68. Rencana

169 15 0
                                    

Setelah seminggu para siswa berkutat dengan kesibukan ulangan, akhirnya senin ini mereka sudah bebas dari mata pelajaran apapun. Ya, kecuali siswa yang bermasalah. Jofan contohnya. Dia harus mengerjakan tugas tambahan bahasa inggris agar nilai di rapornya tidak merah. Dia sudah dua kali bolak-balik dari kelas ke kantor untuk menemui Miss Ning. Guru wanita itu pada akhirnya membiarkan Jofan mengerjakan tugas tambahan seperti yang Rio usulkan dulu.

"Udah selesai?" tanya Rio pada Jofan yang duduk lesu di bangkunya. Arghi keluar sejak pagi untuk melakukan latihan dengan klub musiknya. Mereka nantinya akan tampil saat pengambilan rapor yang dilaksanakan hari senin depan. Minggu ini adalah jadwalnya class meeting. Class meeting dijadwalkan hari selasa sampai kamis.

"Udah, untung aja Miss Ning hari ini sabar," jawab Jofan sembari menegakkan tubuhnya  dia lelah harus menemui guru killernya itu. Pertemuan awal yang tidak baik membuat keduanya dilanda kecanggungan. Atau sebenarnya hanya Jofan yang canggung.

"Jadi masalah kamu sama Miss Ning udah selesai?" tanya Alvin. Dia menyimpan ponselnya yang sejak tadi ia mainkan ke dalam saku.

"Udah," jawab Jofan dan mengembuskan napas lega. Dia merasa sangat bersyukur karena ucapan Rio benar-benar membantunya. Kalau saja dia tidak berteman dengan Rio, entah bagaimana nasibnya.

Mereka lanjut diskusi tentang rencana liburan mereka saat liburan. Jofan bersemangat menuliskan apa saja yang diucapkan oleh Rio. Mulai dari tempat yang akan dikunjungi, estimasi waktu dan uang. Bahkan rencana menginap di salah satu hotel. Karena sebisa mungkin mereka mengeluarkan sedikit uang, maka menggunakan motor adalah jalan keluar dari permasalah transportasi  selain murah juga praktis. Mereka jadi bisa menjangkau banyak tempat wisata kalau menggunakan motor pribadi.

Rio dan Arghi yang akan menjadi driver. Sementara Alvin bisa menggantikan Arghi saat remaja berisi itu merasa lelah. Jofan cukup merasa bersalah karena tidak bisa diandalkan. Wajahnya murung seketika saat membahas transportasi.

"Santai aja Jo, Rio tuh paling suka kalau disurug naik motor. Bisa tanjap gas tujuh hari tujuh malam," ujar Alvin saat menyadari perubahan ekspresi Jofan. Rio menilik wajah Jofan yang memang tengah murung. Dia tahu Jofan merasa tidak enak hati padanya.

"Iya, santai aja. Sama temen sendiri juga," ucap Rio menenangkan. Jofan mengangguk dan merasa senang memiliki teman yang sangat pengertian. Tidak salah ia memilih teman. Bahkan secara sukarela Rio membiarkan ketiga temannya menginap di rumah minggu lalu agar bisa belajar bersama. Itu pengalaman pertama Jofan belajar bersama di rumah teman. Sampai larut malam dan bangun kesiangan bersama.

"Tadi dananya berapa Jo?" tanya Rio kembali memulai diskusi. Mereka akan bertualang menjelajahi Jogja selama tiga hari. Rencananya tiga hari, tapi kalau bisa empat hari ya menyesuaikan saja.

"Hampir satu juta yo, dibagi empat berarti dua ratu lima puluh ribu. Udah termasuk makan, tiket masuk tempat wisata, bbm, sama hotel. Ini hotelnya mahal ya, gimana kalau ke penginapan biasa aja. Hostel misalnya," usul Jofan. Untuk anak sekolahan uang seratus ribu saja sudah mahal, apalagi sampai dua ratus lima puluh ribu.

"Iya ke hostel aja lah nyari yang murah. Pasti ada kok," ujar Rio meralat rencana menginap di hotel. Dia sejak awal kurang setuju untuk menginap di hotel. Alasannya adalah biaya yang terlalu mahal dan baginya masih ada banyak penginapan yang lebih murah serta terjamin kualitasnya. Tapi....

"Ayolah sesekali nginep di hotel, biar kek orang kaya gitu jalan-jalan nginepnya di hotel."

Alvinlah yang ngotot ingin menginap di hotel. Didukung oleh si centil Arghi yang tak kalah keras kepala. Mereka dengan kompak mengatakan ingin sesekali nampak seperti orang kaya walaupun akhirnya masuk menggunakan motor. Tidak apa asal ada kenangan foto di kasur empuk khas hotel.

"Nanti lihat harganya dulu aja. Kalau sesuai budget mungkin bisa, kalau enggak sesuai ya nyari hostel. Atau singgah di masjid aja yang gratis," ujar Rio. Alvin mengerucutkan bibirnya tidak setuju. Artinya kemungkinan dia bisa menginap di hotel kurang dari 50%. Sepertinya dia harus mengadu pada Arghi agar membuat Rio setuju menginap di hotel.

"Nunggu Arghi aja, kan yang liburan empat orang, masa yang ambil keputusan tiga orang," ujar Alvin. Rio mengangguk setuju dan dengan itu Jofan menutup buku tulisnya. Sepertinya diskusi hari ini sudah berakhir. Mereka mulai fokus pada kegiatan masing-masing. Alvin main game di ponselnya, Rio streaming pertandingan basket yang tengah berlangsung di luar negeri. Jofan mulai larut dalam lukisannya.

"Eh Yo! Tuh dicariin Sila!"

Gilang masuk memberitahu kepada Rio bahwa Sila tengah menunggu di depan kelas. Dia yang sejak awal duduk bersama teman sekelas untuk mabar di depan kelas merasa kasihan pada Sila yang berdiri dengan canggung di depan kelas. Sepertinya sangat malu untuk menanyakan keberadaan Rio karena di depan kelas dipenuhi kaum adam.

"Okeh, makasih!" sahut Rio dan bergegas keluar kelas. Melihat Sila yang tersenyum canggung kepada teman sekelasnya.

"Mau ke perpus?" tanya Rio to the point. Sejak semalam Sila mengiriminya pesan ingin meminta bantuan terkait karya tulisnya. Rio juga tidak bisa mengajari Sila melalui pesan teks, jadi mereka memutuskan untuk bertemu di sekolah. Tentu belajar di perpus adalah ide yang bagus. Selain tempat tersebut memang diperuntukan untuk belajar juga ruangan tersebut cukup sejuk di cuaca yang panas ini.

"Iya boleh," ujar Sila menurut saja. Keduanya lantas berjalan beriringan pergi ke perpus. Sepanjang jalan mereka disiuli dengan jahil oleh siswa yang duduk di depan kelas dengan wajah bosan. Kapan lagi ada tontonan gratis. Melihat tempolan sekolah yang tampan nan atletis berjalan bersama si kembang sekolah yang supel.

Sampai di perpus, Rio mencari tempat paling nyaman untuk berdiskusi dengan Sila. Tentu saja jauh dari penjaga yang killer dan jauh dari pintu masuk. Karena uas telah selesai, perpus menjadi cukup ramai oleh para siswa yang hendak mengembalikan buku. Mereka tidak ingin memiliki tanggungan di perpus yang bisa mengakibatkan ditahannya rapor.

"Jadi udah sampai mana?" tanya Rio memulai diskusi. Sila membuka laptopnya dan menunjukkan dokumen yang ia buat seminggu ini. Rio membaca dengan cermat hasil kerja Sila. Lantas setelah selesai membaca habis dokumen Rio manggut-manggut.

"Kamu udah cari jurnal kan?" tanya Rio memastikan yang ditulis Sila sudah memiliki sebuah dasar. Sila mengangguk dan mengutak-atik laptopnya membuka seluruh jurnal yang ia jadikan sebagai landasan teori.

"Udah bagus kok, cuma alasan yang kamu kemukakan sebenernya kurang kuat. Coba cari jurnal terus bisa kamu taruh pendapat penelitian terdahulu biar alasannya makin kuat. Setelah selesai bisa langsung konsultasi ke Bu Nurul," saran Rio dan dicatata oleh Sila. Gadis itu mengaku mudah lupa dan menanggulanginya dengan mencatat apa saja yang disarankan oleh orang lain. Buku catatannya sangat rapi. Dia sepertinya  akan menulis ulang di buku lain agar ke depannya bisa kembali dibaca.

"Berarti cuma kurang itu aja kan? Aku masih kurang yakin soalnya," keluh Sila tampak ragu-ragu.

"Kenapa? Udah bagus kok. Kalau yang nulis ragu apalagi yang baca," ujar Rio membuat Sila meringis mendengar nada sindiran. Kalau soal kata-kata sindiran dan penyemangat Rio juaranya.

"Iya deh siap pak bos!"

"Iya deh siap pak bos!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang