Sampai bel pulang sekolah Arghi terus saja meledek Rio padahal wajah Rio sudah sangat bete. Sementara Alvin tampak tertawa heboh melihat tingkah kedua temannya. Rio menggendong ranselnya dengan wajah kesal melihat Arghi yang terus-menerus menunjukkan tampang songongnya yang mengejek. Awas aja, dia akan membalasnya segera. Rio tersenyum evil.
"Vin, pulang naik apa?" tanya Rio pada Alvin yang baru saja berdiri lantas menggendong tas ranselnya bersiap untuk pulang ke rumah.
"Angkutan," jawab Alvin dengan santai.
"Bareng aku aja. Tak anter pulang," tawar Rio tersenyum ramah. Arghi yang sejak awal memiliki feeling buruk membelalakan matanya menatap Rio. Wajah jahilnya sirna seketika terganti wajah memelas seperti korban kejahatan yang patut dikasihani.
"Lho Yo! Kan aku pulang bareng kamu! Gimana sih?" tanggap Arghi akhirnya menyuarakan protesannya. Dia tidak mau diam saja mendapat perlakuan tidak menyenangkan seorang Rio. Seenaknya saja melupakan manusia tampan ini dan memilih mengajak orang lain untuk pulang bersama.
Rio tampak tidak peduli dan melengos berjalan keluar kelas dengan siulan mengejek. Arghi yang melihat itu langsung naik pitam, "idih jadi orang pendendam amat. Eh, Vin, sorry nih sebelumnya. Tapi, Rio udah boncengan sama gue!" tegas Arghi mulai memunculkan sifat seenaknya. Dia sungguh merasa sangat kesal sekarang, rasanya seperti dikhianati oleh seorang kekasih Rio. Ya ... Meskipun sampai sekarang dia belum pernah punya kekasih.
"Siapa bilang? Gue nggak ada bilang mau pulang bareng lo! Ayo, Vin!" ajak Rio ikut-ikut menggunakan lo-gue yang terdengar aneh. Darah jawanya terlalu kental sehingga sangat tidak nyaman menggunakan bahasa gaul orang Jakarta. Bagi orang Jogja bahasa orang Jakarta terdengar kasar dan tidak ada sopan santun. Jadi, Rio merasa tersulut mendengar Arghi berbicara bahasa gaul seperti itu.
"Udah, Yo. Aku pulang naik angkutan," lerai Alvin yang enggan memperpanjang permasalahan. Bisa-bisa mereka benar-benar bertengkar di sekolah. Melihat tubuh badan Rio yang sekekar itu Alvin jadi ngeri. Takut kalau mendadak Rio menggunakan tenaganya, Arghi jelas kalah telak.
"Nah, tuh si Alvin mau naik angkot," pungkas Arghi dengan bersemangat. Rio memutar bola matanya dan melanjutkan langkahnya. Di belakangnya Arghi berjalan mengekor. Dengan langkah yang seperti anak kecil mengikuti Rio ke parkiran motor. Alvin juga berjalan mengekor keduanya dengan Jofan di sampingnya.
"Kamu pulang naik apa, Jo?" tanya Alvin penasaran sekaligus berharap. Berharap Jofan juga naik angkot sehingga bisa menunggu di halte bersama-sama.
"Di jemput, Vin," jawab Jofan membuat Alvin merasa sedikit kecewa tapi hanya bisa mengangguk saja. Jofan tersenyum canggung melihat semburat kekecewaan di wajah Alvin.
"Oh gitu, ya udah hati-hati ya," ujar Alvin dan berjalan ke luar gedung menuju jalanan besar untuk menunggu angkot. Sekolah mereka menjorok masuk gang jadi kendaraan umum tidak bisa masuk ke jalanan depan sekolah. Hal tersebut kembuat para siswa harus berjalan sekitar 200 meter untuk menunggu angkutan di halte jalan raya. Sementara itu, Jofan duduk di dekat gerbang menunggu sepupunya datang. Sepupunya adalah seorang mahasiswa yang merupakan putra dari pamannya. Dia tinggal bersama sang paman di Yogyakarta.
Di parkiran, Arghi dan Rio masih saja berdebat. Memperdebatkan hal yang sebenarnya sangat tidak penting membuat suasana parkiran ramai oleh kehadiran dua orang itu. Tanpa tahu malu Arghi merayu Rio agar diizinkan membonceng untuk pulang ke rumah. Sedangkan Rio menolak mentah-mentah permintaan Arghi karena dalam hatinya masih mengingat jelas wajah mengejek Arghi. Salahkan sikap Arghi beberapa menit lalu yang semena-mena kepadanya.
"Aku masa pake helm tapi naik angkot, kan nggak lucu, Yo. Ayolah biarin aku bonceng. Atau aku ngamuk!" ancam Arghi kekanakan dan sukses membuat Rio sakit kepala. Kenapa dia harus kenal dengan orang tidak punya malu seperti Arghi. Apalagi harus satu kelas dan bahkan satu kompleks dengannya. Nasibnya sungguh sial sekali.
"Sana cari boncengan lain!" usir Rio dan mulai menstater motornya, siap melaju keluar parkiran. Tapi, Arghi dengan keras kepala berdiri di depan motor Rio untuk menghalanginya. Rio menggas motornya sembari menarik remnya membuat ban belakang menggeram, menakutkan. Hal tersebut mampu membuat Arghi panik, wajahnya sampai pucat pasi meski tetap berdiri menghalangi Rio.
BRUM! BRUM!
Rio makin menggeramkan motor metiknya membuat riuh seisi parkiran. Arghi melompat ke samping demi menghindari motor Rio. Wajahnya tertekuk sebal karena dipermainkan oleh Rio. Tingkah Arghi yang centil tersebut rupanya menjadi bahan tertawaan seisi parkiran. Seperti menonton hiburan topeng monyet, bedanya kali ini pemainnya tanpa topeng. Arghi yang terlanjur malu karena ditertawakan enggan merasa malu sendiri. Otaknya bekerja mencari ide dan...
"Iyyo! Kenapa sih jahat banget sama makhluk imut ini? Kalo ketabrak beneran gimana?" omelnya sembari membuat pose malang kerik. Rio menutup kaca helmnya yang berwarna hitam bersiap untuk meninggalkan Arghi. Dia enggan dipermalukan di parkiran oleh Arghi. Wajah menyebalkan Arghi cukup membuat Rio muak dan ingin meninggalkannya segera.
"Sorry, bisa minggir nggak? Motorku mau keluar," intrupsi seorang siswi kepada Arghi yang berdiri menghalangi akses keluar motor si siswi. Layaknya shooting yang di cut, drama pun berakhir. Dengan tampang tolol Arghi segera melangkah menjauh membiarkan siswi tersebut mengeluarkan motor scoopy. Momentum itulah yang dimanfaatkan Arghi untuk segera membonceng Rio.
Rio tampak terus menatap terpesona pada siswi tersebut yang tengah kesulitan untuk mengeluarkan motor karena dihimpit dua motor lainnya. Tanpa ba-bi-bu, Rio turun dan menstandar motor miliknya lantas meninggalkan Arghi yang terpekik kaget karena motor yang ia duduki mendadak miring karena distandar.
Rupanya Rio turun dari motornya untuk membantu siswi tersebut mengeluarkan motornya. Tentu saja bisa dilakukan Rio tanpa kesulitan sedikitpun. Tenaganya yang besar membuatnya dengan mudah mengangkat belakang motor agar posisinya lurus dan siap dikeluaran dari arkiran. Siswi tersebut tersenyum senang mendapat bantuan yang tepat waktu.
"Makasih ya, kak..." ungkapnya kepada Rio dengan senyumannya yang paling manis.
Rio mematapnya tanpa berkedip. Menatap siswi tersebut yang memiliki lesung pipi di wajah sebelah kiri, terlihat begitu menggemaskan dan membuat siswi tersebut semakin berkharisma di mata Rio. Rio mengangguk masih saja memandangi wajah ayu rupawan sang siswi, bahkan sampai mengabaikan panggilan dari siswi tersebut untuknya. Padahal ia tahu bahwa mereka ada di angkatan yang sama. Lidahnya bahkan sampai terasa kelu untuk sekedar membalas ucapan terima kasih itu. Jadi, dengan jantung berdebar tidak karuan dia melangkah kembali ke motornya. Tidak lagi mempermasalahkan Arghi yang nangkring di jok belakang motornya enggan turun sejengkal pun, takut ditinggal.
Arghi yang sedari awal menonton tingkah Rio tersenyum dengan jahil. Menjahili Rio rasanya menyenangkan bagi Arghi. Dia tidak akan ada kapoknya meski sudah dilindas truk sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Fiksi RemajaBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...