11. Sakit

1K 45 0
                                    

"Lagi main apa, Yo?" tanya Alvin saat mulai merasa bosan. Jam istirahat masih lama dan teman sebangkunya malah sibuk sendiri dengan ponsel, membuatnya tidak ada teman mengobrol. Rio menggumam sebagai jawaban. Sangat terlihat tidak tertarik untuk berbicara bersama Alvin. Alvin mendengus tapi hanya bisa diam. Memilih menyandarkan kepalanya pada meja dan menyembunyikan wajahnyanya pada lipatan tangannya. Jam istirahat masih ada 30 menit lagi, bisa ia gunakan untuk tidur siang.

Arghi menoleh hendak mengajak Alvin main game tapi urung saat melihat remaja itu tertidur dengan tenang. Tujuannya berubah saat melihat Rio juga memainkan ponselnya. Dia membalik badannya siap mengajak Rio main.

"Ayo, Yo main game! Bosen banget," ajaknya sembari mengeluh bosan. Orang petakilan seperti Arghi tidak cocok kalau harus diam berlama-lama. Dia lebih senang melakukan aktivitas seperti mengobrol atau menjahili orang lain. Karena yang lain tengah istirahat dengan berbagai versi, jadi hanya ada Rio yang bisa ia ajak main game.

"Sibuk," jawab Rio tanpa menatap kepadanya. Arghi mendengus kesal mendengarnya. Tidak bisa diandalkan. Dengan wajah kesal dia kembali memposisikan duduk dengan benar di kursinya. Melirik teman sebangkunya yang terlihat sibuk dengan alat tulisnya tanpa peduli akan sekitar termasuk kepadanya.

Arghi melirik makin dekat melihat apa yang dikerjakan teman sebangkunya. Rupanya dia tengah menggambar sesuatu di kertas gambar yang ia bawa. Oh, ternyata Jofan pandai menggambar. Sama sepertinya yang menyukai seni, hanya beda jenis.

"Huh?"

Arghi terkejut melihat Jofan secara tiba-tiba menoleh kepadanya. Mungkin karena merasa diperhatikan dia menoleh kepadanya. Arghi hanya nyengir kuda. Lantas mengisyaratkannya untuk melakukan aktivitasnya tanpa peduli padanya.

"Lanjutin aja," ujar Arghi akhirnya bersuara.

"O ... oh, iya," sahut Jofan kikuk. Dia penasaran apa yang dilakukan Arghi tadi sebelum dia menoleh. Tapi, dia terlalu sungkan untuk menanyakan hal tersebut. Dia tidak sedekat itu dengan teman sebangkunya.

"Gambarnya bagus," puji Arghi akhirnya memulai berbicara. Dia sangat tidak tahan untuk duduk diam saja. Meskipun merasa Jofan adalah siswa yang aneh dia tetap merasa perlu berteman dengannya. Sama seperti Alvin yang berbicara santai dengan Jofan.

"En, enggak kok. Masih pemula," jawab Jofan merendah. Jelas gambarannya tampak begitu artistik dan terkendali layaknya gambar seorang profesional. Bagi Arghi yang hanya bisa menggambar gunung beserta sungai merasa terpesona melihat gambaran langit yang Jofan tengah warnai dengan pensil warna.

"Pensil warna emang bisa digradasi?" tanya Arghi penasaran. Pasalnya sepenglihatannya Jofan tengah mewarnai langit malam yang penuh bintang. Tentu saja itu butuh gradasi. Meskipun Arghi tidak pandai dalam hal menggambar tapi dia tahu kalau langit diwarnai dengan teknik gradasi menggunakan pewarna crayon atau cat air. Baru kali ini seseorang mewarnai langit dengan alat pensil warna.

"Bisa kok, sama aja kayak pake crayon," jawab Jofan tersenyum. Dia senang akhirnya teman sebangkunya mulai mengajaknya berbicara.

"Baru tahu," gumam Arghi dan menidurkan kepalanya pada meja. Memperhatikan gambaran Jofan yang perlahan mulai diisi dengan warna. Mulai dari hitam, biru tua, sampai biru muda. Terakhir dia tampak menggambar pohon dengan pensilnya dan menambahkan bintang dengan pensil warna putih.

Arghi duduk tegap melihat hasil gambaran Jofan. Takjub melihat betapa berbakatnya Jofan menggambar langit malam. Itu terasa seperti foto pemandangan bukan sekedar gambaran dari pensil warna.

"Bagus!" puji Arghi disambut senyum senang oleh Jofan. Dia menyobek gambaran tersebut membuat Arghi mengernyit heran, "lho kok disobek?" tanyanya tidak terima. Apakah Jofan akan membuang karyanya?

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang