"Ayo dong. Coba lebih tinggi lagi!" seru Arghi sembari berjongkok dan melihat ke atas. Sementara Rio memanjat pohon membawa sekantong plastik. Dia baru saja naik pohon jambu dan dengan tidak sabaran Arghi berseru di bawah. Ingin rasanya menimpuk kepala Arghi dari atas sini.
"Cerewet banget sih!" omel Rio yang masih fokus meraih buah jambu di sisi kanannya. Remaja dengan celana abu-abu osis itu kembali bergerak naik lebih tinggi untuk mengambil jambu lainnya. Alvin dan Jofan hanya menonton saja. Sesekali Jofan melihat dari bawah pohon seperti yang Arghi lakukan. Alvin tidak tertarik, dia hanya ingin menikmati buahnya saja. Urusan mengambil buah serahkan pada Rio.
Setelah hampir 10 menit Rio memanjat, sekarang dia sudah turun membawa seplastik berisi jambu. Alvin bersorak melihat itu, sudah sangat bersemangat untuk makan. Rio melompat turun dan meletakkan plastik tersebut, lantas mulai sibuk mengusir semut yang merayap di tubuhnya.
"Banyak banget semutnya, di atas juga ada sarang lebah," adu Rio mengibas-kibas kausnya yang sudah ia lepas membuatnya kini telangjang dada. Arghi tertawa melihat punggung Rio sudah penuh bintik-bintik bekas serangan semut. Jofan ikut tertawa tetapi akhirnya membantu Rio untuk menyingkirkan semut yang ada di punggung.
Setelah beres mereka kembali ke tempat Alvin duduk. Remaja itu tersenyum lebar dan segera menyerbu kantong plastik. Dia mengambil jambu merah dan mengusapnya singkat. Lantas menggigit besar-besar jambu dengan kulit keuningan tersebut.
"He!" pekik Alvin saat tangannya disengat semut. Dia menjatuhkan jambunya dan bergerak heboh mengibas-kibaskan tangannya berusaha mengusir semut yang bergerumul di tangannya.
"Jangan gitu, Na!" omel Arghi merasa kesal karena beberapa semut menjadi hinggap di baju seragamnya. Dia juga tidak mau berurusan dengan semut. Melihat punggung Rio saja sudah ngeri.
"Diem tho!" kesal Rio menahan tangan Alvin dan memukulnya. Lebih tepatnya memukul semut-semut yang masih betah merayap di tangan Alvin. Alvin meringis saat pukulan terakhir dan Rio bukan untuk semut melainkan untuknya, "heboh dasar!" decak Rio dan membersihkan jambu. Setelah bersih dia memakannya. Mereka mengikuti apa yang Rio lakukan, demi menghindari serangan dari semut.
Menikmati sore di teras rumah Jofan adalah hal yang cukup elegan. Jalanan depan rumah yang sepi membuat suasana damai yang menyenangkan. Keempat remaja itu bergelut dangan pikiran masing-masing. Arghi rebahan dengan sebelah tangan menjadi bantal, satu tangan lainnya menyuap jambu ke dalam mulutnya. Berlagak seperti tengah berjemur di pantai. Rio duduk bersandar menatap jalanan depan rumah. Sementara Alvin masih saja sibuk bermain game di ponselnya. Jofan tidur tengkurap di sebelah Rio.
"Mau tahu nggak rahasia Rio?" tanya Arghi membuat serempak ketiganya menatapnya. Arghi menolehkan kepalanya dan terkekeh mendapati tatapan penasaran ketiga sahabatnya.
"Rahasiaku?" tanya Rio mengulang apa yang baru ia dengar. Arghi mengangguk bersemangat dan segera bangkit dari tidurnya. Jofan ikut duduk meski tampak lebih nyanan tengkurap. Kemudian keempat remaja itu mulai menampilkan wajah yang serius. Siap berghibah.
"Jadi, diantara keempat orang di sini. Cuma Rio yang dipercaya jadi teman curhat. Bener kan?" ucap Arghi. Rio berdecak, ia kira apa yang akan dibicarakan oleh Arghi, rupanya hal itu. Arghi yang melihat respon teman-temannya segera menambahkan, "Jofan pertama kali cerita tentang masa SMP-nya, bisa jadi Alvin juga cerita sesuatu untuk pertama kalinya ..."
"Iya dan kamu cerita apa ke Rio?" sergah Alvin. Kalau Arghi menyimpulkan hal semacam itu, artinya remaja itu juga pernah curhat dengan Rio. Apalagi mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bersama, pasti ada cerita yang mereka tutupi berdua.
"Nggak ada, kalau kamu?" tanya Arghi membalik pertanyaan. Alvin menggeleng. Dia tidak pernah cerita apa-apa kepada Rio. Arghi yang menadapat gelengan dari Alvin berdecak tidak percaya, "ah, bohong! Pasti ada kan yang disembunyiin. Ayo dong cerita, Jofan aja udah cerita," desak Arghi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen FictionBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...