97. Kelulusan

270 20 0
                                    

Pagi ini Rio sudah bersiap dengan setelan jas yang dibelikan bundanya untuk acara istimewanya. Wisuda SMA. Dia menjadi salah seorang siswa yang nantinya akan menyampaikan ucapan pesan dan kesan karena berhasil menduduki peringkat satu ujian sekolah dan ujian nasional sekabupaten. Dengan bangga dia tentu menyiapkan kata-kata pidato dan menghafalnya semalaman.

Dia berangkat bersama bunda dan ayahnya yang sengaja menyempatkan diri menghadiri acara wisuda putra mereka. Dengan mobil mereka berangkat ke sekolah dan disambut beberapa siswa dengan pakaian adat, seperti penerima tamu. Mereka lantas diantar seorang siswi ke tempat gedung aula tempat acara berlangsung.

Gedung tersebut sudah hampir terisi penuh. Ah, karena bundanya yang bawel dan ribet mereka jadi datang terlambat. Melihat bagaimana beberapa siswa dengan pakaian tari baru saja turun dari panggung. Rio diantar duduk di kursi terdepan yang hanya berjajar 10. Sedangkan kedua orang tuanya duduk di belakangnya.

Mereka menunggu acara berlangsung sembari mengobrol. Rio menolehkan kepalanya untuk bisa mengobrol bersama bunda dan ayahnya. Dia gugup tentu saja. Sebentar lagi dia akan dilihat oleh siswa tiga angkatan. Mengakhiri masa SMA dengan pidato kelulusannya. Beberapa sisiwa di belakang sana mulai duduk di kursi masing-masing bersebelahan dengan orang tua masing-masing.

Dapat Rio lihat sekilas Arghi dan Jofan yang hadir. Entah mereka membawa siapa ke wisuda hari ini, Rio tidak mau peduli. Bahkan saat Jofan menangkap pandangannya Rio segera melengos dan memilih melambai pada Anton yang tak jauh dari tempat Jofan berdiri. Membuat Jofan menghapus senyumnya dengan rasa malu. Dia kira Rio menatapnya tadi, rupanya melihat Anton.

Acara dimulai oleh mc dari anggota OSIS. Mereka mulai acara dengan ucapan sambutan sampai mempersilahkan sang kepala sekolah memberikan pidatonya. Semua tampak fokus mendengarkan ucapan sambutan tersebut meski beberapa ada yang grusak-grusuk saling berbisik dan sibuk sendiri.

Lantas setelah pidato kepala sekolah selesai, mc kembali naik panggung dan melanjutkan susunan acara selanjutnya yakni pidato kelulusan dari Rio. Dengan gugup Rio berdiri dan menatap bunda serta ayahnya sekilas, mendapat kepalan tangan sebagai penyemangat. Rio berdiri di panggung dengan wajah senangnya. Lantas mulai mengbil mic dan memulai ucapannya.

"Ada ungkapan menarik tentang hari ini. Yakni, kita dipertemukan oleh pendidikan dan dipisahkan oleh masa depan. Tetapi, tidak apa. Hari kelulusan ini adalah langkah awal dari semua rekan-rekan. Mengapa langkah awal? Karena setiap kali mendengar kata awal semua bersemangat melangkahkan kaki. Maka dari itu, semua hal besar dikatakan sebagai langkah awal kehidupan."

"Karena kita mungkin hanya bisa bertemu hari ini dan belum tentu bertemu saat reuni, maka saya ucapkan tolong bersemangatlah menjalani hidup seperti saat jam pelajaran kosong. Maaf karena pernah melakukan hal tidak menyanangkan selama kita saling bertemu. Dan terima kasih karena telah mengisi kisah masa SMA dengan berbagai warna."

Setelah pidatonya, Rio beranjak turun dari panggung dan duduk kembali di kursinya. Dia mendapat sorakan dari rekan-rekannya. Beberapa menangis terharu karena mengingat hari ini adalah hari terakhir mereka bisa bertemu dengan seluruh orang di angkatan mereka di sekolah. Benar kata Rio, belum tentu mereka bisa bertemu kembali.

Setelah pidato dari Rio, lantas acara selanjutnya adalah mengambil surat kelulusan. Dimulai dari Rio. Seluruh kamera menyorot pada Rio begitu siswa pentolan sekolah itu naik panggung menerima surat kelulusan dengan map merah.

Remaja tersebut melangkah ringan dan menerima map tersebut, melakukan pose sesuai permintaan sang juru foto. Lantas menyalami tangan kepala sekolah dan wali kelasnya. Dia kemudian turun dan dilanjutkan si peringkat dua.

Peringkat sepuluh teratas selesai menerima surat kelulusan lantas dilanjut siswa kelas 12 MIPA-1 dan seterusnya. Rio menatap diam saat Jofan melangkahkan kaki tampak gugup naik panggung. Menerima map merah dengan kikuk dan berpose kaku. Tak lama, Arghi juga maju dengan santai. Sudah biasa bagi Arghi untuk berada di panggung di sorot kamera. Itu karena dia seorang pianis yang cukup terkenal.

Setelah semua selesai menerima map berisi surat tanda kelulusan. Lantas acara selanjutnya adalah hiburan dan acara foto-foto. Rio berfoto bersama kedua orang tuanya. Lantas beberapa guru meminta berfoto dengannya. Dia tentu tidak keberatan dan membiarkan dikerumuni para guru bahkan para siswa. Teman satu angkatannya juga tak kalah sabar menunggu sesi foto bersamanya.

Bunda dan ayahnya memilih duduk menikmati acara hiburan karena lelah melihat Rio dijadikan model foto banyak orang. Membiarkan semua orang bisa berfoto dengan Rio padahal Ica masih ingin berfoto dengan putranya. Matanya mencari kedua teman Rio yang juga tentu wisuda hari ini. Dia tidak melihatnya saat menerima surat kelulusan, karena mengantuk.

Matanya menemukan Arghi yang juga tengah berfoto dengan beberapa siswa. Ica mengajak suaminya untuk pergi berfoto dengan teman putra mereka. Ari setuju-setuju saja. Dia bahkan dengan semangat meminta seorang siswi memotret dengan ponselnya.

"Nak Arghi, ayo foto!" pinta Ica dengan senyuman lebar. Arghi sedikit terkejut melihat tante Ica sudah ada di depannya. Matanya cepat mencari sosok tegap lainnya dan rupanya tidak ada. Baguslah.

"Iya tante," jawab Arghi dan membiarkan wanita tersebut berdiri di sebelahnya, lantas pria yang menjadi ayah Rio tersebut berdiri di sisi lain tubuhnya. Mereka berfoto dengan banyak pose. Jofan datang dan tentu segera dimintai foto bersama.

"Rionya mana, tante?" tanya Jofan sedikit tidak enak menyakan hal tersebut. Hubungannya dengan Rio sangat canggung namun, dia ingin berfoto bersama sahabatnya itu. Remaja cerdas yang menemani masa SMAnya. Dia tidak mungkin berpura-pura tak mengenal siswa tersebut.

"Rio sibuk foto sama temen-temennya. Kalian sudah foto bareng?" tanya Ica sedikit cemberut karena Rio sibuk dengan para penggemarnya.

Kali ini terlihat Rio berfoto dengan adik kelasnya yang hadir membawa hadiah. Sudah ada banyak hadiah yang didapat Rio sampai hadiah tersebut penuh di salah satu kursi di dekat Rio. Beberapa membawa buket untuk berfoto bersama membuat Rio kewalahan menerima hadiah dari mereka. Entah bagaimana nanti Rio membawa ini ke mobil.

"Belum tante, ini rencananya mau foto bareng," jawab Jofan langsung dihadiahi pelototan dari Arghi.

"Jo!" cicit Arghi tidak setuju dengan ide tersebut. Dia tidak mau bersama laki-laki tidak tahu malu tersebut. Ia hanya ingin menikmati acara kelulusannya dengan Jofan. Berfoto sepuasnya karena jarang-jarang mereka menggunakan setelan jas rapi seperti pejabat.

"An," rayu Jofan yang keras kepala ingin membuat kenangan di selembar foto bertiga dengan kedua sahabatnya. Rencananya dia juga akan meminta Rio datang ke rumah sakit agar bisa berfoto bersama Alvin. Akan sangat menyenangkan kalau Rio setuju pergi ke rumah sakit.

"Om, Tante, Arghi mau ke sana dulu ya..." pamit Arghi membuat Jofan berdecak. Dia tahu Arghi pura-pura saja pergi padahal dia mencoba menghindar dari Rio.

"Iya silakan, selamat ya atas kelulusanmu," ujar Ica dengan tulus. Ari juga mengucapkan selamat kepada Arghi lantas pada Jofan juga.

Setelah itu Jofan ikut berpamitan mengekor Arghi. Dia tidak ada tujuan lain kalau sendirian. Jadi, lebih baik mengekor Arghi saja. Tidak ada keberanian juga kalau harus menemui Rio. Dia hanya takut tak dipedulikan laki-laki tersebut. Ingatannya tentang cemoohan penggemar Rio membuatnya ketakutan untuk mendekati Rio.

 Ingatannya tentang cemoohan penggemar Rio membuatnya ketakutan untuk mendekati Rio

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang