Hari jumat ini seluruh siswa kelas 10 libur. Hal ini dikarena mereka harus mempersiapkan diri untuk mengikuti kemah penerimaan tamu ambalan. Mereka akan berangkat sore ini dan bersama-sama pergi ke daerah Bumi Perkemahan Lembah Merapi Jogja.
Rio dan Arghi berangkat diantar kedua orang tua Rio karena sekolah tidak mengizinkan siswanya menginapkan motor di sekolah. Sementara Jofan terlihat diantar oleh pamannya. Terakhir Alvin berangkat naik angkot.
"Nak Alvin udah besar ya, makin ganteng aja," puji Ica saat melihat remaja itu memasuki area sekolah. Alvin yang dipuji demikian tersenyum lebar berbangga diri. Sementara Arghi bersikap biasa saja, sudah biasa mendapat pujian demikian dari tante Ica.
"Hehehe... Makasih tante," ucap Alvin menggaruk kepalanya yang tidak gatal guna menyalurkan rasa malu. Wajahnya bahkan sekarang sudah semerah kepiting rebus.
"Nantinya kamu satu tenda sama Rio?" tanya Ica penasaran.
"Iya tante, Alvin satu sangga sama Rio," jawab Alvin. Ica senang mendengarnya, lantas tatapannya beralih pada Arghi.
"Kalau nak Arghi satu sangga juga sama Rio?" tanyanya penasaran. Dia hanya berharap mereka satu sangga saja agar bisa saling menjaga.
"Enggak tante, Arghi satu sangga sama Jofan," jawab Arghi menunjuk remaja laki-laki yang sejak tadi berdiri diantara mereka. Jofan yang ditatap kedua orang dewasa itu nyengir kuda. Kurang sigap untuk tersenyum menyapa dengan ramah.
"Ohalah, ini satu kelas juga sama kalian?" tanya Ica merangkul Jofan yang sedari tadi diam saja. Ica merasa tidak enak karena sejak awal dia telah mengabaikan remaja mungil tersebut.
"Iya," jawab ketiganya barengan.
"Paling mungil ya, Jofan. Rio, ini temenmu dijaga. Diajak makan yang banyak, jangan makan nasi goreng nggak sehat," pesan Ica kepada putranya. Arghi yang mendengar itu menahan gelak tawanya.
Jofan memang tampak kurus dan pendek, butuh banyak makan seperti dia. Setidaknya sehari butuh makan enam kali agar tubuhnya berisi sepertinya. Tetapi, anehnya Alvin selalu makan sedikit hasilnya juga bagus. Tubuhnya sesuai proporsi, tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus. Apa karena Alvin makan mie ayam tiap siang?
"Dia makannya kayak Alvin, lama," keluh Rio. Alvin mendelik kesal karena mengungkit cara makannya.
"Tapi, lebih lambat Alvin," tambah Arghi membuat Alvin makin cemberut.
"Lho emang makan apa kok lama? Nggak enak ya makanannya? Kalau nggak enak nanti tante buatin bekal tiap hari," ucap Ica bersemangat. Dia setiap hari selalu ingin membuat bekal makan siang tetapi, kedua anaknya menolak dengan alasan lebih praktis makan di kantin. Membuatnya tidak memiliki kesempatan untuk membuat bekal makan siang.
"Eh, nggak usah tante. Emang makannya lama," jawab Alvin akhirnya mengaku makannya lambat. Dia juga tidak tahu kenapa dia selalu mengunyah makanan dengan lambat. Dia rasa orang-orang di sekitarnya saja yang makan secepat kilat. Arghi misalnya yang bisa memakan dua mangkuk bakso saat dia baru menghabiskan satu mangkuk mie ayam.
"Oh tante kira makannya yang nggak enak," kecewa Ica. Ari merangkul istrinya tahu kalau wanita itu berharap Alvin memintanya membuatkan bekal.
"Ya udah, Bun. Acaranya udah mau dimulai," ucap Rio. Dewan pramuka telah memberi aba-aba untuk berkumpul menyampaikan pembekalan sebelum berangkat.
"Hati-hati. Temennya dijaga ya, Yo. Kalau ada apa-apa minta bantuan sama kakak kelas kamu," pesan Ica. Dia mengelus sebentar putranya. Lantas ketiga remaja lainnya juga ikut menyalaminya dan sang suami. Berpamitan dan terburu-buru berlari meninggalkannya. Dia pulang dengan berat hati. Meskipun Rio sudah dewasa dia tetap tidak terbiasa kalau Rio pergi berkemah seperti ini. Takut kalau kejadian yang ada di televisi semacam kekerasan oleh kakak kelas malah terjadi pada sang putra. Meskipun selama ini tidak terjadi pada Rio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Novela JuvenilBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...