Hari ini merupakan hari keberangkatan study tour bagi siswa kelas 12. Rio sudah datang ke sekolah dengan diantar ayahnya pagi tadi. Dia duduk di gazebo dekat gerbang dengan menggendong tas ranselnya. Hanya sedikit yang ia bawa tidak ada barang istimewa selain dalaman. Toh mereka akan menginap di hotel, dia bisa tidur telanjang dan memakai pakaian yang sama selama tiga hari berturut-turut lantas menggantinya saat pulang nanti. Perjalanan yang akan ditempuh juga lama. Tidak perlu banyak bawaan, nanti akan menyulitkan diri sendiri.
Dia duduk bersama teman satu angkatannya. Bus pariwisata sudah mulai berdatangan, sedangkan para guru juga mulai sibuk mengabsen kehadiran anak murid mereka. Dari kejauhan terlihat Jofan berjalan dengan ransel besarnya. Terlihat kesulitan, tapi Rio enggan peduli. Toh, laki-laki itu sendiri yang memilih membela si berengsek, Arghi.
"Yo..." panggil Alvin yang baru saja berangkat. Rio mengalihkan pandangannya pada Alvin. Menatap remaja itu yang tersenyum lebar menggendong tas ranselnya. Bawaannya sedikit, sama seperti Rio. Mereka tipe orang yang pemalas.
Rio menggeser tempat duduknya, membiarkan Alvin duduk di sebelahnya. Alvin lantas mulai menceritakan betapa gugup hari ini sampai-sampai dia tidak bisa tidur semalaman. Karena ini adalah perjalanan pertama Alvin tanpa kedua orang tuanya, sekaligus perjalanan terjauh yang akan Alvin tempuh.
"Kalian nggak lupa bawa dalaman kan?" tanya Anton saat melihat kedua orang kembar itu duduk sebelahan menggendong tas ransel kecil. Terlihat seperti berangkat sekolah. Alvin menggeleng polos sementara Ro sudah melirik tajam kepadanya. Anton nyengir kuda dan hanya bisa menepuk ringan bahu Rio, "bercanda," cicitnya tidak mau kena hantam seorang Rio.
"Kamu yang bawa kebanyakan, mau jalan-jalan apa pindah rumah?" sindir Alvin membuat Rio terkekeh setuju.
"Ya nggak gitu, Vin. Normalnya nih, normal ya, inget normal. Normalnya bawa empat setel baju, lima setel dalaman karena pergi enam hari, itu yang paling normal. Yang lebih normal lagi bawa koper noh lihat! Cewek-cewek pada bawa koper, lah kalian? Ransel aja kayak sekolah biasa," koreksi Anton dengan gemas. Bukan dia yang berlebihan membawa baju sampai ranselnya seberat tabung gas.
"Ck, ribet. Toh yang dibawa nantinya kotor. Buat apa dibawa kalau endingnya kotor?" sahut Alvin. Anton geleng-geleng kepala tidak paham lagi dengan pemikiran unik seorang Alvin.
Perlahan Anton beringsut pergi dari dua orang tampan tapi memiliki pemikiran aneh tersebut. Memilih menjauh dari mereka selagi bisa. Bisa bahaya kalau Alvin mulai berkomentar mengutarakan pemikiran anehnya lagi, dia akan ikut pusing mendengar pemikiran aneh Alvin yang tak ada habisnya itu. Belum lagi Rio yang akan menyetujui gagasan Alvin.
"Jo!"
Seruan itu membuat Alvin menoleh cepat. Melihat Arghi yang melambai ke arah Jofan. Jofan melewatinya, meliriknya sekilas namun diam tidak memberi sebuah sapaan. Hal itu membuat Alvin melirik Rio. Rio tahu saat Alvin diam-diam meliriknya, tapi dia enggan peduli.
Para siswa diminta berdiri dan berbaris sesuai bus yang mereka pilih. Rio berdiri di bus A. Dia tahu Arghi ada di bus C, jadi dia memilih bus lain agar bisa menghindarinya. Apalagi di bus A diisi oleh anggota basket, jadi dia akan merasa senang ada di bus tersebut.
Alvin juga ikut Rio di bus A. Dia hanya ingin duduk dengan orang yang ia kenal. Berhubung Jofan sudah bersama Arghi, maka dia bersama Rio. Rio juga tidak menolaknya.
Sekitar 15 menit melakukan crosscheck, akhirnya para siswa diizinkan masuk ke dalam bus dan duduk di bangku yang sudah sejak awal dipilih. Rio duduk di bangku ketiga urutan terakhir bersama Alvin. Di belakang para anggota basket ikut duduk dan menyimpan tas mereka di penyimpanan atas.
Rio duduk menggunakan earphonenya dan mulai sibuk dengan ponselnya. Alvin menatap luar jendela, pada bus lain yang di dalamnya juga seribut bus yang ia naiki. Bus A berangkat lebih dulu, membuat Alvin melihat beberapa orang yang mengantar keluarga mereka melambaikan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen FictionBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...