Setelah menyelesaikan acara cuci piringnya. Rio bergabung dengan Arghi yang tengah menonton televisi. Serial anak-anak, sungguh selera Arghi jelek sekali. Sudah hampir legal masih saja menonton kartun, seperti tidak ada tontonan lain saja. Rio biasanya akan memilih tontonan olahraga. Daripada melihat tontonan anak kecil yang sekarang sudah sangat tidak masuk akal di otaknya.
Tapi, Rio tidak memprotes hal tersebut. Baginya selera orang berbeda-beda, hanya saja selera Arghi terlalu rendahan untuknya. Di luar rumah ibu-ibu mulai belanja sayur untuk makan siang, suara riuhnya sampai masuk ke dalam rumah yang pintunya terbuka. Sesekali Rio melongok melihat apa yang terjadi saat suara di luar makin keras, hanya lelucon ibu-ibu rupanya.
"Hari libur biasanya ngapain, Yo?" tanya Arghi membuat Rio yang sedang asik menyimak candaan ibu-ibu di luar pagar rumahnya menegakkan tubuhnya. Ruang televisi ini dekat jendela yang menghadap langsung ke jalan. Kalau keluar ruangan ini langsung berhadapan dengan ruang tamu. Arghi yang baru sadar Rio baru saja menguping pembicaraan ibu-ibu menepuk dahinya, "dasar emak-emak rumpi," cibir Arghi.
"Kenapa tadi, Ar?" tanya Rio pura-pura tak mendengar sindiran dari Arghi.
"Kalau libur biasanya ngapain?" tanya Arghi mengulang pertanyaannya dengan sewot. Rio megangguk mendengarnya dan berpikir sejenak. Bingung juga harus menjawab apa, karena biasanya dia hanya akan rebahan di kasurnya atau menggoda kakaknya yang tengah mengerjakan tugas kuliah dan sorenya dia akan keluar ke lapangan basket yang ada di depan komplek untuk berkumpul dengan remaja komplek. Tidak ada jadwal pasti untuk melakukan kegiatan di hari libur. Dia hanya akan melakukan apa yang membuatnya nyaman.
"Em, paginya olahraga, siangnya santai aja, terus sorenya kumpul anak klub basket di lapangan komplek atau kadang kumpul bareng klub basket SMP. Kemarin aku juga baru ketemuan sama mereka di pantai. Terus malamnya nugas sama nyantai aja di kamar," jelas Rio. Sudah seperti melamar pekerjaan dan harus menceritakan kesehariannya. Lagipula untuk apa Arghi bertanya demikian?
"Nanti sore latihan basket juga?" tanya Arghi membuat Rio menggeleng. Di grup whatsapp tidak ada yang membahas untuk berkumpul, kemungkinan besar hari ini libur. Hanya segelintir yang akan datang bermain-main di lapangan. Arghi nyengir mengdengar jawaban Rio, membuat Rio mengernyit heran, "kalo gitu kamu anter aku ya ..." pinta Arghi.
"Kemana?" tanya Rio penasaran. Dia jelas harus tahu kemana tujuan Arghi, agar bisa menerima permintaannya atau menolaknya. Dia akan menolak permintaan itu kalau ternyata tujuan Arghi pergi kencan dengan gadis yang dikatakan Jofan kemarin.
Tapi Arghi malah bergegas berdiri dan mengerlingkan mata dengan jahil, "rahasia!" serunya dan berjalan riang meninggalkan rumahnya. Rio berjalan cepat keluar ruang televisi dan melihat Arghi sudah menutup pagar rumahnya dengan wajah sumringah. Aneh. Batin Rio bergejolak melihat itu. Bahkan bulu kuduknya berdiri mengingat kembali kerlingan mata dari Arghi.
Rio berdecak dan memilih mematikan televisi lantas menutup pintu rumahnya. Dia lebih sering menonton televisi di kamarnya, lebih leluasa dan bisa tidur kapan pun ia mau. Tapi begitu sampai di kamar, Rio malah membuka ponselnya dan melihat Alvin mengiriminya banyak pesan bahkan Alvin membuat grup yang berisi Jofan, Arghi, dia, dan Alvin. Ah, kurang kerjaan sekali si Alvin ini.
Dia menelepon Alvin menanyakan kenapa dia mengirim banyak pesan di grup tanpa jelas tujuannya, hanya terus menyebut namanya setidaknya 20 kali. Benar-benar manusia kurang kerjaan. Arghi juga mulai aktif di grup mengirim banyak sticker yang dibalas Jofan. Ah, rupanya hari libur mereka sama sepertinya. Bedanya, mereka terlalu gabut sampai merecok di grup dengan segala bentuk sticker. Dia tidak pernah melakukan hal konyol semacam itu, ia masuk ke dalam jajaran manusia penyimak obrolan.
Alvin tidak menerima panggilannya sebanyak tiga kali. Rio pikir Alvin sudah tidak memegang ponselnya atau bahkan sedang fokus bermain game di ponselnya. Jadi, dia menyerah dan membiarkan Alvin menghubunginya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen FictionBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...