108. Maba

221 24 3
                                    


Mulai tanggal 10 September kemarin, universitas mulai tahun ajaran baru. Para mahasiswa baru harus melakukan kegiatan ospek selama satu minggu penuh. Dan malam ini adalah malam penutupan, malam inagurasi. Rio berniat membolos di malam ini, berencana pergi ke alun-alun kota dan makan di tempat itu sendiri.

Tetapi, entah dapat keberanian dari mana Jofan mengirim pesan padanya. Meminta ia menjemputnya karena tidak ada yang mengantar. Rio ingin menolak itu tetapi tidak bisa. Akhirnya sore ini dia berangkat bersama Jofan ke universitas.

"Makasih, Yo. Nanti pulangnya aku bareng Aan," ucap Jofan saat turun dari motor Rio. Rio hanya mengangguk dan memarkirkan motornya. Berjalan sendirian dengan kaus putih dan celana jeans hitam. Kaus ini adalah kaus prodi. Semua memiliki warnanya masing-masing. Jadi, sangat mudah menemukan teman satu prodi.

Rio tidak pergi ke dekat panggung seperti yang lainnya. Dia memilih pergi ke luar lingkungan universitas untuk merokok. Dia duduk di warung kaki lima. Memesan nasi goreng dan segelas es teh.

Dia menunggu sembari mengisap tembakaunya. Mengawasi jalanan yang mulai penuh sesak akibat gerbang yang tak muat oleh kendaraan mahasiswa. Rio mematikan rokoknya saat melihat Jofan berjalan keluar gerbang sendirian.

Selain karena nasi gorengnya selesai dibuat dia juga masih ingat remaja itu terus terbatuk akibat asap rokok. Dia hanya mengantisipasi kalau tiba-tiba Jofan duduk di depannya. Rio mengawasi Jofan sembari menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. Jalanan mulai remang-remang meski lampu jalan telah dinyalakan.

Jofan berdiri di bawah lampu jalan. Mencari seseorang sepertinya. Bahkan beberapa kali dia menempelkan layar pipihnya ke pipinya. Rio masih mengawasinya saat mendadak ponselnya berdering.

["Jofan"]

Nomor baru Jofan sudah ia simpan. Rio menerima telepon tersebut. Jofan tampak masih celingukan tidak sadar kalau Rio sudah menerima telepon darinya.

"Nasi goreng seberang jalan," ucap Rio akhirnya memberitahu lokasinya. Siapa tahu Jofan memang tengah mencarinya.

["Huh?"]

Jofan celingukan.

["Oh, ok!"]

Serunya saat melihat keberadaannya. Rio mematikan sambungan telepon dan meletakkannya di atas meja. Dia melanjutkan makan malamnya. Jofan masuk ke warung, memesan susu hangat.

Rio memasukkan rokoknya ke kantong jaket yang disampirkannya ke pundak. Jofan duduk di depan Rio dengan wajah kecewa. Dia sekarang tahu alasan Rio tidak di dalam. Karena ingin merokok. Jofan tidak terlalu menyukainya. Melihat perubahan Rio yang begitu besar membuatnya tahu, dia sekarang hanyalah orang asing.

"Kenapa nggak ke dalem?" tanya Jofan akhirnya mengajak Rio berbincang.

"Laper," jawab Rio dan baru saja selesai menyuap nasi goreng terakhirnya. Dia lantas menyeruput es tehnya. Menyelesaikan makan malamnya.

Minuman Jofan baru selesai dan disajikan di meja. Tetapi, Rio sudah selesai makan malam. Jofan jadi bingung harus meminumnya di sini atau lebih baik membungkusnya. Melihat Rio seperti tidak akan pergi, Jofan akhirnya menyeruput susu hangatnya. Ini sudah masuk musim hujan. Udara malam terasa lebih dingin dan Jofan tidak sanggup kalau harus minum es.

Rio duduk lebih jauh dari Jofan. Memilih duduk di dekat pintu masuk warung yang berdinding spanduk. Mengeluarkan rokoknya dan mulai membakarnya. Jofan tidak bisa menghentikan Rio. Membiarkan remaja yang baru saja cukur rambut itu mengisap tembakaunya.

Gerimis mulai terdengar riuh di luar. Jofan memutar duduknya. Menghadap jalan seperti yang dilakukan Rio. Melihat tetes demi tetes yang berubah menjadi hujan lebat disertai angin. Beberapa orang segera berteduh ke warung terdekat. Membuat Jofan memilih duduk di sebelah Rio saat beberapa orang masuk ke warung.

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang