111. Perkara Rokok

328 30 1
                                    

Ini sudah malam kesekian kali saat Alvin meminta untuk memeluk Rio. Padahal di situ ada bunda Ica, tentu saja Rio merasa malu. Malam ini bundanya ingin menginap di rumah sakit. Dia bilang bosan di rumah sendirian jadi ingin menemani Alvin. Sedangkan Rio harus pulang karena ada kuliah besok pagi.

"Nggak usah ya, Na. Kapan-kapan aja," tolak Rio. Dia tentu saja mau memanjakan Alvin tapi tidak di depan bundanya. Di depan dua sahabatnya saja sudah terasa sangat memalukan, apalagi di depan bundanya.

"Kenapa?" tanya Alvin tidak percaya saat Rio menolaknya. Mereka sudah biasa melakukan itu, berpelukan dan Rio mengelus kepalanya. Kenapa hari ini Rio menolaknya?

"Rio nggak jadi pulang?" tanya Ica yang masih melihat putranya bercakap-cakap dengan Alvin. Alvin mempoutkan bibirnya saat tahu alasan Rio tidak mau mengabulkan permintaannya adalah karena harus segera pulang. Padahal alasan sebenarnya bukan karena itu, Rio hanya merasa malu.

"Iya ini mau pulang. Aku pulang dulu, besok sore aku ke sini lagi bareng Aan," janji Rio dan hanya diangguki Alvin.

***

Sesuai janji, sore ini Arghi datang bersama Rio. Mereka masuk berdua. Padahal Rio lebih dulu sampai dan memutuskan menunggu Arghi sekalian merokok sebentar. Mereka masuk saat Alvin masih tidur. Membuat keduanya memilih sibuk dengan urusan masing-masing. Tidak ada percakapan.

Rio sibuk mengedit naskah esay yang akan ia lombakan. Sedangkan Arghi duduk di sebelah Alvin memainkan ponselnya. Hari ini Jofan tidak bisa bergabung karena ada kelas sore. Kuliah yang paling santai hanya Rio. Remaja itu terlihat yang paling sering menemani Alvin. Entah benar-benar senggang atau Rio memang sengaja membolos, Arghi enggan mencari tahu.

"An," panggil Alvin membuat Arghi mendongak. Segera sigap memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Rio yang duduk di sofa juga ikut menoleh melihat Alvin baru saja bangun tidur.

"Mau minum?" tanya Arghi menuang air minum, menyerahkannya pada Alvin. Rio berdecak melihat betapa kikuk seorang Arghi mengurusi Alvin. Rio mendekat, membantu Alvin untuk duduk dan menaikan sandaran ranjang. Arghi meringis, baru ingat Alvin masih dalam posisi duduk, tidak bisa langsung minum.

"Jojonya mana?" tanya Alvin selesai menandaskan isi gelasnya.

"Dia ada kuliah sore, besok mungkin baru bisa ke sini," jawab Arghi. Sedangkan Rio sudah kembali duduk dan sibuk dengan laptopnya.

"Aan nanti nginep?" tanya Alvin berharap ada yang menginap, kalau bisa keduanya.

"Aku yang nginep," jawab Rio. Alvin berganti menatap Arghi, menunggu jawaban dari Arghi. Tetapi Arghi menggeleng tanda dia tidak bisa menginap. Adiknya di rumah hari ini, dia tidak bisa meninggalkan adiknya seorang diri di rumah.

"Yah... Aku nggak mau sama Biboy," keluhnya mendadak. Rio menutup laptopnya memilih menyelesaikan tugasnya nanti malam saja. Dia lantas menatap pada Alvin, tumben sekali tidak mau dia menginap.

"Dia kemarin nggak mau dipeluk, malah pergi. Sekarang malah bau rokok," jelas Alvin membuat Rio reflek membaui jaketnya. Memang bau, tetapi tidak menyengat sampai tercium. Ah, benar, tadi dia mendekati Alvin pasti Alvin menciumnya.

"Terus maunya ditemenin siapa?" tanya Arghi. Dia selalu kuliah pagi sampai sore. Bahkan di hari libur dia ada ekskul. Hanya ada waktu sore sepulang kuliah.

"Siapapun selain Rio," jawab Alvin membuang muka pada dari Rio. Rio mengembuskan napasnya melihat itu. Sok jual mahal sekali dasar.

"Aku coba telepon Jojo ya, siapa tahu dia besok nggak ada kuliah," ujar Arghi mencari orang lain. Dia pergi keluar menelepon Jofan.

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang