Rio datang setelah malam menjelang. Dia sudah makan malam bahkan mandi setelah berolahraga. Aroma rokok masih menyengat tercium dari tubuhnya. Membuat Rio pergi ke minimarket membeli permen serta camilan untuk Alvin dan untuknya. Dia mengemut permen beraroma mint, berharap aroma rokok segera menghilang darinya.
Dia masuk ke dalam kamar inap Alvin, melihat remaja itu masih berbaring entah masih tidur atau sudah bangun. Jofan duduk di kursi sebelah ranjang masih fokus menonton televisi saat Rio masuk. Jofan tersenyum senang melihat Rio benar-benar datang.
Sejak beberapa jam lalu, Arghi terus mengomel mengatai Rio yang menipu Alvin. Sedangkan Alvin keras kepala mengatakan Rio akan datang karena sudah berjanji. Perdebatan antara Alvin dan Arghi berhenti saat Alvin memilih berbaring dan mengabaikan keduanya. Bahkan Jofan ikut kena imbasnya.
Sampai sekarang, saat Rio masuk ke kamar, Alvin tetap berbaring. Jofan menyentuh lengan Alvin, "Na, Rio datang," ucapnya memberi tahu. Di lain sisi, Arghi tengah mencibir tentang kehadiran Rio.
Rio meletakkan barang bawaannya di atas nakas. Lantas mengecek jam. Harusnya ini saat makan malam Alvin. Kenapa suster belum mengantar makan malam?
"Udah makan, Na?" tanya Rio. Dia berjalan memutari ranjang lantas menurunkan tubuhnya melihat Alvin yang pura-pura menutup mata. Dia melihatnya berkedip, artinya Alvin tidak tidur.
"Ada yang sakit, hm?" tanya Rio mengecek suhu di kening Alvin. Alvin menepisnya, enggan diperhatikan seperti itu. Perasaannya buruk sejak pagi. Dia juga tidak paham kenapa tetapi, akhir-akhir ini dia begitu cengeng dan mudah marah.
"Udah mandi?" tanya Rio masih mencoba mengajak Alvin berbicara. Alvin masih enggan peduli. Jadi, Rio memilih berjalan keluar kamar membawa permennya. Duduk di depan kamar inap Alvin dan mengemut permen.
Rasanya ingin kembali merokok kalau saja dia tidak menginap di rumah sakit. Dia mulai terbiasa merokok. Entah kebiasaan itu dimulai sejak kapan, Rio lupa. Yang pasti setidaknya satu batang rokok sehari. Dia melakukannya diam-diam, tidak mau ayahnya bahkan bundanya tahu. Meskipun mungkin sebenarnya mereka tahu tentang hal itu.
"Yo," panggil Jofan yang entah sejak kapan sudah ada di depannya. Rio diam saja menatap Jofan, "kita pulang dulu, ya... Besok siang aku ke sini lagi kok," pamitnya dan hanya diangguki Rio. Lantas Jofan pergi diikuti Arghi yang baru keluar kamar inap Alvin.
Rio membuang bungkus permennya yang telah habis dimakan isinya. Dia melongok melihat Alvin masih ada di posisi yang sama seperti tadi. Kemudian Rio memilih duduk di sofa. Memainkan ponselnya, membiarkan Alvin merasa pegal dan berbalik posisi dengan sendirinya.
"Selamat malam, makan malam untuk Dek Alvin," ucap sang suster yang baru saja masuk. Rio berjalan mendekat, menyiapkan meja untuk makan Alvin. Lantas berterima kasih kepada sang suster.
"Makan, Na," ucap Rio memberi tahu. Alvin menggeleng. Rio mengembuskan napasnya, "maunya apa, hm?" tanya Rio dan berlutut melihat wajah Alvin. Alvin kembali menggeleng. Matanya masih erat terpejam enggan membuka menatapnya.
"Kenapa? Aku salah apa lagi?" tanya Rio. Dia tidak tahu apalagi yang diperasalahkan seorang Alvin. Dia sudah datang tepat waktu, sesuai janjinya. Apa karena masalah siang tadi?
"Aku mau sendirian," ucap Alvin membuka mata sekaligus mulutnya.
"Kenapa? Aku salah apa, hm?" tanya Rio tetap ingin tahu. Dia akan meninggalkan Alvin sendiri kalau memang dia bersalah dan membuat Alvin terluka.
"Kenapa nggak bisa kayak dulu?" tanya Alvin menatap Rio. Rio mengembuskan napas dan berdiri tegap. Benar. Masalah tadi siang.
"Nanti aku coba minta maaf sama Arghi," jawab Rio asal. Alvin tampak tidak percaya, tentu saja siapa yang akan percaya pada Rio saat secara terang-terangan remaja itu membuang muka setelah tahu permasalahan yang dipikirkan Alvin.
Alvin beringsut duduk, membuat Rio segera membantunya. Dia juga mengatur ranjang Alvin agar bisa menjadi sandaran punggung Alvin, "kamu bau rokok!" keluh Alvin membuat Rio menjauh sedikit. Alvin berdecak saat tahu temannya itu mulai berani merokok.
"Tadi temenku ngerokok," alibi Rio. Entah kenapa dia tidak mau Alvin tahu bahwa dia merokok. Padahal itu hal yang wajar, apalagi dia sudah dalam usia yang bisa merokok. Di Indonesia juga bukan hal yang melanggar hukum kalau merokok.
"Bohong," sahut Alvin membuat Rio tidak bisa menampiknya lagi. Alvin memilih menyantap makan malamnya meskipun tak bernafsu. Daripada mengrusi Rio yang selalu berbohong kepadanya. Benar-benar menyebalkan.
"Kamu sudah mandi, kan?" tanya Rio memastikan. Alvin menggeleng. Dia ngambek dengan Jofan dan Arghi, tidak mungkin meminta mereka mengantarnya ke kamar mandi untuk mandi, apalagi meminta mereka mengelapnya. Rio tidak percaya Alvin belum mandi, padahal ada Arghi dan Jofan tadi. Apakah Alvin merajuk juga pada mereka?
"Habis ini mau mandi atau enggak?" tanya Rio. Dia bisa menyiapkan perlengkapan mandi Alvin kalau memang remaja itu mu mandi. Alvin mengangguk sembari memasukkan brokoli ke mulutnya. Lantas Rio segera menyiapkan kamar mandi untuk Alvin.
Menyiapkan kemeja dan celana pendek serta dalaman Alvin di gantungan kamar mandi. Tak lupa handuk juga di letakkan Rio di gantungan. Sabun mandi cair dan sikat gigi di dekatkan ke kloset duduk agar memudahkan Alvin untuk menggapainya.
Setelah itu dia keluar. Alvin belum selesai makan, dia makan sangat lambat. Rio duduk melepas topinya. Dia belum mencukur rambutnya. Belum ingin memotong rambut gondrongnya. Dia membuka snak yang ia beli dan mulai memakannya. Merasa jenuh menunggu Alvin menghabiskan makan malamnya.
"Kamu udah janji besok mau minta maaf sama Aan, jangan bohong!"
"Kapan aku bilang besok?" tanya Rio. Alvin mendelik tidak jadi menyuap nasi ke dalam mulutnya. Rio malah terlihat menaikkan alisnya seolah menantangnya. Alvin meletakkan sendok, enggan melanjutkan makan malamnya. Rio menutup matanya sejenak, "iya, iya... Besok aku minta maaf kalau ketemu," ucap Rio mengalah.
"Aku udah kenyang," ujar Alvin tidak mau makan lagi. Dia tidak bernafsu makan sejak awal. Malah ingin menyicip snak yang Rio makan.
"Minum obat, habis itu mandi!" ucap Rio menata makan malam Alvin. Tidak bisa membujuk Alvin untuk makan sampai habis, dia tahu Alvin sulit dalam hal makan. Bahkan sebelum Alvin sakit remaja itu ogah-ogahan makan.
Rio membantu Alvin pergi ke kamar mandi. Dia lantas membawa kursinya dekat pintu kamar mandi. Duduk di sana sembari memainkan ponselnya. Dia hanya menyelami media sosial, tidak melakukan hal lain.
"Kalau sampai besok kamu bohong, aku nggak mau ketemu kamu lagi!"
Di dalam Alvin kembali mengancamnya. Seolah janjinya benar-benar sangat wajib dilakukan dan akan menyebabkan masalah besar kalau sampai tidak dilakukan. Rio menjawab mengiyakan agar tidak memperpanjang masalah. Toh dia sudah ada rencana besok pagi. Jadi, tidak akan bertemu Arghi.
"Kalau sampai kamu lari, aku nggak akan pernah izinin kamu masuk ke kamar ini lagi. Apalagi makan snak di dalam padahal jelas-jelas aku nggak boleh makan snak itu."
Rio mengiyakan lagi. Alvin sepertinya mendapat kemampuan membaca pikiran. Berbahaya juga kalau memang Alvin bisa melakukan itu.
Aku ada berita membahagiakan nih. Jadi, aku salah baca jumlah bab. Aku pernah bilang jumlah bab 120 kan. Nah ternyata salah. Jumlah sebenarnya ada 117 bab. 🥳🥳Wkwkwkwk. Maafkan diriku yang nggak teliti. Ini udah fix 117 bab ya.
Sekian cuap-cuap nggak jelas ini. 🤣
Aku tunggu kalian di bab 117. Babay...👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen FictionBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...