17. Hobi

346 22 0
                                    

Minggu kedua setelah mereka resmi menjadi siswa SMA menjadi awal perjalanan persahabatan. Entah sejak kapan mereka begitu dekat satu sama lain. Rio sudah tidak canggung lagi bersama Jofan, Jofan yang memang ingin berteman dengan Rio senang bisa berhubungan dekat dengan lelaki tersebut. Arghi selalu menjadi tokoh utama setiap hari karena tingkah lucunya. Alvin juga sudah tidak nampak sepolos pertemuan pertama. Dia yang memang asik merasa sangat klop berada diantara ketiga sahabatnya. Ah, dan berkat Rio, geng mereka terkenal.

Di hari senin yang cerah ini mereka mengikuti upacara bendera. Rio berdiri memisah, tidak mau membiarkan Jofan kembali sendirian seperti saat upacara pertama. Dia hanya merasa kasihan pada laki-laki mungil yang tampak begitu pasrah. Apalagi kalau sudah dijahili Arghi, dia tampak terima meski wajahnya menunjukkan kekesalan.

Ketiganya nampak bercanda entah tentang apa. Jofan menoleh pada Rio yang juga tengah menatapnya. Lantas Jofan mengatakan Arghi baru saja kentut, hal itu yang membuat mereka tertawa. Rio memejamkan matanya mendengar lelucon mereka apalagi aroma emas mulai tercium oleh hidungnya.

"Sialan, bau bangkai banget sih! Kamu makan apa, Ar?" umpat Rio menutup lubang hidungnya. Dia berdiri di belakang Alvin tapi aroma itu berhasil menampar lubang hidungnya. Mengobrak-abrik paru-parunya dan membekas lama bahkan setelah aroma itu lenyap dibawa angin.

"Sorry, sorry ..." ujar Arghi menoleh dengan wajah menahan malu. Bayangkan saja dilihat banyak orang karena kentut. Meskipun tidak secara terang-terangan menatapnya tapi, Arghi tahu beberapa orang mendengar dan segera menutup hidung.

"Makan bangkai ya lu Ar?" tuduh Gilang yang berada tepat di belakang Arghi. Arghi menggeleng kuat menampik tuduhan tidak masuk akal itu.

"Ngaco! Nggak mungkinlah!" protes Arghi pada Gilang. Dia kembali menghadap ke depan. Merasa sangat malu, sedangkan dua manusia laknat yang menyebarkan berita kentutnya hanya terkikik geli. Sial sekali harinya. Kenapa selalu hari senin?

Setelah selesai melaksanakan upacara para siswa kembali ke ruang kelas. Arghi memukul-mukul punggung Jofan yang sudah menyebarkan berita kentutnya membuatnya sepanjang jalan diolok bau bangkai. Sedangkan Jofan tertawa mendapat pukulan bertubi-tubi dari Arghi. Alvin yang menonton keduanya tertawa ngakak memukul-mukul Rio yang duduk di sebelahnya dan juga tengah tertawa.

"Aduh, aduh, sakit!" keluh Rio menghindari pukulan Alvin. Rio mendengus, "ketawa aja nggak usah mukul orang," omel Rio membuat Alvin ngakak melihat wajah kesal Rio.

"Hahaha ... sorry, sorry," ujarnya meminta maaf atas pemukulan yang ia lakukan. Rio hanya berdecak namun kembali tertawa melihat dua orang itu masih berdebat mengenai kentut. Sungguh kurang kerjaan sekali mereka berdua.

"Asli hari ini aku gugup banget," ujar Jofan saat Arghi sudah menyelesaikan balas dendamnya dengan memukulnya. Dia mulai mengungkapkan kegelisahan hatinya yang sudah sejak semalam ia rasakan.

"Gugup kenapa, Jo?" tanya Alvin penasaran. Melihat wajah gugup Jofan membuatnya ikut gugup tanpa sebab.

"Sepulang sekolah ada kumpul klub seni lukis," jawabnya memberitahu. Alvin yang mendengar hanya berdecak merasa terbodohi. Dia kira ada hal besar yang bisa sampai membuat Jofan gugup. Ternyata hanya berangkat ekskul.

"Lah terus kenapa? Bagus dong ekstrakulikulermu udah dimulai, ekskul musik malam belum ada info," ujar Arghi memberitahu kegundahannya. Dia juga merasa gugup karena belum juga dimasukkan ke grup. Jangan-jangan dia salah menuliskan nomor ponselnya.

"Ya takut aja kalo nanti nggak ada temen ngobrol," jelas Jofan. Itu membuat Rio yang sejak tadi menyimak menurunkan pandangannya.

"Pasti ada lah. Nyatanya kita sekarang temenan," ujar Rio menenangkan hati Jofan yang dilanda gugup. Jofan membenarkan ucapan Rio. Memang dia pada akhirnya berteman dengan mereka meski perlu banyak waktu untuk bisa diterima oleh mereka. Tapi, masalah ekskul beda lagi. Dimana mereka hanya bertemu satu minggu sekali dan satu sama lain jelas pada akhirnya bersaing di pertandingan.

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang