"Siapa dokter Sarah?" tanya Rio setelah dokter tersebut keluar dengan tergesa-gesa. Alvin menjawabnya dengan mengangkat bahu. Rio tahu Alvin tengah menutupi sesuatu, apalagi saat ini remaja tersebut sama sekali tidak mau menatapnya. Terlihat sedang mencoba berbohong. Alvin tidak pandai berbohong.
"Pacar kamu?" tanya Rio asal ceplos, hanya untuk memancing Alvin berbicara jujur.
"Ngaco! Mana ada aku pacaran, sinting!" umpat Alvin kesal karena Rio malah menebaknya demikian.
"Terus siapa?" desak Rio tidak mau dibohongi. Alvin memutar bola matanya, enggan sekali menjawab pertanyaan Rio.
"Kamu kenapa ikut ke rumah sakit? Study tour kamu gimana?"
"Jawab dulu pertanyaanku!" ujar Rio tak mau membahas tentang study tournya. Kondisi Alvin jelas lebih penting dari liburannya itu. Dia bisa ke Bali kapan-kapan bersama keluarganya. Rio menunggu Alvin menjelaskan siapa dokter Sarah sampai beberapa suster mengatakan pada Alvin tentang rujukan ke rumah sakit lain di Jogja. Rumah sakit yang lebih lengkap dari rumah sakit ini. Rio makin tidak paham dengan situasinya. Apalagi saat gurunya masuk dan ikut mengantar Alvin seolah sudah tahu sesuatu.
Maka saat di mobil, Rio mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada Alvin dari gurunya. Guru tersebut awalnya enggan berbagi informasi kepadanya namun, karena kecerdikan Rio akhirnya guru tersebut mau menjelaskan. Hanya sedikit tidak banyak.
"Alvin kena leukemia dan dokternya minta buat dikirim ke rumah sakitnya biar segera ditangani," jelas guru tersebut membuat Rio menatapnya tak percaya. Kanker bukan hal kecil, itu penyakit mematikan. Seketika pikirannya mengaitkan semua peristiwa mimisan Alvin atau keluhan pusing yang beberapa kali Alvin keluhkan.
Rio tidak bisa mengatakan apa-apa bahkan saat dia sampai di rumah sakit tempat Alvin dirujuk. Dia menolak pulang dan bersikeras menunggui Alvin. Mengatakan dia sangat dekat dengan Alvin sampai mengenal dekat keluarganya.
Nenek Anti datang tidak lama setelah Alvin masuk ke dalam ruangan perawatan. Wanita tersebut nampak syok dan melangkah dengan tatapan mata yang kosong, terlihat sangat linglung. Rio membantunya duduk di tunggu yang letaknya ada di depan ruangan Alvin diperiksa.
"Gimana keadaan Alvin?" tanya nenek Anti pada Rio. Harusnya hari ini cucunya pergi jalan-jalan dan bersenang-senang, lalu kenapa malah berakhir di rumah sakit?
"Nggak tahu, Nek. Rio juga belum tahu," bohong Rio. Dia sebenarnya belum percaya dengan ucapan gurunya tadi, tidak ingin mempercayainya. Sahabat dekatnya mana mungkin mendapat penyakit mematikan seperti itu, remaja itu sehat hanya malas makan dan belajar. Itu saja. Seorang dokter keluar dan nampaknya name tag yang ia kenakan.
Dr. Sarah.
Rio menatapnya diam, lututnya terasa lemas saat membaca tulisan di bawah nama sang pemilik.
Onkologi.
Remaja itu bukan orang bodoh yang tidak tahu apa maknanya. Dia remaja yang tergolong cerdas dan tahu makna istilah semacam itu. Pandangan matanya tidak fokus beberapa saat melihat dokter tersebut membuka maskernya. Jantungnya berdegup kencang tidak karuan.
"Bagaimana keadaan Alvin, Dok?"
Rio berusaha berdiri di sebelah nenek Anti. Sepertinya nenek Anti tidak mengerti atau bahkan tidak melihat name tag sang dokter. Tetapi, Rio sudah terlanjur melihatnya dan sekarang hanya bisa berdoa semoga dokter ini salah pasien saat diagnosis.
"Kita bicara di ruangan saya saja," ujarnya lantas meminta nenek Anti mengikutinya. Rio melangkah mengikuti. Dia ingin tahu bahkan saat dokter tersebut tidak mengizinkannya masuk dia keras kepala mengatakan kalau dia termasuk bagian keluarga Alvin. Dia harus tahu apa yang terjadi pada sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen FictionBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...