22 - Messy

845 106 6
                                    

Makan siang yang canggung sedang berlangsung di sebuah restoran bintang lima di kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makan siang yang canggung sedang berlangsung di sebuah restoran bintang lima di kota. Di meja yang cukup besar ini, dengan diisi beragam menu masakan yang dimasak oleh chef terbaik, hanya diisi oleh tiga orang; aku, Alby, Paula. Situasi ini tidak akan berakhir jika salah satu dari kami tidak bicara. Namun, aku sadar tidak berkewajiban untuk bicara mendahului mereka.

Awalnya kupikir hanya mood buruk Alby yang menjadikan atmosfer ruangan ini begitu menegangkan—perubahan suasana hatinya itu terjadi setelah dia mengobrol dengan Claudia, entah apa yang terjadi, aku menahan diri untuk tidak mencari tahu. Yang pasti, aku yakin itu bukan sesuatu yang baik.

Hal serupa juga terjadi pada Paula. Dia hanya bicara saat meminta kami untuk memesan makanan tadi, selebihnya hanya diam.

Entah apa yang terjadi pada dua bersaudara ini. Tidak mungkin ikatan batin mereka sekuat itu sampai yang satu harus merasakan kesedihan yang lainnya, bukan?

"Ava, kau harus makan yang banyak."

Paula akhirnya bersuara ketika aku meletakkan sendok dan garpu ke atas piringku yang sudah kosong. Aku sudah selesai makan dan tidak berselera untuk makan yang lainnya. Cukup sudah.

"Aku sudah kenyang, Paula."

Paula menyusulku, mengakhiri makannya meski masih ada sisa di piringnya. Mungkin hanya jeda sebentar sebelum dia akan melanjutkannya lagi. Kini dia justru tersenyum kepadaku.

"Kau pasti sudah tahu apa yang akan kubicarakan, bukan? Tidak mungkin Alby akan membiarkanmu melewatkan acara besar keluarga kami." Paula tampak semringah sekali sekarang. Cepat sekali perubahan mood-nya.

"Ya. Alby sudah memberi tahuku." Aku membalas seraya melirik Alby yang masih menikmati makanannya dengan tenang. Dia sama sekali tidak merasa terganggu sedang dibicarakan. Seburuk apa suasana hatinya?

"Bagaimana, kau ikut, 'kan? Rencananya ke Santorini selama dua minggu."

"Dua minggu?" Aku mengulangi, sekadar untuk memastikan kalau aku memang mendengarnya demikian. 

"Betul."

Aku menatap Alby lagi, meski percuma karena pria itu sama sekali tidak menghiraukan obrolan ini. Jiwanya seperti sedang berkelana ke suatu tempat yang sangat jauh dari sini, meninggalkan raganya yang harus makan agar memiliki tenaga saat dia kembali.

"Biasanya cuma seminggu, perjalanannya akan memakan waktu sangat lama, jadi ini ideku, kita akan berada di sana kurang lebih sepuluh hari." Paula menyesap minumannya dan kembali menjentikkan jari sebelum berkata, "Santorini sangat cantik, aku pernah ke sana."

Aku hanya tersenyum sebagai respons akan antusias Paula saat menceritakan tentang liburan keluarganya. Melihat cara dia tersenyum dan memandangku dengan mata besarnya yang kecokelatan—berbeda dengan milik Alby, aku merasa diharapkan untuk ikut bersama mereka. Namun, aku sungguh keberatan berpura-pura di depan orangtua mereka.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang