Pagi ini Rio sudah ada di luar rumah untuk melakukan jogging. Sedangkan di dalam kamarnya sudah bisa dipastikan Arghi masih bergelung di bawah selimut. Rio tidak bisa mengerti dengan Arghi. Padahal di luar rumah begitu berisik oleh aktivitas orang-orang, tapi remaja itu sedikitpun tidak terusik. Bahkan saat Rio selesai dengan joggingnya, Arghi masih bertahan di alam mimpi.
Melihat itu membuat Rio mengembuskan napasnya. Dia lantas pergi ke kamar mandi membasuh wajahnya sekalian mengganti pakaiannya yang basah oleh keringat. Dia keluar dari kamar mandi menggunakan celana pendek dan kaus hitam.
Dia keluar dari kamar untuk sarapan dan mendapati kakaknya tengahmenyantap mie instan. Senyumnya lebar saat memiliki ide jahil. Kapan lagi bisa menggoda kakaknya tanpa harus takut dimarahi bundanya.
"Hayo, makan mie instan. Tak laporin bunda baru tahu rasa," goda Rio membuat kakaknya terlonjak kaget karena suara adiknya. Dia berbalik menatap Rio yang tengah tersenyum jahil.
"Dih sok-sokan mau laporin padahal semalem juga kamu makan mie instan kan?" ujar Devina dengan sengit. Dia lanjut menyantap mie instan tanpa peduli dengan pelototan kaget adiknya. Siapa juga yang menyuruhnya melupakan membuang isi dalam tong sampah di dapur setelah makan mie. Devina yang tiap pagi bersih-bersih jadi tahu kelakuan adiknya malam tadi.
"Sepakat, jangan bilang bunda. Demi kebaikan bersama," ujar Rio dan akhirnya melangkah ke dapur. Dia berbalik dan menatap kakaknya untuk meminta persetujuan darinya.
"Urus-urusanmu sendiri. Lagian aku nggak pulang tiga hari kedepan, wle!" ejek Devina menjulurkan lidahnya membuat Rio berdecak kesal. Kakaknya ini tidak pernah mau kerja sama untuk hal semacam ini. Selalu membuatnya kena omel sendirian, benar-benar kakak tidak bertanggung jawab.
Tok!
Tok!
Tok!Suara ketukan di pintu depan membuat Rio membuka kulkas dan berpura-pura sibuk. Paling malas membuka pintu untuk menyambut tamu. Lagipula ada kakaknya yang seharusnya akan membuka pintu.
"Yo! Cepet buka pintunya!" seru Devina dengan galak. Dia sedang makan dan tidak ingin diganggu. Adiknya itu pemalas hanya membuka pintu saja malas.
"Diam seperti debu bergerak menjadi babu," gerutu Rio sembari berjalan menghentak ke arah pintu. Devina yang menggerutu terkekeh. Ada-ada saja.
Begitu pintu rumahnya dibuka, terlihat bocah yang berdiri di depan pintu tengah menunduk. Sepertinya Rio familiar dengan wajah bocah di depannya. Benar saja, saat bocah itu mengangkat wajahnya Rio ingat siapa bocah tersebut.
"Ada apa, Ko?" tanya Rio dan berjongkok.
"Kak Arghi mana?" tanyanya dengan suara yang serak. Rio segera memberitahu Arghi ada di rumahnya, lantas mengajak bocah itu pergi ke kamarnya. Tapi Miko malah menangis sembari mengatakan sesuatu. Rio tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Miko.
"Kenapa?" tanya Rio merunduk agar mendengar apa yang diucapkan Miko. Tetapi, gelengan yang ia dapatkan. Rio menggandeng tangan Miko dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Siapa, Yo?" tanya Devina saat melihat bocah laki-laki yang baru saja masuk ke dalam rumah digandeng adiknya.
"Miko, adik Arghi," jawab Rio. Dia pergi ke kamarnya untuk membangunkan Arghi.
"Ar, bangun!" panggil Rio mengguncang Arghi yang membungkus diri dengan selimut. Rio berdecak melihat betapa malasnya seorang Arghi. Padahal di hari biasa laki-laki itu sudah akan duduk di ruang makan rumahnya padahal dia baru selesai mandi. Tandanya Arghi terbiasa bangun pagi. Apa karena libur sehingga Arghi malas bangun seperti ini.
Miko menatapnya dari luar kamar. Berdiri dengan wajah yang sedih. Matanya berkedip lucu membuat Rio yang terlahir sebagai bungsu ingin melihat bocah itu terus-menerus. Arghi beruntung sekali memiliki adik yang super imut seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen FictionBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...