"Bacot!" cela Arghi menunjuk Alvin tanpa rasa takut sekaligus tanpa rasa bersalah. Alvin menatap nanar, tidak percaya dengan sosok Arghi yang sekarang tengah didorong menjauh darinya oleh Jofan. Ini kali pertamanya dibentak seperti itu dengan bahasa kasar. Arghi memang bukan sahabat yang baik. Dia terlalu sulit dimengerti bagi Alvin, itu sebabnya dia tidak cukup akrab dengannya.
"Nggak usah datang ke rumahku lagi, berengsek!" seru Alvin kesal. Nenek Anti yang mendengar perkelahian di kamar cucunya berlari tunggang langgang. Sangat khawatir karena emosi Alvin yang buruk bisa membuat kondisi kesehatan Alvin ikut lemah, terlebih dua orang sahabat Alvin akan terluka karena sikap Alvin. Dia segera meminta Jofan keluar dari kamar Alvin teelebih dulu, melihat Alvin memandang tajam ke arah Arghi tanpa berkedip. Matanya tampak berkaca-kaca tapi matanya sama sekali tidak ingin meneteskan air mata. Alvin sedang tidak bisa dikendalikan oleh dirinya sendiri.
"Jangan dimasukin ke hati ucapan Alvin. Kata dokter itu salah satu efek dari kemoterapi, perubahan emosi. Jangan kapok jengukin Alvin, ya..." pesan Anti meminta kedua remaja itu tetap datang seperti biasa. Alvin akan sangat kesepian kalau keduanya benar-benar pergi dan enggan menjenguknya.
Setelah mengantar kedua sahabat cucunya pulang, nenek Anti lantas masuk ke dalam kamar Alvin. Duduk di bibir ranjang cucu laki-lakinya dan memperhatikan Alvin yang tengah menangis terisak. Bukan kali pertama Alvin menangis. Berkali-kali remaja itu menangis keras-keras bahkan sampai mengamuk. Anti selalu mencoba mengerti perubahan tingkah Alvin. Tentu karena kenyataan yang dihadapi Alvin terlalu pahit sehingga remaja itu dengan alami melakukan pengalihan. Mengalihkan rasa sakitnya dengan amarah yang tidak akan bisa diredakan oleh siapapun.
"Kenapa, Nak?" tanya Anti mencoba tenang. Dia dengan lembut mengelus punggung tangan Alvin dan berusaha menenangkan remaja itu. Baginya Alvin adalah segalanya, meskipun kadang dia begitu merepotkan untuk Alvin.
"Arghi maki-maki aku," keluhnya dengan wajah sembab karena menangis. Dia merasa terguncang mendengar makian dari sahabatnya, hatinya merasa sakit mendengar ucapan Arghi. Alvin mengusap wajahnya, "dia yang buat persahabatan kita hancur, tapi sekarang dia malah bertingkah seolah Rio yang salah. Dia bahkan menjauh dari Rio padahal yang salah dia," cerita Alvin dengan suara sesenggukan. Nenek Anti baru tahu kalau ketiga sahabat Alvin sedang ada masalah. Pantas saja Rio jarang terlihat akhir-akhir ini. Apa mungkin selama ini Rio tidak masuk menemui Alvin dan memilih duduk di depan ruang rawat inap? Anti tidak berani membuka mulut soal itu, biarkan dia yang tahu.
"Vin, kalau semua berjalan lancar, tandanya ada yang salah dengan hidup kamu. Semua punya masalah, kita hanya perlu menghadapi semua masalah dengan ikhlas. Kalau sahabatmu salah ingatkan dia, begitupun sebaliknya. Dengan begitu persahabatan kalian bisa jadi makin kuat," ujar nenek Anti sembari mengelus lengan Alvin yang mulai terasa kurus. Setidaknya bobot Alvin berkurang lima kilogram sejak kemoterapi pertama.
"Arghi yang salah, tapi kalau diingetin selalu saja marah-marah. Rio juga nggak pernah mau jenguk aku, salah aku apa? Yang bertengkar mereka kenapa aku ikut dijauhi?" oceh Alvin dengan bibir mempout. Nenek Anti tersenyum melihat tingkah Alvin. Sudah lama Alvin bertingkah dewasa padahal usianya masih belum dewasa, sejak sakit tingkahnya menjadi seperti bocah. Itu menjadi hiburan untuk Anti.
"Nanti mereka juga akan baik, percaya sama mereka. Kalau memang mereka bersahabat, maka permasalahan ini akan cepat berlalu," ujar Anti. Dia juga tidak bisa memaksa sahabat Alvin untuk menjadi baik kepada cucunya.
Alvin mengangguk mendengar itu, lantas nenek Anti memintanya tidur lebih awal karena pasti tubuhnya merasa kelelahan. Alvin menurut saja dan mulai membaringkan tubuhnya, mengistirahatkan tubuhnya yang sudah seharian ini tidak mau diam. Apalagi mulutnya, selalu saja mengoceh banyak hal pada dua sahabatnya.
Tidak lama, remaja itu sudah tidur dengan nyenyak membuat Anti bisa melakukan kegiatan lain. Dia harus segera pergi menggosok baju agar pakaian mereka rapi. Bahkan ada seember baju kotor yang tidak bisa dicuci selama Alvin di rumah sakit. Tenaganya sudah bukan lagi tenaga orang muda yang bisa mengerjakan banyak tugas rumah. Saat Alvin masih sehat, semua pekerjaan Alvin yang melakukan. Seperti memasak dan mencuci baju, sekarang dia harus melakukan semuanya sendiri. Dia tidak mau membuat Alvin semakin terbebani dengan keberadaannya.
Sebisa mungkin Anti melakukan semua pekerjaan rumah agar Alvin tidak kepikiran dan bisa fokus dengan penyakitnya. Banyak orang membantu keluarganya dalam mendanai pengobatan Alvin. Dia bersyukur karena cucunya berbaik hati menjadi salah satu relawan dalam sebuah yayasan panti asuhan dan panti jompo. Itu membuat pihak yayasan menganggap Alvin bagian dari keluarga mereka bahkan mau memberikan banyak bantuan. Anti percaya, Alvin akan sembuh berkat orang-orang baik di sekitar mereka.
Tapi, hal yang kurang menyenangkan adalah saat dia sadar dirinya semakin tua renta dan tidak bisa berbuat banyak. Sementara Alvin harus hidup lebih lama. Anti takut kalau dirinya tidak bisa bertahan lama dan Alvin harus tinggal seorang diri. Mimpi buruk itu selalu menghantuinya setiap melihat cucunya dirawat. Dipasangi banyak alat medis sampai tampak kesakitan.
Rekan kerja almarhum ayah Alvin sudah mengusulkan pada pihak yayasan untuk membawa nenek Anti ke panti. Mengatakan bahwa Alvin akan dijaga oleh perawat pribadi sehingga nenek Anti bisa mendapat perawatan juga. Tapi, Alvin yang mendengar itu menolak keras sampai mengancam enggan pergi ke rumah sakit apabila neneknya tidak ada di sampingnya. Pihak yayasan juga sudah menawarkan untuk merawat nenek Anti. Itu karena kesehatannya juga ikut menurun karena semakin tua. Anti hanya bisa mengikuti kemauan Alvin untuk tetap menemaninya berobat. Selain itu, dirinya juga merasa tidak nyaman tinggal jauh-jauh dari Alvin. Cucunya adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Dan Alvin adalah tanggungjawabnya. Tidak sepantasnya dia pergi mengabaikan Alvin.
Bahkan saat ditawarkan seorang perawat untuk menemani mereka, Alvin tetap menolak. Banyak alasan yang diutarakan Alvin dan tidak bisa diingat oleh Anti. Yang jelas Alvin tidak ingin tampak sakit dan diperlakukan seperti orang sakit.
Orang-orang itu tidak bisa memaksa kehendak. Mereka akhirnya menyerah membujuk Alvin setelah sebelumnya diusir dengan kata penuh makian oleh sang empu. Mengatakan pada nenek Anti untuk terus membujuk Alvin demi kebaikan bersama. Bagi mereka Alvin adalah bagian dari keluarga yang tidak sedarah. Almarhum ayah Alvin adalah sosok pemimpin yang baik, sehingga banyak orang yang peduli dengan Alvin. Sayangnya remaja itu tidak melihat tindakan mereka sebagai bentuk kepedulian melainkan ancaman serta gangguan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen FictionBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...