40 - Peter

779 104 3
                                    

Aku memainkan sikat gigi pemberian Alby, membuat benda itu berputar-putar di antara sela-sela jari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku memainkan sikat gigi pemberian Alby, membuat benda itu berputar-putar di antara sela-sela jari. Dari banyaknya cara memintaku untuk tinggal di penthouse-nya, dia memilih cara ini; memberiku sikat gigi. Dan kenapa harus sikat gigi?

Kalau dia berikan ini pada wanita lain, mungkin mereka akan dengan senang hati menerimanya.

Maksudku, hal-hal seperti ini biasa dilakukan oleh orang yang berpasangan. Ketika salah satunya ingin melanjutkan hubungan mereka ke tahap yang lebih serius, sikat gigi bisa berperan sebagai proposal untuk meminta sang kekasih tinggal bersamanya. Dan sekarang aku benci dengan benda ini, karena berhasil membuatku berekspektasi lebih tentang hubungan kami. Maksudku, aku tidak akan begitu kalau dia sudah mengakhiri status kami sebagai sepasang kekasih.

Alby benar-benar sulit dimengerti. Dan ketika aku berusaha untuk tidak mengingatnya lagi, Pete muncul dari balik pintu apartemenku. Bagus sekali pria berkulit gelap ini datang berkunjung, pikiranku bisa dialihkan sejenak dari Alby. Apalagi dia juga membawa dua kotak piza.

"Kukira kau akan mengganti pinnya."

"Bagus kalau tidak diganti, 'kan?" Aku menjawab sembari merentangkan tangan untuk menyambutnya dalam pelukan.

Sejak pertemuan kami untuk mendiskusikan liburan musim panas—yang mana berujung batal karena aku tidak bisa ikut, aku tidak bertemu lagi dengannya. Dan hari ini dia datang tanpa pemberitahuan.

Pete menepuk punggungku tiga kali sebelum melepaskan diri. Dia meletakkan piza yang dibawanya ke atas meja dan aromanya lantas menguar ketika Pete mengeluarkan kotaknya dari plastik.

"Aku sudah jarang datang, besar kemungkinannya kalau kau ganti." Pete mendorong satu kotak ke arahku. Dia masih ingat betul kalau aku bisa menghabiskan satu kotak porsi untuk enam orang sendirian, apalagi saat sedang santai seperti sekarang.

"Karena itu aku tidak menggantinya, Pete." Aku membalas dengan cepat, secepat kotak piza darinya terbuka dan sudah kuambil sepotong. Aku tidak lapar, tapi siapa yang tahan tidak memakan piza jika sudah ada di hadapan?

Aku menatap Pete yang berjalan menuju kulkas dan mengeluarkan dua kaleng kola dari sana. Bahkan jika dia mengambil yang lain-lain, aku tidak akan protes. Pete adalah satu-satunya yang punya akses khusus di apartemen ini.

"Pertunangan Hyunjoo dan Dave seminggu lagi. Sudah punya pakaian untuk pergi ke sana? Ingat dress code-nya, warna ungu muda."

Aku menggeram rendah di sela-sela kunyahan. Dari banyaknya warna yang kupunya di lemari, tidak ada yang berwarna ungu. "Mungkin aku harus jadi laki-laki sehari agar boleh memakai putih."

"Aku juga tidak punya jas putih, mau pergi belanja?" Pete menawari. Dia masih berdiri dekat kulkas, menyandarkan pinggul di tepian pantri. Kaleng kola di tangannya sudah dibuka satu. "Bukan hari ini, mungkin besok."

"Bagaimana kalau cari tempat penyewaan saja? Aku harus hemat, membeli baju hanya untuk sekali pakai adalah pemborosan."

Meski penghasilanku bisa terbilang lumayan akhir-akhir ini, tetapi aku tetap tidak akan memakainya untuk sesuatu yang percuma. Itu membuat Pete berpikir, sebenarnya dia mudah terpengaruh olehku. Dan dengan dia mengangguk, berarti setuju dengan usulanku.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang