Kelas 10 Mipa-2 akan melakukan penilaian basket di jam pertama. Pak Niki terlihat sangat bersemangat seperti hari-hari yang lalu. Membuat siswanya ikut merasakan rasa semangat dan menjadi fokus dalam menerima pembelajaran. Mereka bahkan melakukan pemanasan dengan gerakan super power dan suara hitungan yang keras. Seperti pelatihan militer saja.
Pagi ini terasa seperti hari yang paling cerah. Seperti suasana hati keempat siswa yang berbaris berjajar. Mereka bersemangat untuk melakukan penilaian, apalagi Rio. Itu karena kemarin dia mendapat sedikit teknik baru dari pertandingannya melawan kakak kelas. Dia jadi bisa mengembangkan teknik tersebut untuk penilaiannya hari ini.
Sesuai kesepakatan, siswi melakukan setelah para siswa selesai penilaian. Mereka tampak malu-malu kucing saat di luar kelas. Benar-benar wajah tembok.
Sesuai urutan absen laki-laki, Alvin pergi lebih dulu. Wajahnya tampak tidak meyakinkan namun, saat mulai diaba-aba dia menujukkan kemampuannya. Arghi sampai bersorak tidak percaya melihat Alvin bisa melewati semua penilaian dengan nilai terbaik. Bukankah Alvin terlihat letoy seperti sayur yang dibeli kemarin malam? Kenapa bisa melewati semua penilaian dengan mudah? Atau memang semudah itu?
Tak perlu banyak berpikir, kali ini giliran Arghi. Remaja itu percaya diri setelah melihat Alvin melakukannya dengan mudah. Dia berlatih keras minggu lalu, pasti hasilnya sama dengan Alvin. Atau bahkan lebih tinggi karena Alvin minggu lalu saja malas-malasan berlatih tidak sepertinya yang bersemangat.
"Aish!" umpat Arghi saat dia tidak bisa memasukkan bola dalam ring. Dua kali percobaan selalu meleset sampai di percobaan ketiga dia berhasil memasukkan begitu seterusnya sampai percobaan kelima. Dia hanya mendapat tiga point tidak seperti Alvin yang sempurna lima point.
Entah jampi-jampi apa yang telah Alvin berikan sampai bola miliknya bisa selalu masuk ke dalam ring. Atau Alvin diam-diam berlatih dengan Rio? Ah, tidak mungkin. Setiap waktu dia bersama Rio dan tidak pernah melihatnya ketemuan dengan Alvin. Jadi, apakah memang Alvin juga mantan anggota basket di sekolah?
"Susah banget asli!" keluh Arghi dan duduk di sebelah Jofan. Jofan sendiri duduk dengan gugup. Melihat Arghi yang minggu lalu berlatih keras saja hanya bisa mendapat tiga point, lalu bagaimana degannya yang kemarin hanya berlatih di menit terakhir. Ah, menyesal dia tidak berlatih keras minggu sebelumnya.
"Tangan kamu aja kaku, kalau kaku bola ngelambungnya nggak sesuai sasaran," sahut Rio. Arghi hanya mendengus sebal mendengar pengertian Rio. Rupanya memang dia yang payah.
"Semangat Jo!" ucap Rio saat tiba giliran Jofan. Disusul ucapan penyemangat dari Alvin dan Arghi. Jofan tersenyum dan mengacungkan jempolnya senang mendapat dukungan.
Hanya dua point yang dimiliki oleh Jofan. Tampak wajahnya kecewa namun, hanya bisa diam saja. Alvin membesarkan hatinya mengatakan nanti bisa mengejar di penilaian lain. Jofan mengangguk mengiyakan ucapan Alvin. Lantas Rio maju untuk melakukan penilaian. Tidak ada yang istimewa kecuali gerakan Rio yang gesit. Ah, semua sudah tahu hasil akhir yang akan Rio dapatkan. Tentu saja lima.
Meskipun begitu, beberapa siswi tetap bersorak memberi selamat pada Rio dan si empu membalasnya dengan senyuman lebar serta anggukan kepala. Rio kembali duduk di sebelah Alvin dan memperhatikan siswa lain yang melakukan penilaian. Sampai kemudian penilaian pertama dan kedua selesai dilakukan seluruh siswa.
"Ayo berkumpul!" ucap pak Niki dan membuat seluruh siswanya duduk melingkar di dekat pak Niki. Pak Niki mengecek nama-nama siswa yang kurang dalam penilaian pertama dan kedua. Lantas melihat nama-nama yang cukup mahir. Dia sendiri yang akan membagi tim untuk penilaian terakhir yakni bertanding secara beregu.
Rio satu kelompok dengan Arghi dan Jofan sementara Alvin bersama temannya yang lain. Artinya Rio bisa mendongkrak nilai Jofan dan Arghi di penilaian kali ini. Dan lawan tanding Rio adalah tim Alvin, sungguh sebuah kebetulan yang menyenangkan.
Alvin tampak malas gerak seperti biasa dan enggan dijadikan ketua karena malas melompat di awal permainan. Akhirnya Gilang yang menjadi ketua tim dan berhadapan dengan Rio. Rio tersenyum jahil saat melihat Gilang putus asa karena timnya mengirimnya sebagai ketua.
"Yo! Jangan kamu lah! Curang asli," keluh Gilang dengan wajahnya yang super bete. Rio menjulurkan lidah mengejek dan membuat semua orang tertawa. Melihat seorang ketua kelas berhasilbdiejek oleh Rio.
"Ya udah Arghi yang di depan," ucap Rio mengalah. Dia mendorong Arghi agar menjadi pemain yang melakukan jump ball. Sementara Rio berada di baris penyerang. Jofan menjadi pemain penyerang bersama Rio, sementara Arghi penjaga garis belakang.
Permainan berjalan menyenangkan. Alvin beberapa kali mendapat operan bola namun remaja berkulit cerah itu terlihat segera mengoper bola kepada rekannya yang lain membuat pertandingan cukup lawak. Apalagi saat Alvin dikungkung Rio dengan bola di tangannya. Alvin berputar-putar mencoba mempertahankan bola, setidaknya harus menunggu waktu mengoper.
"Lho!" pekik Rio saat Alvin berlari membawa bola yang entah ada di mana. Para penonton tertawa melihat bola diselipkan di dalam baju depan Alvin. Membuat remaja itu mengandung secara mendadak.
Pertandingan berubah menjadi ajang melawak. Itu karena Arghi yang hendak mengoper bola pelanggaran Alvin malah memukulkan bola kepada Rio secara tidak sengaja. Rio memekik merasa kepalanya pening mendapat operan asal dari Arghi. Arghi hanya bisa nyengir kuda berharap Rio tidak dendam dan memukulnya di lapangan.
"Ar, oper Ar!" seru Alvin tanpa sadar. Dan dengan tololnya Arghi mengoper bola kepada Alvin. Rio yang serius melambaikan tangan di belakang Alvin hanya bisa membuang muka dan berjalan malas. Arghi baru sadar saat Alvin berlari dengan bola dan memasukkan bola ke dalam ring miliknya.
"Lho Alvin bukan tim kita? Wah Vin curang kamu!" protes Arghi yang sudah kepalang tanggung ikut bersorak merayakan masuknya bola yang dilempar Alvin. Rio hanya melengos saat pandangannya beradu dengan Arghi.
"Jangan manggil dong kalau bukan tim aku!" keluh Arghi yang merasa tidak bisa fokus kalau semua memanggil namanya. Rio menyesal kenapa secara terus menerus bola bisa ada di tangan Arghi. Ah, itu karena Jofan yang ia oper bola malah mengopernya kepada Arghi.
"Ar, sini!" teriak Rio melompat. Arghi yang melihatnya segera mengoperkan bolanya. Lantas bola berhasil Rio masukkan dengan point tiga. Pertandingan berlanjut, kali ini cukup serius.
Namun, belum sampai pertandingan usai Arghi kembali berulah. Remaja itu berlari menerjang Jofan yang baru saja mendapat bola dari Gilang. Jofan berlari dan berhenti hendak mengoper pada temannya yang lain tetapi Arghi menarik bola tersebut, merebutnya. Hal itu membuat Jofan yang terkejut mempertahankan bola dengan kuat, bahkan memanggil Rio meminta bantuan.
"Ar, Jofan kelompok kamu!" seru Agung yang gemas melihat kedua orang itu berebut bola. Entah Jofan tahu kalau yang merebut bola Arghi, atau sama-sama tidak sadar bahwa mereka dalam satu tim.
"Jo lepas aja Jo!" ucap Rio melihat Jofan terombang-ambing. Sementara Alvin sudah meringsek ikut merebut bola. Kali ini Arghi dan Alvin yang berebut bola. Namun, Arghi seperti tersadar oleh sesuatu dia melepas begitu saja bola. Membuat Alvin terjengkang ke belakang.
"Lho kok Alvin lagi!" pekik Arghi saat melihat Alvin berdiri dari jatuhnya dan melempar bola kepada Gilang. Rio yang ada di dekatnya memutar bola matanya. Lelah sekali bermain bersama Arghi. Remaja itu sedikitpun tidak bisa diandalkan, "aku kira itu kamu Yo!" ucap Arghi terkikik mengingat kekonyolannya.
"Ya kalaupun itu aku, tetep aja kamu rebutan bola sama Jofan yang sebenernya satu tim sama kamu," gemas Rio. Dan Arghi tampak menepuk jidatnya seolah baru sadar kalau Jofan satu tim dengannya. Lantas remaja itu tertawa terbahak-bahak menyadi betapa konyolnya dia saat berebut bola dengan orang satu tim dan malah memberikan bola kepada lawan.
"Pengkhianat dasar!" gumam Agung merasa begitu gemas dengan tingkah Arghi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
أدب المراهقينBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...