Pagi ini, Rio sudah siap membonceng Alvin untuk pulang ke rumahnya. Arghi juga pulang untuk mengambil sepeda motornya. Tugasnya mengantar Jofan. Tapi, kemudian Jofan meminta diantar Rio dengan alasan ingin ke toilet lebih dulu. Padahal Arghi juga bisa menunggu Jofan menyelesaikan hajatnya.
"Ah toilet di rumahmu kan duduk, aku nggak nyaman pake toilet duduk," alibi Jofan agar bisa diantar Rio. Arghi mencibir dan akhirnya dia membonceng Alvin. Dua orang gila pergi berboncengan, sungguh adegan langka. Dan selama tiga hari ke depan juga akan seperti itu.
Mereka berdua keluar dari area rumah Rio dan menghilang di belokan komplek. Meninggalkan Rio dan Jofan yang masih berdiri diam di halaman depan rumah Rio. Jofan melirik Rio yang sepertinya tidak sadar kalau dia tengah berbohong.
"Aduh, mendadak perutku udah baikan," ujar Jofan pura-pura.
"Aku udah tahu, ayo!" ajak Rio membuat Jofan yang sudah berakting langsung membulatkan bola matanya. Terkejut karena Rio rupanya tahu kebohongannya. Jangan bilang Rio juga sebenarnya sudah tahu tentang yang ia alami dan ia ceritakan pada tante Ica. Memikirkan itu membuat Jofan merengut.
Dengan wajah lesu dia berjalan lunglai dan membonceng Rio. Membiarkan Rio fokus mengendarai sepeda motornya. Jalan raya langsung menyambut mereka begitu kendaraan keluar area komplek perumahan. Rio berkendara dengan kecepatan sedang, tidak ingin mengebut karena tidak sedang buru-buru. Lagipula dia sedang menunggu penumpang di belakangnya buka mulut.
"Yo," panggil Jofan seolah tahu apa yang ada di pikiran Rio. Sepertinya Jofan bisa membaca pikirannya.
"Hm," gumam Rio berpura-pura tidak tahu apa maksud Jofan memanggilnya.
"Itu, sebenernya kemarin aku kabur dari rumah," adu Jofan dengan suara yang begitu lirih. Tapi, karena kendaraan Rio melaju dengan lambat dan Rio sejak awal sudah fokus dengan Jofan membuat suara selirih apapun dari Jofan bisa didengar oleh Rio. Rio diam tidak merespon, baru tahu kalau Jofan membohonginya kemarin.
"Kenapa kabur?" tanya Rio ragu-ragu. Dia ngeblank sesaat. Tidak tahu harus merespon bagaimana disaat seperti ini. Matanya harus fokus ke jalanan sedangkan telinganya harus fokus pada Jofan di belakangnya.
"Em... Mama mau bawa aku ke Cina, tapi aku nggak suka, nggak mau maksudnya. Jadi, aku pergi dari rumah diam-diam," cerita Jofan. Rio sudah membayangkan bagaimana wajah Jofan yang merengut di belakangnya. Laki-laki kecil itu selalu memiliki ekspresi yang khas. Senyum lebar dan bibir mengerucut. Sangat sesuai dengan wajah mungilnya. Wajah yang selalu berhasil membuat siapapun ingin berteman dan melindunginya.
"Om sama Tante ternyata tahu aku selama ini lukai diri sendiri, terus ngadu sama mama. Makanya mama mau bawa aku ke Cina. Tapi, aku tahu mama bawa aku ke sana buat apa. Dia cuma mau manfaatin keadaan aku buat ngambil harta papa. Sedangkan papa udah punya keluarga baru, aku nggak mau kecewain papa. Papa berhak bahagia dengan hidupnya. Jadi, aku pergi," lanjut Jofan. Dia sudah baikan saat bercerita ke Rio. Karena sebelumnya dia sudah bercerita kepada tante Ica dan mendapat ketenangan dari wanita berhati malaikat itu.
"Kamu baik-baik aja kan?" tanya Rio khawatir. Dia sudah akan meminggirkan motornya agar bisa memastikan Jofan duduk di belakang dengan keadaan baik.
"Aku baik-baik saja, lanjut aja. Aku cuma bingung harus ngomong apa nanti di depan tante sama om," jujur Jofan. Rio mengembuskan napas lega dan melajukan motornya dengan tenang. Sepertinya Jofan sudah bisa mengendalikan perasaannya sendiri. Mungkin karena tinggal selama dua hari di tempat yang membuatnya nyaman atau karena terapi yang ia lakukan selama di rumahnya. Yang pasti Rio merasa senang dengan keadaan Jofan saat ini.
"Nanti aku bantu ngomong. Om sama tante pasti ngerti keadaan kamu, buktinya mereka terus ngehubungi kamu," ujar Rio menenangkan. Dia juga sudah tahu kalau tante Gina mengetahui rahasia yang Jofan coba tutupi itu. Tentu saja karena mereka tinggal satu rumah. Tante Gina orang baik yang begitu peduli pada Jofan. Mungkin maksudnya menutupi fakta yang ia tahu agar Jofan tak merasa sungkan kepadanya. Tujuannya memberitahu mama kandung Jofan kemungkinan besar agar wanita tersebut bisa sedikit lebih pengertian dengan Jofan dan lebih sering mengunjungi Jofan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen FictionBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...