Hari ini merupakan hari pertama ulangan akhir semester dilaksanakan. Seperti sekolah pada umumnya, sekolah mereka juga akan mengacak ruang kelas dan membagi rata semua siswa. Untungnya kelas 10 Mipa-2 masih ada di ruang kelas yang sama hanya saja separuh siswa di kelas mereka dipindah ke kelas sebelah. Sementara separuhnya lagi adalah siswa kelas 12 Mipa-1.
Rio duduk di belakang kelas paling pojok, sementara Alvin duduk di bangku paling depan di baris yang berebeda dengan Rio. Di belakang Alvin ada Arghi. Sementara Jofan duduk di belakang juga tapi berbeda baris dengan Rio. Benar-benar bersyukur bisa satu ruangan.
Bangku Rio bahkan dirubung teman satu kelasnya, termasuk Arghi, Jofan, dan Alvin. Mereka semua meminta les dadakan kepada Rio. Seolah Rio sudah mengerti semuanya dan meminta remaja tersebut membocorkan kunci jawaban untuk ulangan hari ini. Rio membantu sebisanya menggaris bawahi apa saja yang kemungkinan aka keluar dalam ulangan. Lagipula waktunya sudah sangat mepet, seharusnya saat hari libur mereka meminta diajari. Kalau hari ini dia juga harus belajar.
"Ih Yo! Ayo dong kasih contekan gitu buat aku. Nggak kasihan apa aku duduk paling depan lho!" omel Alvin mulai mengadu nasib. Rio sudah memutar bola matanya kesal. Sudah dibilang berkali-kali dia tidak menulis contekan apapun tadi malam. Alvin sungguh mencurigainya akan menulis contekan karena duduk di bangku belakang.
"Contekan apa? Dibilang aku tadi malam belajar tapi nggak nulis contekan," tegas Alvin dengan wajah kesal. Dia juga panik karena pagi yang harusnya ia gunakan sebagai waktu belajar malah dirusuhi teman-temannya. Dia membuka buku tulisnya, "nih kalau mau contekan! Aku nulis di buku nggak di kertas. Kalau ketahuan tanggung sendiri."
Arghi sudah meringis melihat catatan Rio di buku tulis. Padahal biasanya Rio tidak memperhatikan di kelas bahkan tidak pernah menulis. Lalu hari ini Rio datang membawa buku tulis yang tertulis dengan rapi dan terlihat lengkap. Sungguh ajaib.
Alvin menarik buku tulis milik Rio dan membacanya sekilas. Ini memang seperti yang tadi Rio jelaskan. Hanya saja bagaimana caranya menyembunyikan buku B5 ini sementara mejanya sudah diputar dan lacinya terletak di depan. Oh sungguh malang nasibnya hari ini.
"Udah lah pasrah aja, berdoa semoga soalnya pilihan ganda," ujar Arghi dan menepuk bahu Alvin ikut prihatin. Setidaknya dia tidak memiliki nasib semalang Alvin. Dia masih bisa tolah-toleh ke arah Rio atau Jofan yang letaknya lebih dekat.
"Makanya tobat, belajar kek nanti malam biar ada isinya dikit," omel Rio kepada Alvin. Yang diomeli mengerucutkan bibir karena kesal dan memutar bola matanya. Dia tidak butuh omelan, dia butuh contekan. Jofan yang sejak tadi diam saja tersenyum melihat Alvin tengah merajuk.
"Hahaha, tuh dengerin Vin! Kalau otakmu nggak pernah dipake, jual aja lumayan mahal, soalnya masih baru," sorak Arghi dan tertawa ngakak. Jofan sudah tepuk jidat. Harusnya Arghi tahu situasi. Padahal sudah biasa terjadi tapi Arghi selalu saja tidak mengerti. Kalau Rio dan Alvin sudah saling omel tandanya mereka tidak boleh ikut campur. Bisa-bisa dua-duanya meledak makin parah.
"Jual aja otakmu! Aku masih punya otak buat nggak jual otakku!" geram Alvin dan berjalan menghentak pergi ke bangkunya. Duduk dengan rusuh membuat beberapa siswi terkejut tapi kemudian kembali bersikap abai.
"Dih sensi amat. Lagian nilai rendah tuh ka–...."
"Berisik! Sana pergi! Nggak usah ganggu lainnya!" omel Rio memotong ucapan Arghi. Jofan menekuk kedua bibirnya menahan gelak tawanya saat mendapati Arghi masih membuka mulut. Tapi segera menarik Arghi menjauh agar tidak ribut. Dia juga duduk di kursinya dan mulai belajar.
Suasana kelas semakin tegang saat bel masuk berbunyi. Ini akan menjadi ulang akhir semester mereka yang pertama kali. Semoga nilai tidak mengecewakan. Itulah harapan yang dipanjatkan seluruh siswa dalam keheningan ruang kelas.
Hari ini guru pengawas tidak terlalu ketat, hanya saja mata pelajaran yang sulit membuat suasana tetap saja kaku. Bentuk soal memang pilihan ganda, tapi jumlahnya tidak kira-kira. Ada 150 soal dan semuanya soal uraian panjang yang membuat mata rabun mendadak.
Sejarah.
Sudah pasti tahun harus sesuai tidak boleh meleset satu angkapun. Bahkan nama-nama orang barat pun kerap kali menyesatkan. Arghi sejak awal sudah aktif mode swing. Menoleh ke sana-ke mari mencari contekan. Tujuan utamanya Rio, tapi beberapa kali juga meminta jawaban kepada Jofan yang duduk dekat dengannya. Beruntung sekali Rio bisa memiliki otak secerdas itu. Bahkan tanpa sungkan memberi jawaban yang ia ketahui kepada siapa pun yang bertanya.
Alvin menoleh saat melihat sang guru ekonomi tersebut sibuk bermain ponsel. Menatap Rio yang menunduk, mengerjakan ulangan dengan serius. Oh, sial! Kenapa waktunya tidak tepat sekali. Dengan wajah kesal, Alvin menatap Jofan. Mengganti sasaran dan menanyakan 10 soal sekaligus. Unting saja Jofan orangnya baik hati dan penyabar. Memberi kode pada Alvin sehingga Alvin dapat menuliskannya dengan cepat.
Melirik pada Rio sekali lagi dan melihat Rio tengah berbagi jawaban dengan Arghi. Arghi sialan. Tidak bisakah remaja tambun itu mengalah dan membiarkan dia memiliki sedikit waktu untuk berkonsultasi dengan Rio. Curang sekali menguasai Rio dalam waktu yang lama seperti itu.
"Uhuk!"
Alvin terbatuk-batuk di tengah-tengah makiannya. Sialan. Hari yang sial.
Matanya membulat saat melihat darah menetes membasahi kertas ujiannya. Dia terkejut dan menutup lubang hidungnya segera. Berdiri dengan sangat rusuh dan meminta izin kepada sang pengawas.
"Bu, izin ke kamar mandi. Saya mimisan!" pamit Alvin dan langsung ngacir ke kamar mandi tanpa menunggu jawaban dari sang guru. Hal itu sontak menjadi perhatian seluruh siswa di kelas. Apalagi siswa kelas 10 Mipa-2 yang sudah sering melihat Alvin mimisan. Mereka mesar sudah terbiasa, meski cukup khawatir dengan remaja pucat tersebut. Rio dan Jofan saling pandang sebentar. Seolah mengungkapkan rasa kekhawatiran mereka kepada Alvin lewat tatapan mata. Tapi tatapan keduanya terputus oleh suara sang guru.
"Fokus pada ulangan masing-masing! Jangan curang!" tegasnya dan membuat kelas kembali fokus.
Alvin masuk tidak lama setelah izin. Hidungnya merah dan bibirnya tampak pucat. Rio memperhatikan Alvin sampai remaja itu kembali duduk di kursinya. Tubuhnya terlihat lesu dan sepertinya Alvin sedang tidak enak badan.
Setelah lama menatap, akhirnya Rio kembali fokus pada soal di hadapannya. Mengerjakannya dengan serius dan segera keluar. Dia tidak suka berlama-lama di dalam ruangan untuk mengerjakan soal. Lebih suka terburu-buru agar bisa keluar cepat. Waktu belajar untuk pelajaran selanjutnya menjadi makin lama kalau keluar lebih cepat.
Alvin keluar tidak lama setelahnya. Sepertinya mengerjakan soal dengan asal-asalan. Remaja itu langsung duduk bersandar dinding di sebelahnya. Sangat tak berdaya.
"Nggak enak badan?" tanya Rio memberi perhatian.
"Nggak tahu, pusing," jawab Alvin ambigu. Entah pusing karena memang sakit atau pusing karena harus mengerjakan soal. Rio tidak tanya lebih banyak dan memilih mendikte pelajaran yang akan diujikan setelah ini. Alvin menyimak dan membuka bukunya, ikut membaca.
Arghi dan Jofan keluar lima menit sebelum bel selesai berbunyi. Keduanya langsung bergabung dengan Rio dan Alvin. Bahkan langsung mengghibah terkait soal yang jumlahnya tidak manusiawi tersebut. Rio menanggapinya dengan decakan saja. Arghi selalu berlebihan saat berbicara, pantas tubuhnya kelebihan lemak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Подростковая литератураBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...