebuah cara untuk menjatuhkan perusahaan Jeffrey, seperti kata Alby. Namun, bisakah itu tidak benar-benar terjadi? Rasanya seperti aku terjebak di lingkaran orang-orang jahat walau apa pun yang terjadi pada perusahaan Jeffrey sama sekali bukan hal yang harus kupikirkan.

Troy menutup laptopnya dan digeser agak menjauh. Satu jus jeruk dan sepiring spageti ditariknya mendekat, sedangkan yang satunya di dorong ke arahku.

"Sejauh ini, baru kau yang berani menanyakan itu, Ava. Mungkin kau lupa membaca poin-poin di dalam kontrak."

Sudah kuduga kalau menanyakan tentang proyek itu seperti bom bunuh diri

"Mungkin aku terlalu excited karena akan memiliki pekerjaan sampai tidak membacanya dan langsung tanda tangan." Dan itu adalah pengakuan yang sangat memalukan. Padahal kalau diingat-ingat lagi, aku tidak sepenuhnya salah. Matthew ingin buru-buru pergi dan aku harus segera tanda tangan. Dia bilang salinannya akan diberikan padaku, tetapi belum kuterima sampai sekarang. Oh, benar. "Matthew belum memberikan salinan kontrak yang dia janjikan."

"Benarkah? Aku akan memberikannya padamu nanti." Troy mengabaikan rasa ingin tahuku tentang proyek-- sekarang bertambah dengan isi dari kontrak kerja--dan mulai menyantap spagetinya.

Aku tidak pernah tahu kalau rasa penasaran bisa membunuh nafsu makan, bahkan meski Troy melahapnya seolah-olah itu adalah makanan terenak pun aku sama sekali tidak tidak tergoda. Sampai-sampai aku harus memaksa diri untuk minum hanya agar tidak serak. Setidaknya ini menyegarkan daripada rasa ingin tahu yang menjadi-jadi.

"Troy, aku tidak lapar. Aku akan kembali ke ruanganku atau membeli minuman di kantin. Terima kasih atas waktunya."

Aku mendorong kursi, sebagai bentuk kesadaran bahwa tidak ada lagi yang mau kulakukan di sini. Rasa penasaran akan tempat ini  sudah terjawab dan aku tidak lagi merasa haus akan seperti apa pemandangan seperti apa yang bisa kulihat dari tempat ini. Kuhabiskan dulu jus jeruk yang tersisa setengah sebelum mendorong kursi dengan bagian belakang kakiku.

"Tunggu, Ava." Dua kata itu saja sudah cukup untuk membuatku tidak jadi beranjak pergi. Troy menyapu mulutnya dengan tisu. "Makanlah dulu, aku akan memberitahumu setelah ini." Dia menjentikkan jari dan seorang wanita datang untuk mengisi ulang jus jeruk kami.

•••

"Ketika kau yang meminta, aku tidak bisa menolak. Kau selalu mengingatkanku akan sosok Alby. Tentu saja dia jauh lebih ambisius daripada kau."

Setelah satu porsi spageti kuhabiskan, Troy mengajakku naik ke sini, ke atap bangunan. Ada satu gazebo besar yang dirancang sedemikian rupa menyerupai sebuah bar. Takada bedanya dengan di lantai di bawah tadi, tetapi tempat ini akan cocok untuk berpesta, atau mengadakan perayaan selepas kerja.

"Menurutmu aku akan mengadu jika kau tidak menjawab pertanyaanku?"

Troy menyesap minumannya yang berwarna biru terang sedikit dan meletakkannya kembali ke atas meja. Aku penasaran bagaimana rasanya, tetapi sudah tercium bau alkohol dari situ. Aku tentu harus menghindari risiko.

"Tidak, tapi bukankah kau akan banyak bercerita dengannya? Biasanya itu yang dilakukan pasangan--setidaknya mantan kekasihku tidak pernah berhenti menceritakan kesehariannya. Itu membuatku risi dan hubungan kami selesai." Troy tampak seperti orang yang pesimis akan hubungan saat ini dan tentu saja aku bukan seseorang yang akan bicara banyak untuk menghibur seseorang.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang