Sudah dua hari ini rumah Ari selalu ramai oleh kehadiran ketiga teman si bungsu. Mereka menginap di rumah Rio dan sudah seperti pemilik rumah. Arghi bahkan sering memasak membuat Ica di rumah hanya duduk diam menonton televisi. Meskipun berisik mereka pandai mengurus rumah. Jadi, tidak bisa diusir begitu saja oleh Ica.
Seperti pagi ini, Arghi sudah sibuk di dapur memasak nasi goreng dan membuat telur gulung. Rio sudah di halaman depan untuk mencuci mobil dan motor bersama ayahnya. Alvin duduk di sebelah Ica di ruajg televisi dan menjadi teman ngobrol. Sedangkan Devina dan Jofan terlihat di halaman belakang rumah. Mereka sedang mencuci karpet dengan cara manual menggunakan selang. Seperti hari minggu pada biasanya yang penuh kesibukan berberes rumah.
Ari masuk bersama Rio setelah selesai mencuci kendaraan mereka. Bergabung dengan Alvin dan Ica di ruang televisi. Tak lama Arghi sudah selesai dengan sarapan buatannya. Memanggil semua orang untuk segera datang ke ruang makan dan memulai acara sarapan. Jofan dan Devina yang terakhir bergabung. Mereka membiarkan karpet besar itu tergantung agar kering dengan terik matahari.
Ica dengan sigap menyiapkan piring dan nasi goreng untuk semua orang. Tak lupa dia juga mengeluarkan jus jambu yang sudah ia buat tadi malam. Menuangkan dalam gelas masing-masing. Alvin yang tidak terlalu suka buat tidak bisa menolak pemberian Ica. Dia bisa meminumnya sedikit kemudian memberikannya pada si rakus Arghi atau si penyayang Rio.
"Kalian jadi liburan?" tanya Ari di sela acara makan. Keempat remaja laki-laki itu serempak mengangguk menjawab pertanyaan Ari.
"Iya, besok berangkat," jawab Rio mewakili ketiga sahabatnya. Rencananya sudah sangat matang karena diskusi non-stop selama dua hari.
Arghi yang kesepian di rumah karena keluarganya pergi ke Jepang memghadiri acara pernikahan kerabat mereka. Jofan yang belum bisa pulang karena rasa cemasnya yang tak kunjung reda dan juga karena selalu ditahan Ica saat remaja itu mencoba untuk kembali ke rumah pamannya. Alvin yang ditinggal sendirian oleh neneknya. Neneknya pergi ke panti untuk bertemu kawan-kawannya. Akhirnya semua berkumpul di rumah Rio dan sudah seperti saudara Rio sendiri. Devina juga menikmati waktu bersama Jofan. Remaja laki-laki itu sangat pandai mendengar curhatannya dan tidak cepu. Adiknya memang pengertian, tapi rasanya canggung setiap kali selesai curhat mengenai hubungan asmaranya. Rio tipe orang yang posesif. Tidak suka kalau orang yang dekat dengannya menjalin hubungan tanpa melibatkan dia.
"Berangkat jam berapa?" tanya Ica penasaran. Dia bisa menyiapkan bekal agar mereka tidak boros selama ada di perjalanan. Atau dia juga bisa menghubungi kerabatnya agar menampung keempat remaja itu di rumah mereka. Agar menghemat biaya penginapan.
"Sorean kok. Cuma keliling Jogja aja, nggak sampai keluar kota," jelas Rio.
"Iya, nih si Jojo tinggal di Jogja nggak tahu Prambanan kayak gimana. Kan kasihan," timpal Arghi dan langsung di tabok oleh Jofan yang duduk di sebelahnya. Hal tersebut sontak menjadi bahan tertawaan semua yang duduk di ruang makan. Devina sampai mengusap matanya yang meneteskan air mata saking gemasnya dengan tingkah dua remaja seumuran adiknya itu.
"Ngaco! Aku tahu Candi Prambanan, kamu tuh yang nggak tahu!" elak Jofan dengan wajah memerah malu. Dia tahu semua candi yang ada di Jogja, hanya belum pernah melihatnya secara langsung.
"Kayak gimana?" taya Arghi mengetes. Jofan gagap dan berakhir mendapat gelak tawa dari yang lainnya. Bibirnya mengerucut dengan sebal karena diejek Arghi. Apalagi Om Ari sampai tertawa ngakak karenanya, memalukan.
"Dasar nyebelin!" dengus Jofan dan melanjutkan acara sarapannya, begitupun dengan yang lainnya.
Setelah sarapan mereka berempat menghabiskan waktu di kamar Rio untuk bermain ps. Alvin memilih rebahan di kasur dan memainkan game di ponselnya. Sesekali menyomot makanan yang ada di kamar Rio. Jofan juga memilih sibuk dengan tabletnya. Menggambar di tab dan mendengarkan musik lewat earphone. Hanya Arghi dan Rio yang ribut memainkan ps. Sebenarnya Rio diam saja, tapi karena Arghi terlalu berisik dia jadi berseru mengingatkan untuk tidak berisik. Dan berakhir ikut berisik.
"Eh Jo! Berarti mamamu udah balik ke China kan?" tanya Arghi setelah bosan diejek Rio karena kekalahannya sebanyak dua kali. Dia malu tentu saja, oleh karena itu dia mengalihkan topik agar Rio berhenti mengejeknya.
Jofan melepas earphonenya dan mengangguk. Dia dengar suara Arghi, volume musik yang ia dengarkan tidak keras. Lebih keras suara umpatan Arghi karena kalah main dengan Rio. Rio dan Alvin langsung menatap Jofan, penasaran.
"Iya kemarin om chat aku, katanya mama udah nggak di rumahnya lagi. Minta aku buat pulang. Tapi, ya gimana lagi, udah nyaman di sini. Hehehe," jelas Jofan diakhiri senyum lebarnya.
Ketiga remaja itu manggut-manggut. Mereka bahkan dengar suara dering telepon di ponsel Jofan kemarin dan dibiarkan begitu saja oleh si empu. Panggilan dari sang om dan sang tante. Ketiganya tidak bisa memaksa Jofan untuk mengangkat panggilan tersebut, bahkan saat puluhan chat masuk ke ponselnya Jofan hanya akan menengok sesekali, lantas lanjut menggambar di tabletnya.
Kalau saja bunda Ica tidak melarang mereka bertanya tentang masalah yang dihadapi Jofan, sudah sejak awal mereka akan memaksa Jofan bercerita. Tapi, mereka seperti diawasi bunda Ica. Tidak bisa curi-curi waktu untuk membuka sesi curhat bagi Jofan. Jofan juga tampak enggan membahas masalahnya.
"Tapi besok kamu pulang dulu kan?" tanya Rio memastikan. Kedua orang berinisial A juga akan pulang mengambil barang-barang mereka sekaligus meminta izin. Yah, meskipun di rumah keduanya tidak ada orang. Jofan berpikir sejenak kemudian mengangguk. Dia masih memiliki adab untuk berpamitan dengan kedua orang yang sudah ia anggap orang tuanya sendiri. Tidak mungkin dia pergi terlalu lama tanpa kabar. Bisa-bisa ia semakin merepotkan keluarga kecil tersebut.
"Pulang kok," jawabnya. Rio manggut-manggut. Tentu saja kalau Jofan tidak berencana pulang dia akan memaksa remaja itu untuk pulang sekedar meminta izin pada orang di rumah.
"Baguslah," tanggap Rio dan lanjut main game.
Arghi dan Alvin juga kembali sibuk dengan aktivitas masing-masing. Hanya Jofan yang diam di tempatnya, tak lagi melanjutkan gambarannya. Dia memikirkan cara berbicara dengan om serta tantenya. Rasanya sangat canggung karena dia mengabaikan panggilan mereka bahkan kabur dari rumah tanpa kabar. Benar. Dia kabur dari rumah dan datang ke rumah Rio naik angkot. Hanya saja dia berbohong pada ketiga sahabatnya dengan mengatakan diantar sepupunya.
Keluarga omnya sama sekali tidak bersalah, tapi kemarin mendadak pikiran dan hatinya membenci mereka. Memaki mereka yang seolah mengkhianati kepercayaannya. Berlaku seolah tidak mengerti apa yang ia alami selama ini, lantas membocorkan semuanya kepada sang mama. Membuat wanita itu marah besar dan berencana membawanya tinggal kembali bersama di China. Jofan tidak mau, dia hanya ingin hidup tenang dan tidak lagi dilibatkan dengan masalah orang tuanya. Kalau dia kembali tinggal dengan sang mama, pasti wanita tersebut akan membuat perkara baru dengan papanya. Papanya sudah berkeluarga, kasihan kalau harus ia bebani.
Huft, ingin sekali bercerita pada Rio. Meminta masukan tentang apa yang sebaiknya ia lakukan saat pulang ke rumah. Tapi, kedua sahabatnya pasti akan merasa sakit hati karena dia hanya akan berbicara dengan Rio. Dia tidak mau membuat semua orang mencemaskannya dan mengasihaninya.
Merasa diperhatikan, Rio menoleh. Melihat Jofan tengah melamun menatapnya. Jofan tersadar dan hanya nyengir pepsodent. Membuat Rio ikut tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen FictionBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...